Setelah melakukan pelecahan kepadaku Aldrich masih terlihat murka. Aku melihat banyak orang yang mulai membuat gosip antara aku dan Aldrich.
Ah pria sialan ini!
Aldrich bukanlah tipe pria yang bisa menahan emosinya. Itu semua terlihat dari tatapan matanya yang dingin dan tajam. Aura yang ia keluarkan juga sangat mengerikan. Kepalaku mulai terasa pusing. Sepertinya darahku terbagi menjadi dua bagian, ada yang mengikuti kepalaku -berada dibawah- dan ada juga yang di kaki ku -berada lebih tinggi dari kepala. Ku pukul punggung tegap dan kekar milik Aldrich, "pusing" gumam ku lirih.
Aldrich menurunkan ku secara perlahan. Aku merasa sedikit limbung karena kepalaku yang berputar. Ku pegang kepalaku dengan tangan kanan sementara tangan kiri ku mencari pegangan agar tidak terjatuh. Aldrich melingkarkan tangannya di pinggangku dengan erat. Bahkan terasa seperti cengkraman yang tidak akan terlepas.
Aldrich terus merapatkan tubuhku dengan tubuhnya sampai kaki ku sedikit melayang tidak menapak pada lantai, "Al jangan terlalu erat, kaki ku sampai tidak menginjak lantai"
Aldrich tidak menjawab teguran ku, tapi ia semakin mempererat pelukannya itu membuat kaki ku benar-benar tidak menapak tanah.
Apartemen Aldrich berada di lantai paling atas. Kami tidak menaiki lift yang biasa penghuni lain gunakan. Kami menggunakan lift khusus yang memang akan langsung menuju ke penthouse milik Aldrich. Ku lihat layar yang menunjukan tiap lantai yang kami lewati. Mataku terbelalak seketika saat aku melihat angka yang tertera.
51!!
Kami berada di lantai 51. Untuk kabur pun aku harus siap menghadap Tuhan terlebih dahulu. Aku harus rajin-rajin beribadah dan mengingat Tuhan. Ku telan saliva ku dengan susah payah.
"Kau bisa melarikan diri dari sini dengan syarat kau siap mati!" Ujarnya dengan geraman. Lelaki ini mengerikan. Maksudku amat sangat mengerikan.
"Aku tidak sebodoh itu untuk melarikan diri" ujarku santai. Aldrich menarik tanganku menuju sebuah—
Kamar?!
Aku kembali memberontak agar Aldrich melepaskan genggaman tangannya. Sebenarnya pemberontakan yang ku lakukan membuat tanganku sakit. Kekuatan Aldrich jauh lebih besar.
"Berhenti seperti itu Ana! Kau akan semakin menyakiti tanganmu!!" Aldrich membentak dengan wajah mengerikan. Tatapan matanya melihat ke pergelangan tangan ku dan menyiratkan ketidaksukaan ketika melihatnya.
Aldrich memang mengerikan saat sedang marah. Tapi ternyata saat miliknya disentuh orang lain, Aldrich akan jauh lebih mengerikan. Bahkan dulu saat aku masih menangani kasus pembunuhan dan aku mendatangi sendiri sang pembunuh auranya tidak se-mengerikan ini.
Aldrich menggendong ku dan melangkah lebar memasuki kamar itu. Tubuhku menegang seketika. Pikiran-pikiran buruk tengah membayang di dalam kepalaku. Aldrich menurunkan dengan perlahan diatas ranjang lalu pria itu keluar kamar. Aku bernafas lega karena pikiran buruk ku tidak terjadi.
Ku posisikan duduk ku dengan nyaman. Aku bersandar di kepala ranjang dan meluruskan kaki ku.
Cklek
Suara pintu terbuka membuat tubuhku menjadi waspada. Aldrich melangkah masuk ke dalam kamar. Kembali bayangan-bayangan akan hal tak senonoh berkelibatan dalam otakku.
Tubuhku beringsut mundur karena aku melihat Aldrich seperti predator yang siap memangsa korbannya. Ya Aldrich sebagai predator sementara aku sebagai mangsa yang siap disantap untuk makan malamnya.
Aldrich menghentakkan tanganku membuat tubuhku menabrak dada bidangnya yang keras, "berhenti bersikap waspada Ana. Aku tidak akan menyakitimu"
Aku tentu tidak langsung mempercayai ucapan Aldrich. Bagaimanapun Aldrich adalah seorang pria dan aku wanita. Kami berada dalam kamar. Apa yang kalian pikirkan? Tidak mungkin kan kalau kami berada dalam kamar untuk berkemah?
Pikiran ku berhenti karena ucapan Aldrich yang menakutkan, "aku bisa saja melakukan yang ada dalam pikiranmu itu, Aquena Matthew. Dengan senang hati" ucapan Aldrich penuh penekanan pada kalimat terakhir. Membuat mataku membulat tak percaya.
"Ja-jangan bercanda, Al" aku terbata karena detak jantungku mulai tidak beraturan -meskipun dari awal memang tidak beraturan.
"Hilangkan pikiran mu sebelum aku benar-benar merealisasikannya!" Balasnya tak terbantahkan.
Aku terus memperhatikan gerak-gerik Aldrich yang mengobati pergelangan tanganku bekas cekalan tangannya.
"Seharusnya kau tidak melakukan hal yang membuatku marah" gerutunya tak suka. Aku terkekeh mendengar Aldrich menggerutu seperti itu. Aldrich melihatku dengan tatapannya yang seperti silet.
Oh Aldrich yang menggemaskan
"Dimana perginya tuan Aldrich yang dingin tak tersentuh itu?" Aku mulai mengejek Aldrich. Pria itu mendengus mendengar ejekan ku. Rasanya aku ingin tertawa melihat sikap Aldrich yang lebih manusiawi.
"Jangan pernah keluar dari apartemen ini!" Aldrich mengultimatum sembari membereskan kotak obat.
"Lalu pekerjaan ku?" Aku mulai gusar. Bukan. Bukannya aku ingin selalu berada di samping Aldrich, hanya saja aku juga harus mengurus beberapa client yang meminta jasaku untuk menjadi pengacaranya.
"Tidak ada pekerjaan lanjutan untuk mu, Ana!" Aldrich masih saja mengetatkan otot wajahnya. Bahkan aku bisa mendengar giginya yang bergemelatuk karena marah.
Ku hembuskan napasku pasrah, "baiklah aku tidak akan kemana-mana" apa yang bisa kulakukan selain menyetujui titah sang raja? Aldrich melenggang pergi setelah mendengar jawaban ku. Aku memperhatikan pergelangan tangan yang kini sudah berbalut dengan kasa steril. Pekerjaan Aldrich cukup rapi untuk orang yang tidak mengerti tentang medis.
Cie update cie wkwk maap ya, baru update lagi 😂 ini aku lagi garap next partnya.. maap banget jadi jarang update soalnya saya juga kejar target untuk cerita sebelah.
Tenang mas Aldrich akan selalu diutamakan hohoho asal readers tiap part memenuhi yaaaaa 😂😂😂🎉🎉
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Possessive
Romance#726 Romance [17.06.18] #749 Romance [21.06.18] #684 Romance [23.06.18] #652 Romance [24.06.18] #708 Romance [25.06.18] #525 Romance [08.07.18] #536 Romance [09.07.18] #557 Romance [03.08.18] #813 Romance [04.08.18] #600 Romance [16.08.18] "Tidak ad...