18. Lost Control

607 52 2
                                    

Sudah hampir satu bulan sejak Anna dan Iqbaal jadian, tapi tidak ada satu pun dari teman mereka yang mengetahui hal ini. Tidak bermaksud menyembunyikan, tapi keduanya hanya tidak tahu kapan waktunya untuk memberitahu tentang hal ini. Dan Anna, gadis itu sudah mulai nyaman dengan kehadiran Iqbaal yang tiap harinya selalu ada di sampingnya. 

Tapi Anna tidak bisa menyangkal, ia tetap tidak bisa menghilangkan perasaannya terhadap Bastian. Perasaan itu tak pernah berubah, bahkan rasa sakit itu masih ada. Rasa sakit yang menurut Anna berlebihan, karena hanya mengingat bahwa dia dan Bastian tidak bersama saja rasa nyeri itu muncul. Tapi, untuk sekali lagi, dia punya Iqbaal kini. Seseorang yang menyayanginya tulus, menjaganya seperti yang ayahnya lakukan. 

"Hei, melamun?" Iqbaal menyembulkan kepalanya di hadapan Anna secara tiba-tiba, membuatnya hampir terjungkal ke belakang. "Eh, hei, maaf. Aku tidak bermaksud mengagetkanmu. Tapi.. apa ada yang salah Ann?" tanya Iqbaal sambil mengambil tempat di samping Anna. 

Anna menarik nafas dalam dengan pelan kemudian menghembuskannya perlahan. Ia menatapi air di kolam renang milik keluarganya sebelum menjawab pertanyaan Iqbaal. "Sampai kapan kita menyembunyikannya?" tanya Anna seraya menolehkan kepalanya untuk menatap Iqbaal. "Mereka berhak tahu."

"I know." Sahut Iqbaal, membuang pandangannya dan menghela nafas kasar. "I know, Anna. Hanya saja, aku..." Iqbaal meremas rambutnya kasar. Kembali menghela nafas secara kasar. "I can't. Can you understand?" ia menatap Anna, membuat Anna sedikit kaget karena ia menangkap mata Iqbaal yang menggelap. 

"Tapi kenapa? Dan apa yang terjadi sebenarnya? Apa salahnya mereka tahu? Lagipula, cepat atau lambat mereka akan tahu. Dan kalau kita tidak cepat memberitahu, mereka akan membenci kita karena kita menyembunyikan sesuatu dari mereka. Ayolah, kau juga tidak suka 'kan, jika salah satu sahabatmu menyembunyikan sesuatu darimu?" bujuk Anna. Tangannya bergerak mengusap punggung Iqbaal lembut. 

"Fine." Sahut Iqbaal, menoleh untuk menatap Anna yang sedang tersenyum lebar. "Besok kita beritahu mereka, jika itu maumu." 

Dengan senyuman yang masih tercetak jelas di wajahnya, kedua lengan Anna bergerak melingkari tubuh Iqbaal. "Thanks," Anna sedikit melonggarkan pelukannya untuk menatap Iqbaal. Bibirnya bergerak untuk mencium pipi Iqbaal. "For anything you've done."

Iqbaal tersenyum lebar, kemudian mencium Anna di kening sebelum memeluk Anna. "Anything for you." 

Anna tersenyum kecil, ia mengatakan sesuatu sebelum menenggelamkan kepalanya di leher Iqbaal. "I love you." 

Dan untuk yang pertama kalinya, Iqbaal mendengar kalimat itu diucapkan langsung oleh Anna. Tanpa bisa dikontrol, jantungnya berdetak sangat kencang dan ada sesuatu yang berterbangan di perutnya. Ia hanya berharap, Anna tidak mendengar jantungnya yang menggila.

"Your heart beat so fast." Anna terkekeh. 

Ups, dia dengar! 

*

"Wait, what?!" Ryzki memasang wajah tak percaya kepada dua makhluk yang ada di hadapannya. Iqbaal merangkul Anna saja sudah membuat lima temannya ini kaget, ditambah berita kejutan yang mereka beritahu. 

"You two must be kidding me." Sahut Aldi dengan ekspresi sama dengan yang lainnya, kaget. 

"Oh God, mereka pandai sekali menyembunyikan sesuatu. Bahkan sampai kita tidak sadar sama sekali!" Ucap Salsha, tak mengerti lagi dengan dua manusia di hadapannya yang merupakan sahabatnya. 

"Aku tidak tahu apa orang lain berpikiran sama denganku, tapi ... kalian sangat cocok!" Lily buka suara dengan antusiasnya setelah hanya diam karena kaget. 

"Aku setuju," sahut Salsha seraya tersenyum. 

Anna dan Iqbaal saling bertukar pandang dan tersenyum. "Seharusnya kulakukan saja dari dulu jika reaksinya semenyenangkan ini," bisik Anna. 

Iqbaal hanya tersenyum menanggapi bisikan Anna yang tampak senang. Jauh di lubuk hatinya, ia merasa seperti bencana baru saja terjadi. Melihat dari sudut matanya, ada tatapan tajam yang menghunus ke dalam jantungnya dari seseorang yang sedari tadi hanya diam tanpa dengan susah payah memberikan pendapat. 

Menyadari getaran di saku seragamnya, Iqbaal meraih benda tipis itu dan mengernyit mendapati isi pesannya.

From : Bastian 

Rooftop. 

Iqbaal menghela nafas perlahan. Membuat Anna menoleh ke arahnya. "Ada apa?" tanyanya khawatir. 

"Nothing. Hanya butuh ke kamar kecil." Iqbaal tersenyum dan berlalu pergi dari kelasnya menuju rooftop.  

*

"Ada apa?" tanya Iqbaal langsung saat kakinya baru saja menapaki rooftop. 

Bastian memutar tubuhnya yang sebelumnya memunggungi Iqbaal. Ia tersenyum miring menatap salah satu sahabatnya itu. Tapi senyuman miring itu tak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Bastian mendekat dan melayangkan pukulan ke wajah Iqbaal. 

"Brengsek." Desis Bastian setelah melayangkan pukulan ke wajah Iqbaal yang menghasilkan darah segar mengalir dari hidung Iqbaal. 

Iqbaal menatap Bastian sengit, lalu tertawa sinis. "Siapa yang brengsek? Kau atau aku? Kau egois, mengira Anna milikmu. Mengira Anna hanya melihat ke arahmu. Tapi nyatanya apa? Dia melihatku! Dia tak lagi melihat hanya ke arahmu. Dia membuka hatinya pada orang yang tulus menyayanginya. Kau kira dia senang jatuh cinta sendirian dalam diam selama 2 tahun ini? Tidak, bodoh."

Tangan Bastian mengepal, emosinya naik lagi. Iqbaal yang melihat tangan Bastian yang mengepal dengan rahang yang mengeras terkekeh mengejek. "Tunggu apa? Pukul aku. Aku memang pernah mengiyakan perkataanmu yang menyuruhku untuk tidak mendekati Anna. Tapi, aku tidak berjanji. Jadi siapa yang salah?" 

Sedetik setelah Iqbaal mengatakan sederet kalimat yang menyebalkan itu, Bastian melayangkan pukulan-pukulannya di wajah Iqbaal. Penuh emosi, tak terkontrol, sadis. Bastian hampir saja memukul hidung Iqbaal dan membuatnya bengkok seketika saat tiba-tiba saja seorang gadis datang dan memanggil namanya. "Bastian! Stop!" 

Bastian mendongkak, melihat Anna berdiri dengan mata yang berair. Gadis itu menghampiri Bastian dan menamparnya. "Apa yang kau lakukan padanya?!" teriaknya tepat di depan wajah Bastian lalu bergerak mendekati Iqbaal. 

Jemari Anna bergerak menelusuri wajah Iqbaal yang sudah berlumuran darah, emosinya seketika meluap. Dengan cepat ia menoleh dan menatap Bastian dengan tajam sebelum menamparnya dengan keras. Sangat keras sampai meninggalkan bekas merah di pipi lelaki keriting itu. Setelah puas dengan tamparan kerasnya, Anna merangkul Iqbaal dan membawa lelakinya itu pergi dari sana. 

"ARGH!" 

Bastian berteriak frustasi sambil meremas rambutnya kasar. Sadar dengan tindakannya yang sangat bodoh. Kuulangi, sangatlah bodoh. 

*

a.n 

HAI! Yaampun, udah berapa lama aku hilang? Hehe, maafkan. Udah sebulan ya? Maaf, maaf. Sebenernya aku ilang ide di cerita ini, stuck yang beneran stuck. Tapi untung ada sekelebat ide yang tiba-tiba lewat. 

Hmm, tanggal 28 Desember yaa? HAPPY BIRTHDAY, MY BAE! Telat banget ga sih, ngucapinnya malem-malem gini. He he. Pokoknya segala yang baik-baik dido'ain<3 Oh satu lagi, semoga gedenya jadi laki saya(??) He, enggak canda. Itumah maunya aja. 

K, Guys, please, vote and comment, okee? Plis, plis, karena menulis itu gak mudah. Thanks. 

28/12/2014

7:58 PM. 

NEAR • bbs (SU)Where stories live. Discover now