19. Shocked

645 46 3
                                    

Anna merangkul Iqbaal membawanya turun dari rooftop menuju uks. Dengan berpuluh-puluh pertanyaan di otaknya, Anna berusaha meredam keinginannya untuk bertanya. Tapi, setelah ia dan Iqbaal sampai, Anna tak bisa menahan diri untuk bertanya. “Sebenarnya, ada apa?”

Iqbaal menelan ludah, ada satu hal yang ia takutkan setelah Anna datang. Bertanya. Dan sekarang Anna bertanya soal kejadian tadi. Harus apa ia sekarang? Berbohong dengan berkata tidak ada apa-apa? Percuma! Anna bahkan melihatnya dengan jelas tadi. Dan Iqbaal kembali menelan ludah saat Anna kembali berkata. “Jangan berbohong. Dan jangan mengelak hanya untuk membela Bastian karena kau pikir dia sahabatmu.”

“Sahabat macam apa yang memukul sahabatnya sampai babak belur seperti ini?” Pertanyaan Mrs. Wilson mengalihkan perhatian mereka. Wanita paruh baya yang sedang mengurus luka Iqbaal ini mengeluarkan pendapat setelah diam beberapa saat. 

Iqbaal dan Anna saling tatap seraya meringis secara bersamaan. Tapi dalam hati masing-masing, keduanya mengiyakan pendapat Mrs. Wilson. Walau Iqbaal sendiri tahu apa sebabnya, ya, dia sendiri. 

“Selesai. Iqbaal, tolong jangan dulu kembali ke kelas karena saya sendiri yakin guru yang mengajar Anda akan meringis sampai tak fokus melihat wajah penuh lebammu itu. Mengerti?” Perintah Mrs. Wilson, disambut anggukan oleh Iqbaal. Tatapan Mrs. Wilson beralih ke Anna. “Kau ingin disini atau ke kelas, Anna?”

Anna memainkan bibirnya bingung. Memangnya boleh ia tetap disini? Karena ia memang ingin disini dan tak ingin kembali ke kelas mengingat jam ini ia sekelas dengan Bastian di kelas Sejarah. Lagipula, Sejarah juga bukan pelajaran kesukaannya. Memangnya siapa yang suka mengungkit masa lalu? Dan lagi, Sejarah mengharuskan kita mempunyai ingatan yang bagus. Dan dengan begitu, Anna tahu harus menjawab apa. “Bolehkah aku disini dulu, Mrs. Wilson? Setidaknya sampai istirahat kedua tiba.”

Terdiam sebentar, Mrs. Wilson akhirnya mengangguk dengan seutas senyum di bibirnya. “Baiklah, aku pergi. Anna, Iqbaal, jangan berbuat macam-macam disini. Ingat, ada cctv di sudut ruangan ini.”

Anna dan Iqbaal mengangguk dan dengan begitu, Mrs. Wilson akhirnya keluar dari ruangan berbau obat-obatan itu. Berpikir kesempatan yang bagus untuk bertanya, Anna bergerak untuk duduk berhadapan dengan Iqbaal di nakas yang disediakan disini. “Tolong, jujur. Katakan yang sebenarnya terjadi. Kenapa dia tiba-tiba memukulmu? Dan kenapa kau hanya diam saja tanpa repot-repot membalasnya seakan kau tahu, kau memang pantas mendapatkannya?”

Shot.

Kena.

Iqbaal menelan ludah gugup, bingung sendiri ingin menjawab apa. Tapi ia juga sadar, tak ada gunanya berbohong pada pacarnya. Karena Anna termasuk gadis yang peka dengan sekitarnya, dan berbohong sama saja memperburuk keadaan. “Tapi berjanjilah saat aku menjelaskan jangan memotong ucapanku, jangan marah, jangan menamparku, jangan berbuat hal-hal aneh setelahnya, dan yang terpenting, tolong jangan dulu beritahu hal ini kepada siapapun. Mengerti?” Perintah Iqbaal yang disambut anggukan dari Sella.

Iqbaal menarik nafas dalam. “Jadi, begini…

Saat itu, Bastian sedang berada di taman, duduk sendirian sambil menatap ke satu arah dengan senyuman yang jelas tercetak di bibirnya. Ia menatap seorang gadis yang sedang mengobrol dengan dua temannya sambil tertawa. Gadis itu, adalah gadis yang selama ini membuatnya tersenyum bahkan tertawa setelah hal-hal buruk terjadi padanya. Gadis itu yang selalu ada saat ia sedang membutuhkannya bahkan tanpa ia meminta.

Tapi sayangnya, ia baru menyadari perasaan ini setelah ia dan gadis itu jarang bertemu karena, ya, ia punya pacar. Sibuk dengan pacarnya membuat Bastian kehilangan banyak sekali waktu untuk bisa bersama gadis itu, Annalyne Cassandra Feirth. Dan karena itulah, ia menyadari perasaannya.

Terkadang, ia menggerutu sendiri. Kenapa ia baru menyadari perasaannya setelah ia dan Anna jarang bersama? Kenapa tidak sedari dulu? Dan satu hal yang membuatnya kadang kesal sendiri adalah, akhir-akhir ini Anna sering sekali terlihat sedang bersama Iqbaal. Sebenarnya, dulu, hal itu biasa saja untuknya. Dulu, sebelum ia benar-benar sadar dengan perasaannya. Tapi untuk sekarang, hal itu sangat mengganggu. Melihat Anna berjalan bersama Iqbaal dan saling bertukar lelucon saja sudah membuatnya gerah.

“Hei, man.” Sapa seseorang dari balik punggung Bastian.

Bastian menoleh dan mendapati Iqbaal sedang duduk di sampingnya. “Hei,” balasnya dan kembali memperhatikan Anna yang masih tertawa karena lelucon temannya. Flawless, pikirnya.

Iqbaal mengernyit melihat Bastian sedang tersenyum sambil melihat ke satu arah. Mengikuti arah pandangan Bastian, Iqbaal tertawa kecil. “Kau memperhatikan siapa? Lily, Salsha, atau Anna?” tanyanya.

“Bukan urusanmu.”

Iqbaal menatap Bastian bingung. Bukan urusannya? Tapi bukankah ia dan Bastian adalah sahabat? Iqbaal menggeleng pelan seraya mendengus. “Oh sepertinya kau melupakan aku.”

Bastian mendengus lalu menatap Iqbaal tajam. “Anna, aku memperhatikan Anna. Sudah ‘kan? Diam.” Ujarnya dan kembali menatap Anna. Sedangkan Iqbaal menatapnya kaget.

“Anna? Kau suka Anna?” tanya Iqbaal tak percaya, tapi jika kau perhatikan lebih detail, sebenarnya ada nada tak terima disana.

Bastian kembali menolehkan kepalanya ke samping untuk menatap Iqbaal. “Ya. Aku suka Anna. Apa masalahnya bagimu?” tanya Bastian sinis.

Iqbaal tergelak, “masalahnya dia—“

“Jauhi Anna.”

Desisan Bastian membuatnya diam. Jauhi Anna? Iqbaal tertawa kecil di dalam hati. Bagaimana bisa aku menjauhi pacarku sendiri? Oloknya dalam hati.

“Man, kau tak bisa meny—“

“Kubilang, jauhi Anna. Jika kau nekat, aku tak akan membiarkanmu hidup.” Bastian memberi Iqbaal tatapan tajam, dan setelahnya beranjak pergi dari sana. Menyisakan Iqbaal yang duduk dalam diam, menatap Anna dari jauh.

“Dia menyukaimu, Anna. Kau berhasil membuatnya jatuh hati padamu. Tapi sayang, dia jatuh pada saat yang salah. Di saat aku sudah memilikimu. Dan kau juga jatuh pada orang yang salah, Feirth. Dia tidak pernah memikirkan kebahagiaanmu. Bahkan saat ia mulai menyukaimu, dia tak pernah berjuang sedikitpun untuk mendapatkan hatimu karena yang dia tahu, kau menyukainya. Dan dia hanya duduk santai menunggumu untuk menyatakan perasaanmu. Hhh, lelaki bodoh.” Gumam Iqbaal dan beranjak pergi dari sana. 

 

“… selesai.” Iqbaal tersenyum lebar, menatap Anna yang sedang terdiam menatap lantai.

“Anna? Hei, apa ada yang sal—“

Tiba-tiba Anna menatap ke arah Iqbaal, mengintrupsi ucapannya. “Dia menyukaiku?” tanyanya bingung.

Iqbaal mengangguk.

“Tapi… mana mungkin?” gumam Anna.

Menyadari satu hal, Iqbaal menghela nafas. “Kau senang, dia akhirnya menyukaimu?” tanya Iqbaal membuat Anna melotot ke arahnya.

“Mana mungkin aku senang?! Dia menyukaiku di saat yang salah! Di saat aku sudah memilikimu, dan mungkin …,” suara Anna memelan saat ia kembali melanjutkan ucapannya. “Saat aku sudah menyayangimu …”

Iqbaal tersenyum lega mendengarnya. Ia menarik Anna yang pipinya sudah memerah ke dalam dekapannya. Rasanya lega mendengar kalimat itu. Seperti Anna baru saja lebih memilih dirinya daripada Bastian. Sementara itu, Anna sedang tersenyum lebar dan bergerak untuk memeluk balik tubuh Iqbaal.

Yang tanpa mereka berdua sadari, ada seseorang dengan rahang mengeras dan tangan yang mengepal sedang memperhatikan mereka dari pintu uks.

*  

  a.n  

Yang di-italic itu flashback ke dua minggu sebelum saat ini di cerita itu. maksudnya, dua minggu sebelum Anna-Iqbaal ngasih tau mereka pacaran ke temen2 mereka.     

30/12/2014

  5:19 PM            

NEAR • bbs (SU)Where stories live. Discover now