Enam Belas

65.3K 7.3K 304
                                    

"Lo tau nggak? Gue seneng banget. Hubungan gue sama Nessa ada kemajuan. Nessa sekarang udah bisa terbuka sama gue. Tadi aja dia cerita-cerita soal bokapnya. Dari cerita Nessa, gue jadi makin semangat buat jagain Nessa. Nessa itu kuat luar dalam. Gue beruntung bisa jadi pacarnya, bakal gue pertahanin," cerocos Restu begitu bersemangat menceritakan sosok Nessa pada sahabatnya. Tak lain adalah Jesya.
Dari dulu, Jesya adalah tempatnya berbagi keluh kesah. Perihal keluarga, sekolah, dan Nessa selalu ia bagi dengan Jesya. Restu merasa lega setiap kali bercerita pada Jesya. Masalah pun akan cepat selesai dengan

"Gue seneng dengernya," ujar Jesya memaksa tersenyum. "Lebih seneng lagi kalau lo nggak cerita apapun tentang Nessa. Karena setiap kata tentang Nessa itu nyakitin gue yang terjebak friendzone," sambung Jesya dalam hati.

Restu buru-buru menelan keripik kentang yang telah ia kunyah. Ibu jari dan telunjuknya yang dipenuhi bumbu ia jilat.
"Kapan-kapan gue kenalin lo ke Nessa," ujar Restu lalu meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Ia ingin mengecek apakah ada kabar dari Nessa.

Jesya menatap lekat ke arah sahabat yang selalu menjungkirbalikkan perasaannya. Persahabatan yang sudah terjalin bertahun-tahun menjadi boomerang bagi gadis itu. Tanpa ia sadari, perasaannya pada Restu menjadi cinta. Jesya tidak tahu kapan ia mulai memiliki rasa pada Restu. Yang jelas api cemburu akhir-akhir ini sering berkobar saat Restu menceritakan tentang sosok Nessa. Namun Jesya cukup sadar dan menahan diri. Ia tak ingin persahabatannya hancur.

"Lo lagi deket sama siapa Jes? Kenalin ke gue sini. Biar gue seleksi, takutnya lo salah milih. Ujungnya sakit hati," ujar Restu tanpa menoleh ke arah Jesya. Cowok itu tengah sibuk bermain game onlinenya, Free Fire.

"Bahkan gue udah sakit hati, Res."

"Gue nggak deket sama siapa-siapa Res. Lagi nggak pengin pacaran aja."

"Ok. Kalau ada cowok gangguin lo atau siapapun itu, langsung aja lapor ke gue. Gue nggak bakalan biarin orang yang gue sayang sampai terluka."

"Sayang? Lo sayang sama gue?"

Restu menatap ke arah Jesya. Telapak tangannya mengusap puncak kepala gadis itu. Restu tampak biasa saja. Berbeda dengan Jesya yang tidak bisa bersikap biasa. Setiap kontak fisik dengan Restu, tubuhnya bereaksi terlalu berlebih.

"Jelas. Lo kan sahabat terbaik gue," sahut Restu. Harusnya Jesya tidak usah bertanya karena jawaban Restu memperjelas rasa sakitnya. Ia harusnya sadar diri akan perannya. Hanya sekadar sahabat, tidak berhak meminta lebih.

"Hahaha gue juga sayang sama lo Res," ungkap Jesya masih dengan senyum palsunya.

"Udah-udah nggak usah sayang-sayangan. Ntar lo baper, gue yang repot. Karena sampai kapanpun gue maunya kita sahabatan kayak gini."

Jesya memukul lengan Restu untuk menutupi rasa kecewa yang tengah ia rasa. Ia seperti dipaksa
"Ya gue juga maunya gitu. Gue juga nggak minat sama lo. Gue udah tau jeleknya. Kalau gue sebutin, Nessa bakalan mutusin lo."

"Hahaha jangan dong Jes. Kita kan sahabat."

"Bercanda kali Res. Gue mana tega ngelakuin itu sama lo."

"Oh iya, ntar malam gue mau malam mingguan sama Nessa. Ini hadiah karena gue udah ngerjain tugas tanpa nyontek. Ada rekomendasi tempat romantis nggak Jes?" tanya Restu. Game online-nya ia tutup agar lebih konsentrasi membahas tentang kencannya dengan Nessa.

I'm Fine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang