Darkness - 08

1.1K 58 2
                                    

I'm your nightmare, babygirl.

•••

Joo Airin hanya diam membatu, tak mampu untuk mendekat ataupun mengambil inisiatif untuk menjauh. Kedua kakinya sama sekali tak mau menuruti perintah otaknya. Ia seperti ditahan oleh sesuatu. Sesuatu yang kuat namun tak kasat mata.

Ia menelan air ludahnya, berkali-kali. Walau dia tahu, tindakannya ini sama sekali tak berguna. Kerongkongannya masih terasa kering. Tidak, ini bukan karena ia kehausan. Atau karena hal lain yang sifatnya sepele seperti kelelahan karena kegiatan fisik yang ia jalani tadi saat jam olahraga di sekolah.

Semua yang terjadi pada tubuhnya. Penyebabnya lebih dari yang kalian bayangkan.

Potongan-potongan tubuh berserakan, percikan darah mewarnai lantai dengan warnanya yang merah pekat, pekikan rasa sakit dan penderitaan yang begitu menyakitkan bila terdengar. Semua yang Airin benci, ada dihadapannya sekarang.

Tanpa Airin sadari, kedua matanya mulai memanas. Kedua matanya telah tergenang oleh air matanya sendiri. Isakan pedih meluncur mulus dari bibir mungilnya. Tak lama, tangisnya pun pecah.

Tangisan yang sontak menghentikan kegiatan seseorang yang sangat ia kenal. Seseorang yang selama ini Airin anggap sebagai pangeran berkuda putihnya. Orang yang selalu ada disisinya. Sandarannya disaat dirundung kesedihan.

Dia, Kim Jong Dae. Pria yang sangat Airin cintai dengan segenap hatinya. Dulu.

"Airin, apa yang kau lakukan disini?"

Airin tak mengerti. Kenapa dia masih bisa tersenyum lebar setelah apa yang telah ia lakukan tadi. Apa dia tak sadar jika seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya itu dipenuhi oleh noda darah yang begitu pekat? Apa dia tak sadar jika salah satu tangannya memegang benda pipih nan tajam yang bisa melukai apapun?

Apa dia tak sadar, jika semua yang ia lakukan membuat Airin menghadapi rasa takut yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Airin, kenapa tubuhmu bergetar, hm? Sini biar Oppa peluk."

"O-Oppa, don't …" Airin mengerahkan seluruh tenaganya, mendorong dada bidang pria itu guna melepaskan pelukan eratnya. Tapi, usahanya tak membuahkan hasil. Malah, pelukan pria itu semakin erat seiring berjalannya waktu.

"Sstttt! Tak ada yang perlu kau takutkan, sayang. Tak ada lagi yang bisa menyakitimu."

Dia mengelus puncak kepala Airin dengan penuh kasih sayang. Mendaratkan kecupan manis di puncak kepala gadis itu. Samar-samar, ia tersenyum. Dia lega sekaligus bahagia. Sekarang, tak ada lagi yang bisa mengusik kehidupan gadisnya. Ia sudah menyingkirkan mereka semua. Mengirimkan mereka ditempat yang seharusnya.

"Hiks … Hiks … Lepaskan! Pembunuh!" Airin terisak, "Aku mohon lepaskan aku! Hiks …"

"Apa yang kau katakan, sayang?" tubuh Airin meremang, hembusan nafas yang membelai area lehernya seakan menghantarkan aliran listrik ribuan volt pada tubuhnya.

Selalu saja seperti ini. Pria itu selalu berhasil membuat hatinya luluh dalam hitungan detik. Apapun yang dia lakukan dan apapun yang ia katakan. Airin tak dapat menolak pesonanya.

"Aku bukan pembunuh, Airin." jeda sejenak, dia menarik nafas dalam sebelum melanjutkan ucapannya.

"Aku hanya tak mau gadis yang kusayangi menangis karena ulah mereka."

Ya, dia adalah pria termanis yang pernah ia temui dalam hidupnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ya, dia adalah pria termanis yang pernah ia temui dalam hidupnya. Sekaligus, pria yang akan menjadi bayangan hitam dalam hidupnya.

Seumur hidupnya.

.
.
.
.
.

END

Darkness ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang