part 10.5 -Aquena

8.3K 538 20
                                    

Untuk beberapa saat aku hanya berdiam diri dengan menenggelamkan kepalaku ke arah meja. Pikiran ku tidak bisa berfokus pada satu masalah saja. Aku sedang memikirkan cara terbaik untuk memutuskan hubungan ku dengan Sean.

Tidak ada cara terbaik untuk mengakhiri hubunganmu dengan Sean bodoh!

Baiklah kali ini Dewi hati yang memihak Sean sedang melakukan aksi protes padaku. Ku hirup udara sebanyak yang aku bisa lalu ku hembuskan dengan kasar. Aku tidak menemukan satupun cara untuk mengakhiri hubungan ini.

Seandainya aku tidak bertemu dengan Aldrich mungkin tidak akan seperti ini. Seandainya aku masih berada di London mungkin aku tidak akan bekerja di tempat ini. Seandainya ....

Sialan! Terlalu banyak kata seandainya yang berada di kepalaku. Semua itu hanya penyesalan yang tidak mengubah apapun. Lagi pula jika aku tidak pergi dari London mungkin aku tidak bisa menemukan Sean.

Tapi kau jadi harus menyakiti pria yang mencintaimu stupid!

Aku tidak menyukai saat-saat seperti ini. Dimana hati dan otak ku tidak sejalan. Ayolah aku juga manusia yang memiliki sebuah perasaan dilema.

Untuk menghindari pekerjaan yang menumpuk dan juga hal yang sangat aku tidak inginkan -meninggalkan Sean demi Aldrich- akhirnya aku memutuskan untuk menyalakan layar datar di atas meja ku.

Karena terlalu fokus dengan pekerjaan ku, aku jadi tidak tahu kalau sekarang adalah jam makan siang. Saat akan merapihkan meja kerja dan juga mematikan komputer, ponsel ku bergetar. Ku lihat nama penelepon dan aku tersenyum senang.

"Baby kau sudah makan?"

"Belum"

"Kita makan siang bersama?"

Aku mengangguk antusias menjawab pertanyaan Sean. Ya yang menelepon ku adalah kekasih ku. Ah maksudnya calon mantan kekasih ku.

"Baby?"

Ku dengar kembali suara Sean di telingaku. Ku tepuk jidatku karena aku merasa bodoh, mana bisa Sean melihat jawaban ku. Karena Sean saja tidak berada di hadapanku.

"Aku mau Sean. Tunggu sebentar aku sedang merapikan mejaku."

"Ku tunggu di lobby ya baby"

Klik

Sambungan terputus. Lalu ku lihat layar ponsel ku dengan senyum lebar. Aku akan makan siang bersama kekasihku. Pria yang aku cintai. Sean dan sejuta pesonanya yang sulit ku tolak. Aku terkekeh membayangkan diriku yang sangat mencintai Sean.

Setelah mejaku rapi. Aku membuka pintu ruang kerja ku. Dan ku lihat ada dua pria berbadan besar tengah berdiri di kedua sisi pintu. Aku lupa jika sekarang aku adalah ratu pemilik kekuasaan.

Aku segera berjalan menuju sofa yang berada di ruangan tersebut. Menelepon Aldrich adalah pilihan yang cerdas.

Ku tempelkan ponsel ku di telinga. Aku hanya mendengar nada tunggu. Dan berakhir dengan suara operator yang mengatakan kalau Aldrich tidak mengangkat teleponku. Aku mendengus. Ini adalah panggilan ke tujuh dan Aldrich tidak mengangkatnya. Aku memutuskan untuk mengirim pesan ke Aldrich berharap pria itu mengerti. Setelah beberapa detik setelah pesan ku terkirim tiba-tiba ada panggilan dari ponselku.

Aku memutar bola mataku tak suka. Bagaimana bisa disaat aku menelponnya ia malah tidak mengangkat dan ketika aku mengatakan akan makan siang bersama Sean tanpa pengawasan justru pria itu menelepon.

Sial! Aldrich dan keegoisannya

Ku angkat panggilan telepon dari pria yang super bossy.

"Ha—" belum sempat aku berbicara sudah langsung di potong oleh Aldrich.

"Kau ingin pergi bersama pria sialan itu, Ana?!"

Suara Aldrich terdengar nyaring di telingaku. Hingga membuatku menjauhkan ponsel dari telinga.

"Pelankan suara mu Al, kau bisa membuatku tuli!" Ingin sekali rasanya aku menghardik Aldrich saat ini juga. Tapi itu tidak mungkin, jika aku melakukan hal itu maka akan membuat suasana jadi semakin panas.

Ku dengar Aldrich mengerang frustasi dari seberang line.

"Untuk apa kau pergi dengannya?" Kali ini suara Aldrich terdengar lebih lembut.

"Al, aku harus segera meninggalkan Sean. Maka dengan cara ini yang bisa membuatku untuk meninggalkannya"

Aldrich menghembuskan napasnya kasar. Aku tahu saat ini Aldrich berusaha mengontrol amarahnya. Aldrich bukanlah orang yang baik dalam mengatasi emosinya.

"Baiklah. Tapi ingat Ana tidak ada sentuhan. Beri jarak tidak dari seratus meter. Tidak boleh menggunakan baju yang seperti baju pasangan. Tidak boleh saling bertatapan lebih dari tiga detik. Dan—"

"Al!" Ku potong ucapannya karena menurutku permintaan Aldrich kali ini sungguh tidak masuk akal.

"Ingat dan dengar ini secara baik-baik Ana. Kau hanya milikku dan selamanya akan tetap seperti itu. Meskipun kau akan lari dari kenyataan -kau milikku- kau tetap tidak akan pernah aku lepaskan. Aku akan membuatmu selalu berada di sampingku untuk selamanya. Camkan!"

Aldrich menekankan setiap kata dari ucapannya. Aku yang mendengar penuturannya pun seperti mendengar sebuah janji yang diucapkan kepada tuhan. Kali ini Aldrich sungguh mengerikan. Bagaimana bisa ia mengucapkan kalimat seperti itu?

Ku hembuskan napas lelah. Ya aku lelah untuk terus membantah Aldrich yang pasti tidak akan terpenuhi.

"Baiklah" balasku pasrah.

"Aku tutup dulu hon, aku masih ada pekerjaan setelah ini"

"Hati-hati Al"

"Aku merindukanmu, hon"

"..."

"Hon"

"Aku juga merindukanmu Al"

Panggilan pun terputus. Aldrich yang suka memerintahkan kehendaknya. Aku berdecak tidak suka dengan setiap tingkah laku Aldrich kepadaku. Bahkan Sean pun yang sudah lama menjadi kekasihku tidak pernah sekali pun memaksakan kehendaknya.

Aku berjalan menuju kaca di sebelah pintu Aldrich. Aku hanya ingin melihat situasi di depan. Ku intip sedikit keluar dan ternyata pengawal itu sudah tidak. Waw sungguh menakjubkan kekuasaan Aldrich itu. Mereka pergi dengan cepat. Aku harus memanfaatkan keadaan ini.


Update lagi hihihi ntar bakalan update selanjutnya ya soalnya kan udah janji juga
Jangan menghujat cerita saya ya soalnya bikin cerita itu gak semudah pake lipstik 😢 tapi bikin cerita tuh sesusah bikin doi cinta sama kita. Sulit booooorrr

Jangan lupa vote dan comment 😚😚😚

Readers 1k saya update lagi yaa

Mr. PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang