Keping Kesembilan

70 2 0
                                    

Anisa POV-

Dalam hidupku, aku paling benci dengan namanya pemaksaan, tapi terkadang aku terkungkung oleh keadaan dimana tatapan iba teman-temanku membuat aku terpaksa melakukan apa yang dimintanya. Seperti sekarang, aku di paksa untuk ikut berfoto bersama mereka, dengan alasan "Agar ada kenangan di kelas sepuluh." baiklah aku mulai memberikan pose terbaikku ketika kamera SLR Daffa mulai membidik foto kami. Dengan senyum yang kupaksa, aku mengikuti kemanapun mereka menentukan spot-spot foto yang menurutnya indah. Hari ini, di saat istirahat pertama berlangsung kami sibuk berpose layaknya model papan atas yang fotonya akan segera di pajang sebagai sampul majalah.

Ah sudah beberapa menit berlalu, aku mulai lelah dengan semuanya. Karena ingin menghindar dari paksaan mereka, aku akhirnya segera keluar dengan alasan ingin ke kamar mandi sebentar, cukup klise tapi yang penting aku ingin menghindar dari kicauan mereka.
Di depan kelas sendiri berdiri banyak teman cowok sekelasku yang seakan-akan menutupi jalanku untuk kabur dari teman-temanku. Akupun akhirnya harus melewati mereka satu persatu, aku sedikit membungkukkan tubuhku sambil lalu berkata "Permisi."

Satu persatu dari mereka mulai memberikan jalan. Saat sudah hampir keluar dari kelompok itu tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang yang menjambak rambutku sangat keras sampai-sampai ikatan rambutku terlepas karenanya. Aku meringis memegangi rambutku yang terasa sangat sakit, lalu menolehkan kepalaku menghadap orang itu.

"Ah lo lagi, minggir sebentar gue mau kabur." aku mendengus memandangnya, senang memang senang karena tahu yang melakukannya adalah Alfa, tapi jelas berbeda, saat ini posisiku harus benar-benar segera lari dari kejaran teman-temanku.

"Gimana, udah sakit belum sekarang?" ucap Alfa tepat di telingaku.

"Iya udah sakit, yaudah cepet lepasin gue buru-buru."

Alfa langsung melepas cengkramanya di rambutku. Ah kali ini dia tidak main-main dengan ucapannya, sakitnya sampai di bagian kepalaku terasa cenut-cenut. Ternyata Alfa memang benar mengabulkan janjinya. Aku tersenyum mengingatnya setidaknya Alfa kembali mau berinteraksi denganku. Tapi yang jelas aku harus lari sekarang sebelum teman-temanku menyusulku ke kamar mandi.

"Tadi sih niatnya gue mau ikut lo ke kamar mandi. Tapi lo udah keburu pergi, eh pas gue tanyain lo ke temen-temen di luar gak ada yang tahu tadi lo larinya kemana, yang tahu cuma Alfa terus dia nunjukin arah lo pergi." ucap Dara.

"Eciee... Alfa berati dari tadi merhatiin lo ya, ehem di perhatiin doi nih." Rara tertawa mengejek.

"Eh apaan sih, tadi itu soalnya Alfa sempet-sempetnya narik rambut gue pas gue mau ke kamar mandi ya mungkin karena itu kali dia tahu gue mau kemana." Anisa tersenyum menampilkan semburat merah di kedua pipinya.

"Lah udah main jambak-jambakan nih ya sekarang." Talita memanyunkan bibirnya menggoda Anisa.

"Lah." Anisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil di selingi senyuman bingungnya.

"Iya bisa-bisanya gitu ya kita nanyain lo dimana yang jawab cuma Alfa doang." Dara mencebikkan bibirnya.

"Udah ada kode nih." Rara menggoda Anisa sambil tersenyum jahil.

Anisa menggelengkan kepalanya sambilalu menutupi wajahnya dengan tas yang ia gunakan untuk menutupi pipinya yang merah. Ia sangat malu, bagaimana bisa Alfa memperhatikannya begitu detail sampai ia tahu di mana kepergian Anisa selepas itu atau hanya Anisa yang terlalu PD?

"Yaudah ayo masuk ke kelas, kelasnya juga udah di buka."

Aku melangkah masuk diikuti beberapa teman-temanku. Seperti biasa, mereka mengambil tas yang ada di dalam kelas, lalu segera pulang. Beberapa di antaranya memillih untuk tetap tinggal, contohnya aku dan juga keempat teman-temanku yang lain, kami memilih untuk tetap berada di kelas. Pasalnya di luar sangatlah panas. Ada sebagian dari teman-temanku yang lain yang berada di sana selain keempat teman-temanku tadi. Alfa juga masih di sana, karena Hakim, temannya masih ada di sana.

Alfa & AnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang