Darkness - 10

1K 52 2
                                    

I'm your nightmare, babygirl.

•••

Gadis bersurai hitam itu terus berlari, menyeret kakinya tanpa memperdulikan rasa sakit yang masih kentara menyerang area kakinya. Untuk gadis muda berperawakan mungil seperti Kim Eunhaa, luka gesekan ini sudah cukup menyakitkan. Tapi, Eunhaa berupaya untuk tak memperdulikan semua itu. Ia terus berlari, menyusuri rimbunnya hutan.

Eunhaa menyempitkan matanya, suasana hutan yang sedikit berkabut membuat perjalanannya sedikit terhambat. Apalagi, ia tak tahu apa yang akan ia hadapi kelak. Eunhaa merintih kesakitan saat lengannya tak sengaja bergesekan dengan duri-duri besar yang tumbuh di sekitar tanaman liar yang tumbuh menjulang.

Perlahan tapi pasti, Eunhaa berhasil melewatinya. Sejenak, Eunhaa menoleh kebelakang, memastikan sesuatu. Memastikan bahwa 'dia' telah hilang dari pandangannya. Seutas senyuman tercipta dibibir Eunhaa.

Baguslah, mungkin ia bisa beristirahat walau sebentar.

Sraakk!

Sraakk!

Sraakk!

Tapi, harapan Eunhaa pupus sudah saat mendengar sesuatu dari arah semak belukar. Dia menelan ludahnya dalam-dalam lalu mengambil langkah cepat. Otaknya tak mampu berpikir jernih. Yang Eunhaa pikirkan hanya satu. Apapun yang terjadi, ia harus selamat.

"Aakh!" malang nasib Eunhaa, kakinya tersandung akar pohon yang membuat gadis mungil itu hilang keseimbangan dan akhirnya jatuh menghantam tanah.

Brak!

Eunhaa berusaha untuk bangkit. Namun, apa daya. Tubuhnya sudah mencapai ambang batas. Sudah lebih dari 20 menit ia menyusuri hutan seorang diri. Menghadapi rintangan yang tak pernah bosan menghampirinya. Eunhaa sekarang bukanlah Eunhaa yang dulu. Sekarang, ia tak lebih dari sampah. Salahkan kedua orang tuanya yang tega menelantarkan hidupnya.

Eunhaa tak dapat berlari lagi. Eunhaa ingin menumpahkan semua kegundahan hatinya. Walau hanya dengan tangisan.

Tap! Tap! Tap!

Suara tapak kaki itu semakin jelas terdengar olehnya. Tubuh gadis mungil itu reflek menegang hebat. Ia mengangkat wajahnya dan memalingkan wajahnya ke arah belakang.

Kedua mata Eunhaa meredup, ia menggigit bibir bawahnya, menahan isakan yang hampir saja lolos dari tenggorokannya. Seharusnya, ia sudah tahu. Lambat laun dia pasti menemukannya. Apapun yang Eunhaa lakukan untuk lepas dari jeratan iblis itu. Semuanya akan berakhir sia-sia.

"Tu-tuan …"

"Hei, manis. Larimu cepat juga ya?" Eunhaa dapat melihat dengan jelas senyuman yang terpatri di bibirnya. Bagi jutaan wanita diluar sana, mungkin saja mereka sudah jatuh dalam pesona iblis ini. Tapi, tidak bagi Eunhaa. Senyuman iblis berwajah rupawan ini hanyalah tipu muslihat. Senyumannya hanyalah topeng guna menutupi siapa dia yang sebenarnya.

"Mereka sampai harus berpencar demi mencari gadis kecil sepertimu." ia tertawa, "Tapi, untung saja. Kau sudah aku tandai." ucapnya santai.

Dia jahat. Dia iblis. Kata-kata itulah yang selalu ia dengungkan dikepalanya.

Eunhaa membalikkan posisi tubuhnya, menatap waspada tubuh tegap pria dihadapannya.

Dia, Kim Suho. Pria yang membelinya hanya dengan secarik kertas dengan nominal yang menggiurkan. Seharusnya, dengan harta yang berlimpah ruah seperti itu. Dia mampu menyewa wanita penghibur untuk memuaskan nafsunya. Tapi, ia malah memilih gadis muda yang tak memiliki pengalaman apapun seperti dirinya. Melampiaskan nafsu bejad yang mungkin selama ini ia tutupi dibalik topengnya.

Perlahan, dia mendekati Eunhaa. Ia bersimpuh, memposisikan tubuhnya agar sejajar dengan Eunhaa. Eunhaa yang awalnya hanya diam tiba-tiba tersentak saat dia mengelus lembut permukaan kakinya. Lebih tepatnya mengelus area kakinya yang tampak memerah akibat luka yang ia derita tadi.

"Tu-tuan, tolong hentikan." lirih Eunhaa. Walau pria itu menyentuhnya dengan lembut. Tapi, sensasi perihnya masih begitu terasa.

"Coba lihat kakimu ini, Eunhaa. Cik cik cik! Sampai luka begini." ia menggeleng, menatap luka Eunhaa dengan raut sendu. Selang beberapa menit, dia menunduk sebentar lalu memperlihatkan kilat kemarahannya pada gadis itu.

"Ini sudah yang kedua kalinya kau lari dariku, Kim Eunhaa." tangan besar pria itu terangkat, menyentuh dagu mungil Eunhaa, memaksa Eunhaa yang sedari tadi menunduk untuk membalas tatapannya.

" tangan besar pria itu terangkat, menyentuh dagu mungil Eunhaa, memaksa Eunhaa yang sedari tadi menunduk untuk membalas tatapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kau ingin aku mematahkan kakimu?"

"Ti-tidak, aku mohon jangan." Eunhaa menggeleng kuat, dadanya terasa sesak, "Ma-maafkan aku, Tuan."

Tangis Eunhaa semakin menjadi-jadi. Berkali-kali ia memohon ampun kepada pria itu. Walau terdengar datar dan dingin. Tapi, ancaman yang ia layangkan pada Eunhaa langsung membuat nyali gadis mungil itu ciut. Satu hal yang harus kalian ketahui.

Dia tak pernah main-main dengan ucapannya.

.
.
.
.
.

END

Darkness ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang