Jika jatuh cinta bisa membuat setiap orang merasa hidupnya lebih berarti, maka hal tersebut juga di rasakan Anisa kali ini. Belakangan ini Anisa jadi lebih sering tersenyum. Masalahnyapun sepele, ia tersenyum hanya karena memandang foto Alfa di ponselnya, Anisa sengaja menyimpan foto Alfa yang ia dapatkan di grup kelasnya.
Pada waktu itu salah satu temannya yang sengaja mengirim gambar itu, hasil dari foto bersama mereka. Yang ia simpanpun hanya foto-foto Alfa yang tampak sedang berpose dengan kamera yang memotretnya dari belakang. Memamerkan gingsulnya yang seakan-akan menambah kesan manis baginya.
Anisa segera menyimpan ponselnya, karena Daffa menghampirinya untuk duduk di samping kursi Anisa yang kosong. Daffa berbincang-bincang dengan Ridho dan juga Alfa yang duduk di belakang bangku Anisa. Alfa memang duduk di belakang bangku Anisa.
Perasaan ini juga tumbuh karena hal sepele sebetulnya. Anisa termasuk Anak yang tertutup memang. Ia bahkan tidak begitu terbuka dengan keempat temannya di kelas. Waktu itu Alfa yang sedang mengumpulkan buku di depan meja guru, tidak sengaja menatap Anisa dengan tatapan datarnya. Anisa yang kebetulan sedang mendongakkan kepalanya tiba-tiba tatapan mata mereka beradu. Anisa bahkan langsung gelagapan karena hal itu. Dan semenjak hari itu, entah kenapa semua tentang Alfa ingin ia ketahui. Mungkin bisa juga di sebut cinta pada pandangan pertama.
Dan sekarang yang bisa ia lakukan hanya menatap kosong buku-buku bertumpukan di meja guru. Pikirannya tidak berjalan seperti apa yang dilihatnya, karena kini ia sedang memikirkan seseorang yang selama ini mengganggu pikirannya. Pikirannya melayang, dan lagi-lagi ia membayangkan tentang Alfa.
Sekitar dua minggu sudah ia bersekolah di SMK Garuda ia tidak banyak mengenal satu persatu teman sekelasnya, Anisa memang tidak pandai bersosialisasi. Hanya keempat teman perempuannya dan Alfa yang ia kenal. Sebenarnya Alfa pun tidak begitu ia kenal, ia bahkan tidak pernah bertegur sapa dengannya. Ia sempat mendengar nama Alfa dari salah satu temannya
Soal Alfa. Dia memang salah satu siswa yang memiliki wajah manis, dan style yang terbilang trendy. Bukan hanya Anisa yang mengagumi Alfa, banyak juga perempuan di luar sana yang mengagumi paras Alfa, tapi tentu Anisa tidak pernah menyatakan perhatian serta cintanya secara blak-blakan. Ia hanya memendam semuanya sendiri. Mencintai Alfa seorang diri adalah pilihan Anisa.
“Lagi ngapain nis, lo keliatan senyum-senyum sendiri gitu.” Daffa yang sedari tadi duduk di sebelah Anisa mulai berkomentar dengan sikap aneh Anisa.
“Eh gak papa kok. Ini gue mau buat sesuatu. Iya bener sesuatu. Lo ada gunting gak?” Anisa segera mengalihkan pembicaraan. Sambil sesekali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Gak bawa gue. Lo coba nanya sama Alfa deh, biasanya di bawa terus.”
Mampus gue gak bisa tatapan langsung.
“Haah? Alfa ya? Duh dia duduknya di mana gue gak tahu. Lo tanyain dong Daf, plis ya?” ucap Anisa memelas.
Alfa yang berada di belakang Anisa segera menoleh ketika mendapati namanya dipanggil.
“Ada apa?” Alfa menatap Anisa lalu beralih menatap Daffa.
Ya tuhan jantung gue mau copot kalau harus tatapan langsung gini sama dia.
“I...itu Al, lo ada gunting nggak?” Anisa segera mengedarkan pandangannya ke lantai berharap dengan ini Alfa tidak melihat kalau dia sedang salting.
"Tunggu gue cariin.” Alfa segera berbalik dan meraih tasnya lalu mencoba mencari sesuatu di dalam sana.
Anisa segera membuang nafas kasar, rasa-rasanya Anisa tidak bisa bernafas normal sedari tadi.
“Hey. Guntingnya gaada, yang ada cuma ini doang.” Alfa membuka telapak tangannya. Terdapat sebuah jangka di genggaman lelaki itu.
“Jangka?” Anisa menatap jangka tersebut dengan tatapan bingung.
“Iya. Kalau lo bener-bener kreatif lo pasti bisa deh ngegunain ini sekalipun tanpa gunting."
Ah melting gue bang.
Perlahan-lahan jantung Anisa mulai berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Entah kenapa perkataan Alfa seperti membangkitkan sesuatu dari diri Anisa. Sebuah motivasi untuk melakukan sesuatu.
Anisa meraih jangka tersebut dari genggaman Alfa. Ada binar bahagia dari diri Anisa.
Tanpa pikir panjang lagi Anisa segera duduk kembali di bangkunya. Bangku yang semula sangat membuat Anisa bosan, entah kenapa sekarang menjadi sesuatu yang sangat Anisa butuhkan untuk melakukan sesuatu.
Anisa mulai mengeluarkan kertas, pensil, penggaris dan juga jangka dari Alfa. Caranya kini sangat berbeda dari biasanya, ia memotong menggunakan jangka, cara kerjanya hampir sama seperti ia menggunakan silet atau cutter pada umumnya. Ia hanya mengfungsikan ujung jangka yang tajam sebagai pemotong kertas. Cukup sulit pada awalnya, tapi lama kelamaan Anisa sudah terbiasa menggunakannya.
“Pffth akhirnya selesai juga kerjaan gue.” Anisa mengusap keringatnya yang sejak tadi menetes. Ia menatap puas akan apa yang sudah di buatnya.
“Lo buat apaan?” Alfa yang sejak tadi berdiri tepat di belakang Anisa mulai bertanya.
“Bukan apa-apa kok.” Anisa segera menyimpan karyanya barusan di kolong mejanya.
“Liat dong, gak papa dih gausah malu.”
“Jangan, maap.”
Alfa segera menarik kursi kosong di sebelah Daffa lalu menariknya di depan meja Daffa. Kakinya ia taruh di atas meja. Yang segera mendapat depakan dari Daffa. Ia lalu mengambil satu lagi kursi kosong yang ia gunakan sebagai tumpuan kakinya. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan bermain game kembali.
Daffa segera menarik kertas yang berada di genggaman Anisa, Anisa segera memejamkan matanya. Ia sangatlah pemalu apa lagi jika kali ini di sampingnya ada Alfa.
“Wih... ini lo sendiri yang bikin nis?” Daffa bertanya dengan takjub.
Bagaimana tidak, sebuah pop up 3D berbentuk hati baru saja di buat dengan tangan mungil Anisa. Dan lebih anehnya lagi ia membuat ini semua dengan bantuan dari sebuah jangka sebagai alat potongnya.
Alfa berhenti memainkan ponselnya dan beralih menatap benda yang kini berada di tangan Daffa. Anisa pasrah jika karya jeleknya harus di lihat Alfa. Bagaimana kalau setelah ini Alfa akan menertawai pop up tersebut?
“Ini yang lo buat tadi? Eh ini bagus loh. Gimana bisa lo buat hati bentuk 3D gini?” ada binar kekaguman di mata Alfa.
Anisa perlahan membuka matanya. Apa yang ia pikirkan berbanding terbalik dengan sebenarnya yang terjadi. Ia menatap lamat-lamat wajah Alfa yang kini tampak tersenyum sembari memegang pop up 3D milik Anisa. Ia sangat menyukai kegiatan ini, bisa memandang Alfa ketika tersenyum dan penyebabnya adalah karena dirinya.
“I...iya itu gua tadi yang buat pakek jangka yang lo pinjemin.”
“Gua pinjem sebentar ya?”
Tanpa di sangka-sangka ternyata Alfa memotret pop up 3D dari kamera ponselnya. Hal itu lantas membuat semburat merah di pipi Anisa.
Anisa segera beranjak dari tempat duduknya. Ia kembali bergabung dengan keempat teman-temannya. Jika ia terus berada di situ, Anisa tidak yakin ia bisa menutupi rasa saltingnya.
Ayaya baru pertama kali nyoba ngpublish nih, baru PD sekarang sih. Tolong vote dan coment ya kak. 😘😘😘😘
Saran dari kalian bermanfaat banget buat tulisanku kedepanya.
Muah muah💟💟💟Tunggu part selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfa & Anisa
Teen FictionKatanya syarat mencintai Alfa harus cantik dan harus fashionable banget. Lalu bagaimana jika Anisa mencalonkan diri buat jadi pacar Alfa? Dia gak cantik, gak kaya, gak pinter dan pakaian juga seadanya intinya gak ada yang seujung kukupun sama...