Seven 🌖

1.1K 140 15
                                    

[ 538 Words ]

***

Hari ini terasa berbeda. Biasanya, setiap pagi Yoongi akan menunggunya sampai ia masuk kelas lalu mengobrol dan pergi saat pelajaran pertama akan dimulai.

Tanpa suara ceria Yoongi, hidup Jihyo seakan asing karena ia terlanjur merasa nyaman dengan kehadirannya. Namun sekarang, Jihyo hanya melihat sebuah pesawat kertas saja di atas mejanya.

Tanpa melihat isinya pun, Jihyo sudah yakin kalau Yoongi lah yang membuatnya.

Jihyo mengambil pesawat kertas itu lalu memasukkannya ke kolong bangku begitu saja—tanpa berniat untuk membaca pesan di dalamnya.

Ia masih merasa kecewa karena Yoongi tidak menepati janjinya untuk datang ke bukit belakang sekolah saat itu.

"Jihyo kenapa kau masih disini? Yoongi sudah menunggumu di luar sejak tadi," ucap Hyejin, teman sekelasnya.

"Aku sedang tidak ingin menemuinya."

"Kenapa? Kalian bertengkar?"

Jihyo hanya menggeleng lemah sebagai jawaban.

Ia melipat tangannya di atas meja lalu menjadikannya sebagai tumpuan untuk kepalanya. Kepalanya tiba-tiba terasa berat. Jauh di lubuk hatinya, Jihyo ingin bertemu Yoongi dan menanyakan alasan kenapa pemuda itu tidak datang saat itu, namun rasa kecewanya lebih besar daripada rasa rindunya.

Sampai bel pulang sekolah berbunyi, barulah Jihyo menyadari kesalahan fatalnya. Sebuah ambulan baru saja pergi ke rumah sakit, setelah membawa seorang siswa yang di kabarkan pingsan dan meninggal di tempat.

Awalnya, Jihyo tidak begitu memedulikan itu, namun saat teman sekelasnya memberitahu kalau siswa yang ada di ambulan itu adalah Yoongi, Barulah Jihyo merasa seolah hidupnya berhenti untuk sesaat.

Raganya langsung mencoba mengejar ambulan itu sambil meneriakan nama Yoongi dengan putus asa. Air matanya membanjiri wajahnya yang pucat, mulutnya terus meracaukan kata maaf berkali-kali hingga tenggorokannya terasa kering.

Sebagian siswa yang menyaksikan itu hanya menatapnya prihatin, namun ada sebagiannya lagi  yang mencoba menenangkannya.

Terlambat, semuanya sudah terlambat. Yoongi sudah berada dipelukan sang ilahi dan meninggalkan dunia ini. Yang tersisa hanyalah kenangannya bersama Yoongi, juga rasa penyesalan yang amat mendalam.

Yoongi menghembuskan napas terakhirnya saat menunggu Jihyo.

Tempo lalu—-tepat saat Jihyo menunggu Yoongi di bukit belakang sekolah—-Yoongi kritis. Yoongi menderita penyakit Melanoma.

Bodoh! Pantas saja kulitnya terlihat sangat putih dan pucat! Seharusnya aku menyadarinya sejak dulu!

Seharusnya, Jihyo tahu itu lebih awal karena dengan begitu, ia tidak akan membiarkan Yoongi untuk menunggunya seharian di luar sana.

Yoongi baru sadar tadi pagi tapi ia langsung memaksakan pergi ke sekolah karena ingin bertemu dengan Jihyo untuk terakhir kali. Namun karena rasa egonya yang tinggi, Jihyo membiarkan Yoongi terus menunggunya bahkan ditengah panas terik matahari—yang seharusnya sangat dihindari Yoongi.

Jihyo menyesal, sangat-sangat menyesal. Untuk kedua kalinya, Jihyo harus kehilangan orang yang dicintainya.

Ya, Jihyo mencintainya. Itu sebabnya ia datang lebih awal saat menunggu Yoongi di bukit belakang sekolah, supaya ia dapat mempersiapkan diri untuk mengungkapkan perasaannya.

Tapi semuanya sudah terlambat.

Inilah alasan Jihyo, mengapa  menghabiskan hidupnya sendiri tanpa ingin ada orang lain di sekitarnya. Karena ia tahu, akan sakit rasanya bila ditinggalkan oleh orang yang terlanjur memiliki arti sendiri dalam hidupnya.

***

Fyi, Melanoma itu semacam kanker kulit yang disebabkan karena sering terpapar sinar ultraviolet (but gk semua orang yang terpapar sinar UV menderita penyakit ini ya) salah satu faktor yang meningkatkan kemungkinan terjangkit melanoma adalah berkulit putih pucat dan memiliki banyak tahi lalat.

So, kita semua tahu kalo kulit Yoongi itu putih banget😂 tapiii jangan sampai uri yoongi ngalamin penyakit ini😢

[ ini hanya cerita ya guys jangan baper, ok? ]

Oh ya, besok udh epilog ya guys :)

Yoonghyongies✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang