Lima

97.9K 11.1K 1.6K
                                    



"Jadi, Res?" tanya Adham yang tengah mengenakan sweater abu-abu miliknya.

"Jadi, di tempat biasa," sahut Restu santai. Cowok itu langsung memasukan buku miliknya ke tas punggung berwarna hitam. Tidak lupa ia juga mengenakan hoodie miliknya yang tersimpan dalam laci mejanya. Rambutnya ia rapikan dengan sela jari untuk meminimalisir kesan berantakan.

"Nessa ikut?" tanya Wisnu yang sedari tadi sudah siap. Diantara mereka bertiga, Wisnu memang paling rajin. Ia sudah berkemas terlebih dahulu begitu kelas dibubarkan. Sementara Adham dan Restu sibuk dengan game online-nya.

"Ada bimbingan olimpiade. Biasa lah," sahut Restu masih mencoba tenang. Cowok itu lantas menggendong tas punggungnya. Topi hitam yang tergeletak di meja ia kenakan.
Restu mengeluarkan ponsel dari sakunya. Mencoba melihat apakah ada pesan dari kekasihnya atau tidak. Ternyata tidak ada. Wajahnya sedikit murung namun bibirnya mencoba tersenyum. Sekali lagi, Restu menghela napas.

Adham dan Wisnu saling menatap satu sama lain. Mereka berdua cukup tahu apa yang Restu rasakan.

"Ganteng-ganteng sering galau," kelakar Adham lalu merangkul bahu Restu akrab seperti biasanya.

"Positive thinking aja. Nessa nggak bisa pasti ada alasannya, kan? Jangan terlalu dipikirkan. Hidup kita nggak selamanya tentang pacar," ucap Wisnu yang ikut merangkul pundak Restu. Baik Adham maupun Wisnu sama-sama berusaha menghibur Restu.

"Gue ngerti. Udah lah, kita cabut aja. Udah laper gue," pungkas Restu.

"Laper apa baper? Lo jadi cowok kan baperan banget. Oh iya, gue ikut lo ya? Nggak bawa motor soalnya," pinta Wisnu yang diangguki oleh Restu.

"Kalian ke parkiran dulu, gue mau nyamperin Nessa bentar. Mau ngabarin kalau gue pulang duluan," ujar Restu lalu melenggang keluar kelas.

Restu berjalan menyusuri koridor yang mulai sepi. Di ujung koridor ia mengambil langkah ke kanan menuju kantin. Suasana kantin masih cukup ramai. Beberapa murid nampak masih memadati meski jam sekolah sudah habis.

"Bu, air mineral sama roti," pinta Restu.

"Ditunggu sebentar mas Restu," sahut Bu kantin. Wanita paruh baya itu segera meraih kantung plastik berwarna putih dan memasukan satu botol mineral ditambah dua bungkus roti berukuran kecil.

"Sepuluh ribu, mas Restu," ucap Bu kantin seraya menyodorkan pesanan Restu.

"Tulis aja Bu. Besok saya bayar sekalian sama yang kemarin-kemarin.
Restu memang seperti itu. Ia sering hutang di kantin dan akan dibayar lunas setiap tanggal 10. Karena ditanggal itu ia baru mendapatkan kiriman uang dari ibunya. Pemilik kantin tidak pernah kesal jika Restu berhutang padanya. Berapapun Restu hutang, pasti dikasih. Beliau sudah percaya Restu pasti akan melunasinya. Bahkan kadangkala Restu memberikan bonus.

Sambil menenteng kantung plastik bawaannya, Restu berjalan sambil bersenandung pelan. Langkah kakinya terarah menuju perpustakaan tempat dimana murid yang akan mengikuti olimpiade sains berkumpul untuk mendapatkan bimbingan.

Begitu sampai di depan gedung perpustakaan, Restu berjinjit untuk mengintip melalui kaca. Ada lebih dari sepuluh murid di sana termasuk Nessa. Yang pasti murid dengan otak cerdas yang dibimbing untuk mengharumkan nama baik sekolah dengan memenangkan olimpiade tersebut.

Restu melambaikan tangan saat Nessa tidak sengaja menatap ke arahnya.
"Se-ma-ngat!" ucap Restu tanpa suara. Lebih menekankan pada kejelasan gerakan bibirnya.

Nessa tersenyum lepas membuat debaran jantung Restu sulit dikendalikan. Senyuman gadis itu memang mampu meluluhlantakkan jiwanya.

Restu mengangkat kantung plastik yang ia bawa agar Nessa melihatnya. Cowok itu lantas memberikan isyarat pada kekasihnya untuk keluar sebentar. Sebenarnya bisa saja Restu masuk, namun Restu tidak memiliki stok kesabaran lagi. Ia tahu, masuk sama dengan membiarkan dirinya menjadi bahan olokan. Apalagi ada Andra di sana. Restu tidak mau emosinya meledak saat ada Nessa di dekatnya. Ia takut itu akan mempengaruhi reputasi Nessa.

I'm Fine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang