03. That should be me

1.1K 58 2
                                    

Koridor sekolah nampak lengang di pagi hari. Hanya ada beberapa siswa yang terlihat berlalu-lalang. Kesunyian ini lah yang dimanfaatkan Anna yang sengaja datang pagi. Ia berjalan menelusuri koridor dengan headset menggantung di kedua telinganya.

Ada banyak hal yang bersarang di kepalanya, mengantri untuk dipikirkan. Kejadian di rumahnya kemarin salah satunya. Saat Bastian mengatakan bahwa ia mencintai Lily. Ya Tuhan, dia bahkan baru mengenal Lily 3 hari yang lalu. Kenapa Bastian harus mencintai orang yang baru dikenalnya? Kenapa tidak orang yang sudah ada lama dalam hidupnya? Anna, misalnya?

Anna mengerjap. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Apa yang baru saja dipikirkannya tadi? Tidak mungkin dia berharap Bastian mencintainya. Aish, mengapa pula ia harus mencintai sahabat bodohnya itu? Player, pula.

Sebuah tangan menepuk pelan bahu kanan Anna, membuyarkan segala lamunan kacau dalam pikirannya. Ia menoleh dan mendapati Iqbaal tengah menatapnya sambil tersenyum. "Hai," sapa Anna, membalas senyuman temannya.

"Kenapa kau datang pagi?" Iqbaal menengok kanan kiri, memastikan tidak ada Bastian di sekitar. "Si keriting tidak ada?"

Anna melepas kabel headset kanannya, ikut menolehkan kepala. "Kenapa juga di harus ada?"

Iqbaal berhenti mencari, ia menatap Anna sambil tersenyum. "Betul juga. Kau sudah sarapan?"

Setelah menjawab dengan gelengan, kedua remaja itu pun berjalan bersama menuju kantin.

"Kau sudah tahu?" Tanya Anna tanpa menatap lawan bicaranya, ia sibuk menggulung mie dengan garpunya.

"Tahu apa?"

"Bastian dengan Lily."

"Belum."

"Mereka jadian."

"Oh."

Anna berhenti menggulung. Ia menegakkan duduknya, menatap Iqbaal lurus yang dibalas tatap juga beberapa saat kemudian. "Oh? Hanya itu?"

Iqbaal mengendikkan bahu, lalu menyeruput minumannya perlahan. "Aku tak merasa perlu berkata hal lain."

"Bastian berkata dia mencintainya."

"Lalu?"

Anna terdiam. Betul, lalu kenapa? Apa masalahnya kalau Bastian memang mencintai Lily? Ah, kenapa hidupnya menjadi rumit?!

"Kau tak terima?"

Pertanyaan dari Iqbaal mengejutkan Anna. Dengan cepat--terlalu cepat, malah--Anna menampik. "Tentu saja tidak! Eh, maksudku aku tidak menolak. Ya artinya aku terima. Kenapa aku harus tak terima? Memangnya dia siapa? Terserah dia mau mencintai siapapun, bukan urusanku kan?"

Iqbaal mengangguk-angguk. "Kau cemburu?"

"Tidak. Kenapa harus?"

"Wajahmu mengatakan sebaliknya."

"Wajahku tidak bisa berkata apa-apa!"

"Dan kau panik."

"Iqbaal."

"Tidak apa-apa. Tak usah mengakuinya. Aku tahu."

Iqbaal tersenyum, dan Anna tertegun. Ia menyadari sesuatu. Selama ini, ia menghabiskan waktunya memaki-maki Bastian dan perasaannya yang tak terbalas. Sampai ia lupa satu hal. Laki-laki di hadapannya.

"Kemana saja aku selama ini?" Gumamnya pelan.

"Apa?" Iqbaal mengernyit.

Anna mengerjap. "Hah? Oh, tidak. Tidak apa-apa."

Anna baru saja tersenyum sampai ia mengalihkan pandangan ke arah kanan dan senyuman itu pudar perlahan. Bahunya merosot. Itu bukan pemandangan yang ingin dilihatnya pagi ini.

Iqbaal melihat perubahan ekspresi di wajah Anna, juga arah pandangannya. Ia tersenyum paham. Ia mengerti apa yang dirasakan Anna sekarang, wanita itu bahkan yang menunjukannya dengan jelas. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, menempatkan mulutnya tepat di telinga Anna. "Kau mau aku menyanyikan lagu?"

Anna yang terkejut langsung menoleh dan berhadapan dengan wajah Iqbaal yang hanya berjarak lima sentimeter dari wajahnya. "Kau!" Ia mendorong kening Iqbaal dengan telunjuknya.

Iqbaal tertawa. Sedangkan Anna kembali mengarahkan pandangannya pada Bastian dan Lily yang sedang berada di meja yang sama, tertawa bersama.

"That should be me

Holdin' your hand

That should be me

Makin' you laugh

That should be me

This is so sad .."

Tanpa menoleh, Anna bersuara. "Suaramu bagus, tapi hentikan nyanyian itu atau kusumpal mulutmu dengan garpu."

***

10 August 2014. - 21. 02 -

NEAR • bbs (SU)Where stories live. Discover now