[37] •Keluargaku Kebahagiaanku•

1.1K 62 14
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
-
-
-

Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya tidak terdapat sebagian dari ayat Al-Quran bagaikan rumah yang tidak ada penghuninya. (HR. Tirmidzi)”

🍃🍃🍃

Isla dengan sigap memegang punggung Abri dan bertanya maaf untuk apa.

"Ana pikir ana membuatmu takut."

"Eh?"

"Kamu belum pernah melihat ana seperti itu sebelumnya."

"Lalu kenapa? Bukannya wajar berperilaku seperti itu? Isla juga marah bukan main melihat hal seperti tadi." Abri diam sejenak, menghela napas, lalu berdiri.

"Lain kali ana akan coba lebih mengendalikan emosi." Isla tersenyum mengiyakan.

"Sayang ganti baju dulu!" Isla mengikuti Abri yang pergi begitu saja.

"Sebentar." Abri tersenyum tipis mengambil tas belanja. Seburuk apapun suasana hatinyanya tadi, Abri masih menyempatkan membeli beberapa susu untuk ibu hamil, dan lain-lain.

"Banyakin makan buah, buah-buahan  sudah lengkap kan? Jadi ana nggak beli. Ini camilan yang biasanya ibu hamil inginkan, coklat, beberapa keripik , oh! sayuran juga. Kata dokter jangan sampai kelelahan, nanti ana atur ulang jadwal, insyaAllah. Kalau mau apa-apa langsung bilang, ok?" Abri mengeluarkan isi dari tas belanjaan.

"Olahraga, harus bisa kontrol emosi juga. Tapi kalau nggak bisa kontrol emosi, lampiaskan ke ana, laa ba'tsa." Abri mengangguk puas setelah melihat kelengkapan belanjaan yang tadi ia beli.

"Oh ya pesan dokter–"

"Iya-iya-iya, tapi ganti baju dulu." Isla menyusup celah-celah lengan Abri agar bisa berhadapan dengannya. Ia tersenyum kecut, membayangkan perasaan Abri ketika ia cerewetin. Begini rasanya, menggemaskan tapi malas mendengarnya.
Abri melonggarkan jarak meja dan tubuhnya agar Isla bisa leluasa berdiri dihadapannya. Isla membuka kancing kemeja Abri. Memeriksa lengan Abri, melihat luka gores terkena pisau yang tak dibalut apapun itu karena tak perlu.

"Sakit nggak?" Isla menekan sisi luka itu.

"Sakit." Abri memasang wajah menggemaskan membuat Isla tertawa gemas lalu mengangkat tangan seperti akan menampar Abri dengan sangat pelan namun ia urungkan.

"Kenapa? Tampar aja laa ba'tsa, tapi tamparnya pakai bibir."

"Sayang aneh ih sekarang, Isla mau siapin baju dulu." Masih sambil tertawa Isla pergi dari hadapan Abri. Abri tersenyum lebar, dan suasana hatinya membaik.

🍃🍃🍃

Dini hari Isla tidak bisa tidur, perutnya terasa aneh membuatnya benar-benar risih, ia pun duduk memperhatikan isi kamar, tidak jelas karena remang-remang lampu tidur kemudian menoleh ke sisinya, tampak Abri yang tidur sangat nyenyak, Isla memperhatikan sebentar kemudian menatap kosong.

Sangat sepi.

Mencoba tidur kembali pun tak bisa, yang ia lakukan hanya duduk diam memikirkan banyak hal.

Pernahkah kamu menangis tanpa sebab? Jika ya, itu yang sedang Isla rasakan, tiba-tiba air matanya keluar. Tak ada yang bisa mengusir tangisannya saat ini.

Karena tangis itu, ia mulai memikirkan banyak hal-hal yang membuatnya sedih. Teringat semua perjalanan hidupnya yang sebagian besar masih terekam di memori pemberian Tuhan itu, memori yang tak pernah penuh walau di isi miliyaran aneka macam ilmu dan lain-lain, ia juga mengingat tentang teman-temannya, kakak, ayah, juga ibunya.

Ada Cinta di Jalan HidayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang