Dua Puluh Dua

59.5K 7.3K 332
                                    

"Restu?" Si wanita yang tak lain adalah ibu kandung Restu kaget bukan main saat melihat Restu di hadapannya.

"Jadi ini pekerjaan mama?" tanya Restu dengan sorot penuh kekecewaan.

Liora melangkah mendekati putranya yang menunjukkan ekspresi kecewanya. Ia paham dan tidak akan menyalahkan Restu. Kesalahan sepenuhnya ada padanya. Liora sendiri bingung dan tidak tahu harus menjelaskan seperti apa pada putranya.

Satu langkah Liora mendekat, satu langkah pula Restu untuk mundur menjauh.
"Restu, dengerin mama," pinta Liora dengan nada frustrasi. Detik itu juga Restu berhenti melangkah mundur.

"Kebohongan apa yang bakal mama katakan? Selama ini aku tau mama boong, tapi aku pura-pura tetep percaya dan nggak mikir negatif tentang mama. Tapi nyatanya... Dia siapa ma?" Restu menunjuk ke arah pria yang berdiri di belakang Liora. Pria itu mendekati Liora lalu berbisik. Entah apa yang dibisikkan.

"Restu, ini mas Aldi calon suami mama. Dia calon papa kamu. Mama dan mas Aldi bakal nikah secepatnya."

Restu tersenyum sinis. Kedua tangannya tenggelam di saku celananya.
"Mereka masih kecil, ma. Apa tangisan mereka tadi nggak bikin kalian sadar. Mereka masih butuh sosok papa dibanding aku. Mereka nggak salah, tapi mereka yang menderita. Mereka pemiliknya tapi mereka yang mengemis meminta hak miliknya dikembalikan. Ma---"

"Restu kamu nggak ngerti apa-apa."

"Aku ngerti ma. Semuanya aku ngerti. Aku juga ngerti sakitnya mereka. Kenapa mama rebut semua kebahagiaan anak-anak itu? Mereka masih terlalu kecil untuk dilukai. Kenapa mama nggak lukain aku aja? Kenapa harus mereka? Kenapa ma?"

"Restu, mama bisa jelasin semuanya. Antara---" Liora mengurung kalimat penjelasannya saat Restu melenggang begitu saja dengan langkah cepat. Panggilannya darinya diabaikan. Restu terus saja melangkah cepat tanpa henti.

"Restu cuma butuh waktu buat memahami semuanya. Nanti kita bicarakan lagi. Mas yakin perlahan Restu bakal ngerti dan nerima mas sebagai papanya. Kamu tenang aja," ujar pria bernama Aldi seraya mengusap pundak calon istrinya.

Restu mengambil langkah cepat menghampiri Nessa dan Andra yang melihatnya dari kejauhan. Tanpa perlu menjelaskan, Restu yakin keduanya sudah pasti paham dengan apa yang telah terjadi.
"Itu mama kamu?" tanya Nessa berbasa-basi saat Restu berdiri di hadapannya.

Restu mengangguk. Cowok itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci mobilnya.
"Kayaknya gue harus pergi. Gue nitip mobil ke lo. Tolong anterin kemanapun Nessa mau pergi. Bawa Nessa balik ke Jakarta dengan selamat." Restu menyerahkan kunci mobilnya untuk Andra.

"Kamu mau ke mana?" Nessa mencekal lengan Restu untuk menahan kepergian cowok itu. Nessa tidak bisa membiarkan Restu begitu saja tanpa pamit.

"Aku nggak kemana-mana, Cebol." Restu menyunggingkan senyuman meski hatinya tengah meraung menangis keras terlampau kecewa dengan kenyataan yang baru saja ia dapatkan. Untung saja ia terlatih mengukir senyuman palsu. Jadi disaat seperti ini pun ia masih mampu tersenyum untuk menunjukkan pada kekasihnya jika ia tidak apa-apa. Ia kuat. Ia tangguh. Dan ia tidak perlu dikhawatirkan. Semuanya sudah biasa terjadi padanya.

"Nggak usah pergi, Res. Aku khawatir."

"Kamu sama Andra aja. Aku butuh waktu sendiri. Nikmati waktu kamu di sini. Aku nggak papa kok, nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Aku pamit," ujar Restu lalu melenggang pergi meninggalkan Nessa dan Andra.

I'm Fine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang