ABUN Part-8

132 17 3
                                    

Kuy dengerin lagunya~
(GAC-Berlari Tanpa Kaki)
Vote & Comment

Episode 8

07.20

Ini memasuki tahun ketigaku menjadi mahasiswa, sudah dua tahun lebih aku tamat dari sekolah, itu artinya sudah dua tahun lebih juga aku nggak ketemu Leon. aku sudah terbiasa, bahkan berhari-hari pun aku sudah mampu enggak mengingatnya, walau terkadang aku masih suka kepohin sosial medianya, sekedar mau tau gimana kabarnya sekarang, tapi aku nggak pernah sekalipun ngechat Leon atau berusaha menghubunginya, aku takut mengganggu juga takut enggak ditanggapin.

Aku enggak pernah membayangkan kalau kami semua akan berpisah seperti ini, Heliana di Aceh, Rafka di Jakarta, Leon di Padang, sedangkan aku dan Atha masih stay di Medan, tapi aku nggak tau kabarnya Atha lagi mengenyam pendidikan di Universitas mana di sini, pokoknya setelah tamat sekolah hubungan komunikasi kami dengan Rafka dan teman-temannya terputus total.

Komunikasiku dengan Heliana juga masih berjalan, tapi udah nggak seintens dulu, kami udah sama-sama sibuk. Heliana bercita-cita ingin menamatkan pendidikan dokternya tepat waktu, jadi wajar saja dia selalu menyibukkan dirinya, aku tau kenapa dia seperti itu bukan hanya karena ingin wisuda tepat waktu, tapi juga karena dia nggak mau punya waktu untuk memikirkan Rafka.

Ting...ponselku berbunyi, Notificatian WhatsApp pesan masuk dari Lea.

Lea: Nas, Kelas pak Rusdi setengah delapan kamu jangan telat.

Aku: Kok Pak Rusdi lagi?

Lea: Nggak tau ini, aku lihat jadwal dosen yang masuk hari ini Pak Rusdi, kamu udah di mana?

Aku: Masih di rumah nih, pake sepatu.

Lea: NATUSHAA....!!! udah jam berapa ini? nanti kamu diusir dari kelas.

Aku: (Cuma ngeread doang)

Dua puluh menit kemudian aku sampai di kampus, aku berlari terburu-buru memacu langkah kakiku secepat mungkin menuju kelas, tapi tetap saja aku sudah telat sepuluh menit. Aku sudah merasa ngeri saat membayangkan wajah Pak Rusdi nanti ketika memarahiku karena telat, Pak Rusdi nggak akan mentolerir keterlambatan mahasiswa walaupun semenit, biarpun begitu aku tetap memberanikan diri mengetuk pintu, mencoba peruntungan mudah- mudahan diberi izin mengikuti kelas.

"Pagi pak, maaf saya terlambat." sapaku dengan nafas yang masih terengah-engah dan menyunggingkan senyum termanis.

"Silahkan tunggu diluar." jawab Pak Rusdi menatapku tajam dari balik kaca matanya.

"Masuk boleh nggak pak? Hehehee..." tanyaku polos dan beliau hanya menatapku tajam. "Baiklah Pak." jawabku pasrah.

Aku pun berjalan dengan lunglai menyusuri lorong gedung yang masih sepi. Saat ini matahari masih belum tinggi, sinarnya menembus dari balik dedaunan pohon-pohon cemara yang rantingnya menjulur ke bawah. Langit hari ini cukup cerah, udara masih terasa lembab, aku memilih duduk di bangku taman, merenggangkan kakiku yang masih pegal karena berlari tadi, menunggu jam kuliah Pak Rusdi selesai. Aku teringat ini awal bulan april sebentar lagi kuntum pertama bunga Angsana akan mekar, ku raba ke dalam tasku pensil pemberian Leon, lalu memain-mainkannya di jariku, tiba-tiba kenangan masa sekolah dulu berputar di kepalaku, aku rindu. "Leon, Bagaimana kabarmu?" bisikku lirih.

Beberapa waktu kemudian Sam menghampiriku, mengejutkanku dari segala fikiran-fikiran tentang Leon. Sam juga membantuku banyak dalam mengabaikan Leon selama ini, ia selalu menaruh perhatian penuh kepadaku, Sam selalu ada ketika aku merasa dunia tak lagi peduli dengan apa yang ku lakukan. Sam selalu ada di setiap masa-masa terburukku, sekarang Sam bukan hanya sekedar teman bagiku, lebih dari itu.

Angsana Berbunga Untuk NATUSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang