-Anisa POV-
Aku duduk di atas mejaku. Menikmati suasana kelas yang ramai dengan sebuah alunan musik yang menyumpal telingaku sekarang. Aku berbeda dengan anak-anak di luaran sana yang kemungkinan menyukai lagu-lagu luar yang sedang populer sekarang. Aku justru lebih menyukai beberapa lagu dari dalam negeri akan tetapi yang mempunyai ritme nada slow karena bagiku menyukai produk buatan negeri sendiri lebih baik, dan itu terkadang menjadi bahan tertawaan teman-temanku. Di sangkanya aku kolot atau tidak kekinian, sebenarnya aku juga tahu tentag beberapa lagu luar. Karena di beberapa kesempatan, aku suka sekali mendengarkan radio dan terkadang salah satu salurannya beberapa kali menyetel lagu luar, mungkin hanya telingaku saja yang lebih cocok kugunakan untuk mendengarkan lagu indonesia.
"Hei, boleh duduk sini juga gak?"seseorang menyentuh bahuku dari arah samping.
Aku menaruh kembali earphone yang beberapa menit lalu bertengger di telingaku, lalu menaruhnya di saku seragamku.
"Iya silahkan." Ucapku pada orang itu.
"Hm kata lo, yang tadi malem itu bener?" Tanyanya.
"Yang mana?"
"Yang lo curhat itu tadi malem." jawabnya sambil meremas-remas botol yang kini berada di genggamannya.
"Yang bagian mana sih Al?"
"Yang katanya mantan lo ngebuang pop up 3D bentuk hati itu pas lo buatin dia kayak gitu." tanyanya perlahan.
"Oh itu. Emang bener sih, pas waktu itu gue gak tahu salah gue di mana, gue cuma pengen ngasih dia tulus tapi dia malah di buang kayak gitu, lo tahu gue buatnya selama apa?"
"Apaan." Kini Alfa menggeser tubuhnya sedikit menghadap kearahku.
"Gue ngebuatnya sih pas jam belajar gue waktu masih di asrama. Ya kebetulan sih waktu itu gue lagi males-malesnya belajar, jadi yaudah selama satu jam penuh gue gunain waktu buat pop up itu, sialnya malah di buang." ujarku sambil tersenyum kecut.
"Coba lo kasih sendiri kan enak." Alfa menatap langit-langit kelasnya sambil menyanggah tubuhnya dengan kedua tangannya dan tersenyum penuh arti.
"Terus? Ngebiarin gue ngelihat gimana cara dia buang itu di hadapan gue gitu?" ucapku sambil mendengus sebal.
"Bukanlah, ya setelah lo kasih pop upnya terus lo lempar deh tuh pop up ke mukanya, kan impas." ucapnya sambil mempraktekkan bagaimana kalau seandainya ia benar-benar membuang benda itu ke mukanya.
Aku hanya tertawa melihat Alfa sedikit lebih mengasyikkan dari biasanya.
"Yaudah lah kan udah berlalu juga."
"Iya sih lo bener."
Lalu beberapa detik setelahnya kita hanya diam sambil menatap ke arah sepatu kami masing masing, suasana menjadi canggung hanya terdengar suara-suara teman-teman sekelas kami yang sedang sibuk mengobrol bersama teman-temannya. Akan tetapi luka di hatiku perlahan-lahan mulai sedikit terasa ringan. Mungkin karena aku telah menceritakan luka itu kepada orang lain. Dulu memang tidak ada yang tahu bahwa aku benar-benar sakit hati oleh perlakuannya, aku hanya menyimpannya rapat-rapat, dan entah bagaimana caranya Alfa bisa membuatku bercerita seakan memang sudah tidak ada luka apa-apa lagi di hatiku.
"Lo pernah gak dalam hidup lo, lo ngerasa kalau lo itu bukan anak dari orang tua lo, karena muka lo emang agak ada kemiripan sama sekali sama mereka." Tanya Alfa memecah keheningan.
"Hah? Gak sampek ke situ sih pemikiran gue, tapi kadang sih gue cuma gak suka aja kalau mereka lebih berat sebelah ke kakak gue ketimbang gue sendiri, cuma itu sih gak sampek kepikiran yang kayak begitu. Emang kenapa? Lo pernah gitu ya?" kini aku yang balik menatap matanya yang saat ini sedang menunduk sambil menyunggingkan segaris senyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfa & Anisa
Teen FictionKatanya syarat mencintai Alfa harus cantik dan harus fashionable banget. Lalu bagaimana jika Anisa mencalonkan diri buat jadi pacar Alfa? Dia gak cantik, gak kaya, gak pinter dan pakaian juga seadanya intinya gak ada yang seujung kukupun sama...