Dua Puluh

62.4K 7.5K 311
                                    

"Kapan jelasinnya Ndra?"
Pertanyaan itu sudah Restu layangkan berkali-kali pada cowok yang duduk santai di sampingnya. Rasa penasaran membuat Restu tidak bisa tenang. Ia ingin cepat-cepat mendengar penjelasan dari Andra. Namun sayangnya Andra senang sekali mengerjainya. Buktinya Andra selalu beralasan dan meminta Restu untuk menunggu sebentar.

"Gue mau tidur dulu, ngantuk banget sumpah. Capek. Nanti gue jelasin kalau udah bangun," sahut Andra lalu menutup wajahnya dengan topi milik Restu yang ia kenakan. Tentu saja itu membuat Restu bertambah jengkel. Dua jam menunggu dan sekarang harus menunggu lagi.
Sebenarnya ia bisa saja menanyakan langsung pada Nessa. Namun Nessa sudah tertidur pulas lima belas menit setelah mobil melaju. Tidak mungkin bagi Restu untuk mengganggu waktu istirahat kekasihnya.

Restu menyimpan rasa penasarannya. Saat itu bukan waktunya untuk mementingkan tentang rasa penasarannya. Ada hal yang penting lainnya yaitu membawa Nessa selamat sampai Bandung. Bertemu mamanya adalah bahagianya Nessa. Dan kebahagiaan Nessa adalah prioritas yang selalu diusahakan oleh Restu. Rasa lelah dan tidak enak badan karena hujan-hujanan tadi pagi Restu singkirkan jauh. Bukankah di depan Nessa, Restu harus selalu pasang badan kuat.

Mobil yang Restu kendarai berhenti saat lampu menyala merah. Cowok itu melepaskan jaket yang melekat di tubuhnya lalu digunakan untuk menyelimuti tubuh kekasihnya yang meringkuk di jok belakang sendirian. Tak mengapa ia kedinginan asal Nessa menemukan kehangatan. Begitulah hakekat mencintai. Ada saat dimana pasangan lebih penting daripada diri sendiri.

"Kalau nggak kuat nyetir, jangan maksa. Bilang aja ke gue, nanti bisa gantian," gumam Andra seraya mencari posisi ternyaman untuk tidur.

"Kuat kok. Lo tidur aja," sahut Restu lalu meraih kopi susu botolan yang tadi dibeli di minimarket. Ia meneguk kopi itu hingga habis untuk mengusir rasa kantuknya. Sebotol kopi susu cukup membantu. Setidaknya rasa kantuknya sudah lenyap dan ia bisa bertahan menyetir sampai beberapa jam ke depan.

Restu totalitas membantu Nessa bukan karena ingin mendapatkan pujian atau semacamnya. Namun Restu adalah orang yang pernah merasakan bagaimana rasanya saat meminta tolong namun tidak ada yang mau menolongnya. Untuk itu ia tidak ingin Nessa merasakan apa yang pernah Restu rasakan. Rasanya sangat berat bangkit seorang diri. Butuh pegangan tangan orang lain yang menguatkan. Namun dulu orang-orang terdekatnya tidak mau mengulurkan tangan untuknya. Restu dipaksa bangkit sendiri. Hingga ia berjalan tertatih-tatih.

"Suatu saat nanti jika ternyata kita harus terpisah, aku harap kamu bahagia dengan siapapun dia yang gantiin aku," batin Restu seraya tersenyum. Wajah cantik Nessa memenuhi isi kepalanya.

***

"Mama!"
Nessa berlari ke arah wanita empat puluh tahunan yang tengah duduk di atas kursi rotan yang ada di teras rumah. Wanita itu menoleh dan ekspresi terkejut terlihat begitu kentara di wajahnya.

"Nessa?" Wanita itu merentangkan kedua tangannya menyambut kedatangan putri yang sangat ia rindukan. Mereka berpelukan erat melepaskan kerinduan yang pernah mereka tahan. Pelukan nyatanya belum mampu menjadi penawar rindu. Mereka butuh waktu bersama yang lama untuk melepaskan rindu-rindunya.

"Mama apa kabar? Jangan nangis, Nessa jadi ikutan nangis," ujar Nessa selepas mengurai pelukannya. Ibu jarinya mengusap air mata yang membanjiri wajah ibunya yang semakin menua. Saat melihat wajah ibunya, penyesalan berdatangan ke diri Nessa. Waktu terus berjalan dan Nessa belum mampu membahagiakan orang yang paling ia sayangi.

"Baik dan hari ini sangat baik karena kamu. Kamu apa kabar? Udah satu tahun lebih kita nggak ketemu."

"Aku baik juga ma. Mama kok kurusan? Mama nggak sakit, kan?" Nessa bertanya untuk memastikan. Matanya menilai wanita di hadapannya yang memang terlihat semakin kurus dari terakhir kali mereka bertemu. Bukan hanya mengurus, sorot matanya juga redup, dan kebugarannya pun memburuk.

I'm Fine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang