Sebelas

79.5K 9.1K 683
                                    

Di depan sebuah rumah yang biasa ia singgahi di kala sedang merasa lelah, Restu menghentikan laju motornya. Motornya ia parkir bersebalahan dengan motor matic merah. Sejak Restu merapikan penampilannya yang acak-acakan. Ia mengarahkan spion motornya ke arah wajah. Jari jemarinya bergerak cepat menata rambutnya yang lepek dan kusut. Dirasa sudah cukup lebih baik dari sebelumnya, Restu bergegas masuk. Kunci motor ia simpan di saku celananya sebelum ia mengetuk pintu.

"Restu? Ayo masuk," ajak seorang gadis yang membukakan pintu untuknya. Restu mengikuti langkah gadis yang sebaya dengannya. Cowok itu mengambil duduk tepat di samping gadis itu.

"Mau minum apa? Udah makan?" tawar gadis itu seperti biasa. Ia dan Restu sudah bersahabat dari kecil. Semua tentang Restu sudah ia ketahui walaupun Restu tidak pernah menceritakannya. Semua informasi ia dapatkan dari suara-suara tetangga, kebetulan rumahnya dengan rumah Restu hanya berjarak beberapa meter saja.

"Nggak usah, Jes," sahut Restu seraya melempar tas punggungnya ke ujung sofa. Punggungnya ia banting hingga jatuh ke sandaran sofa.

Jesya menatap ke arah sahabatnya yang nampak lesu. Jika seperti ini, ia sudah tahu. Pasti ada sesuatu yang membuat cowok itu seperti ini. Hanya ada tiga hal yang bisa membuat Restu seperti ini; perihal keluarga, Nessa, dan sahabatnya. Jesya bangkit dari duduknya saat melihat Restu memejamkan mata. Gadis itu melangkah menuju dapur untuk mengambil minuman. Restu memang jika ditawari sesuatu selalu menolak. Tapi jika disuguhkan langsung pasti akan dinikmati.

Gadis itu membuatkan sirup melon dua gelas untuknya dan Restu. Tidak lupa ia membawakan camilan berupa Snack yang ia beli di supermarket.

"Ada masalah apa lagi?" tanya Jesya langsung pada intinya.

"Nessa."

Jesya hanya bisa tersenyum tipis saat nama itulah yang Restu sebut untuk kesekian kalinya. Rasa iri selalu menjalar di hati Jesya setiap Restu menyebut nama Nessa.

"Nessa kenapa Res?"

Restu mendesah penuh beban. Sebelum bercerita, ia meneguk sirup melon yang Jesya.

"Dia ngecewain gue lagi. Gue tahu gue bego, pasti malu-maluin. Gue nggak suka cara Nessa ngenalin gue ke bokapnya."

"Emang gimana?"

"Nessa bilang ke bokapnya kalau gue ikut olimpiade matematika. Gimana mau ikut olimpiade, nilai raport aja nilai pas standar. Itu aja nilai belas kasihan."

"Udah denger penjelasannya? Siapa tahu ada alasan. Kayak lo mau ngelakuin sesuatu, pasti ada alesannya. Apalagi Nessa. Nessa pasti punya alasan kuat."

"Alasannya udah jelas Jes. Nessa pasti malu punya pacar goblok kayak gue. Udah ketebak!"

"Buruk sangka boleh, Res. Tapi lebih baik dengerin dulu penjelasannya daripada lo nyesel."

Restu berpikir sejenak untuk mencerna ucapan Jesya yang memang benar. Ia belum mendengar penjelasan dibalik perkataan Nessa tadi. Ia terlalu egois hingga menyimpulkan sendiri tanpa mencari kebenarannya.

"Lo bener Jes. Kayaknya gue yang salah. Makasih atas pencerahannya. Gue mau ke rumah Nessa," pamit Restu lalu meneguk sisa sirup melon miliknya sampai kandas. Begitu kandas, Restu langsung berlari keluar rumah Jesya.

"Terus bahagia Res, walaupun bukan sama gue. Gue nggak masalah kalau cuma jadi tempat singgah lo," ucap Jesya lalu mencoba tersenyum melawan gejolak di hatinya yang terluka.

I'm Fine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang