20. Penyesalan

1.1K 65 25
                                    

Bastian berjalan melewati koridor sekolah dengan amarah yang memuncak di dalam hatinya. Seharusnya aku yang ada di uks, di samping Anna, memeluknya! Bukan Iqbaal! Gerutunya dalam hati.

Tanpa memperdulikan tatapan dari murid-murid yang berada di koridor, Bastian memukul tiang penyangga dengan keras. Pukulan demi pukulan ia layangkan pada tiang penyangga, namun tak satu pun pukulan membuatnya lega.

Semakin lemah pukulan yang Bastian layangkan, semakin sadar pula apa yang telah ia lakukan. “BODOH!” teriaknya setelah lelah memukul.

“BASTIAN!” seru seseorang dari ujung koridor, Bastian menoleh dan melihat Lily sedang berlari ke arahnya, diikuti Salsha, Aldi, dan Ryzki dari arah belakang.

Bastian membuang nafas dengan kasar, ia memalingkan muka dan berjalan dengan cepat untuk menghindar. Tapi, teriakan Lily yang keduakalinya memberhentikan langkahnya. “BRENGSEK! BERHENTI!”

Bukan. Bastian berhenti bukan karena dikatai brengsek, ia berhenti karena suara teriakan Lily yang terdengar bergetar. Gadis itu menangis. Bastian segera berbalik, dan benar saja, Lily tengah berdiri sambil menangis. Bastian menghela nafas, lalu berjalan mendekati Lily.

“Hei, kenapa menangis?” tanya Bastian lembut seraya menghapus air mata yang turun dari mata Lily dengan jempolnya.

Lily menatap mata Bastian dan dengan tiba-tiba ia melayangkan tamparan ke pipi Bastian, tepat saat ketiga temannya baru saja berdiri di samping mereka. “Kau kira aku bodoh? Kau kira aku tidak punya mata? Kau kira aku tidak sadar?!” teriak Lily dengan nada bergetar.

Bastian mengernyitkan kening. “Apa maksudmu? Tiba-tiba kau datang, mengataiku brengsek, menangis, menamparku, dan sekarang berteriak padaku?” tanyanya dengan nada yang dibuat selembut mungkin—walaupun itu gagal, karena Lily mendengar nada hampir membentak di sana.

“Aku tahu kau menyukai Anna. Aku tahu!” teriak Lily sekali lagi—yang langsung membuat Bastian dan ketiga teman di sampingnya kaget.

Ryzki menatap Bastian dengan tatapan horror. “Kau sudah gila?” tanyanya dengan hanya menggerakan mulut tanpa suara.

Bastian mengendikkan bahu. Tanda, entahlah.

“Sejak kapan?” tanya Bastian kembali menatap Lily.

“Kau kira aku bodoh? Kau kira aku mengetahui hal itu baru-baru ini?” tanya Lily dengan ketus, membuat Bastian menghela nafas jengah.

“Aku tidak mengataimu bodoh apalagi berasumsi seperti itu. Kau sendiri yang mengatakannya,” jawab Bastian santai. “Cukup jawab pertanyaanku. Sejak kapan?”

Lily menghela nafas. “Sejak awal, awal sekali. Bahkan sebelum kau sendiri sadar.”

Bastian menatap Lily bingung. “Apa maksudmu?” tanyanya.

“Kau tahu, Anna menyukaimu sejak kalian kecil. Tapi, dia selalu bilang bahwa perasaannya padamu baru 2 tahun. Padahal, aku tahu, tidak sesingkat itu. Sejak kalian di bangku sekolah dasar, dia sudah menyukaimu. Tapi dia memendamnya. Apalagi saat masuk high school, perasaan itu ia pendam dalam-dalam. Dia tidak mau siapapun mengetahuinya. Termasuk aku. Sahabatnya sejak masuk sekolah dasar.

“Tapi apa aku sebodoh itu tidak menyadari perasaannya? Aku sahabatnya sejak kecil, for god’s sake. I know her so well, dan dengan itulah aku menyadari perasaannya terhadapmu. Tapi aku pura-pura tidak tahu, karena aku tidak ingin membuatnya tak nyaman. Dan saat itu, saat aku dan dia masih menjadi freshman, kau datang. Dan kita jadi teman dekat. Di saat-saat kita bertiga bersama itulah, aku menyadari kau menyukai Anna. Tapi kau tidak sadar, sama sekali. Begitupun Anna.

“Aku akhirnya menghindar, agar kau dan Anna bisa sama-sama sadar bahwa kalian mempunyai rasa yang sama. Tapi lama-lama, aku tidak tahu apa yang salah dengan diriku, hanya aku merasa bahwa aku tidak seharusnya begini. Aku melihatmu dan Anna berjalan berdua, dan mendengar Anna sering bercerita bahwa dia akan jalan bersamamu membuatku gerah. Walaupun Anna menyampaikannya tanpa ada nada yang terlihat senang atau semangat, tapi tetap saja aku tidak suka. Dan barulah aku sadar, aku cemburu. Aku menyukaimu.

“Tapi aku tidak bisa mendekatimu dan membuatmu jauh dari Anna. Bagaimana pun kalian sama-sama menyukai. Dan aku tidak bisa menjadi tembok di antara kalian. Tapi tiba-tiba saja, kau mendekatiku. Membuatku nyaman, membuatku benar-benar jatuh cinta denganmu. Seakan lupa dengan Anna, aku menerima pernyataan cintamu saat itu. Oh, dan saat itu pula kita bertiga bertemu dengan empat orang lain, Salsha, Ryzki, Iqbaal dan Aldi. Aku benar-benar lupa dengan perasaan Anna saat itu, aku terlalu tenggelam dengan sikap manismu. Hingga sampai pada saat, aku ingat dengan perasaan Anna. Dan aku bahkan baru sadar bahwa selama ini Anna selalu melihat aku dan kau. Melihat kita berdua. Melihat kita bercanda, berjalan berdua, genggaman tangan kita, kelakuan manismu, dia melihat semua itu.

“Dan saat itu pula rasa menyesalku muncul. Aku bingung bagaimana caraku meminta maaf sedangkan Anna saja tidak tahu aku menyadari perasaannya. Hingga ayah memberitahuku bahwa ia akan dipindahtugaskan ke luar negeri, aku memaksa untuk ikut. Satu-satunya cara agar bisa menghindar dari rasa penyesalanku dan kukira, setelah aku pergi, kau dan Anna bisa kembali dekat setelah sebelumnya kalian sempat menjauh karena aku dan kau yang sering berduaan. Tapi, aku salah. Satu tahun di Australia justru membuat rasa penyesalanku semakin menjadi.

“Ayah memberitahuku saat aku bercerita tentang semuanya, bahwa menghindar itu adalah cara terburuk untuk menyelesaikan masalah. Dan aku sadar. Menghindar tidak menyelesaikan masalah, justru memperpanjang. Benar ‘kan, aku? Bahkan aku sudah dibenci oleh kalian semua karena kepergianku yang tiba-tiba,” Lily terisak. “Aku bodoh, aku egois.”

Bastian terdiam mendengar rentetan penjelasan yang keluar dari mulut Lily. Otaknya berusaha mencerna dan percaya dengan semuanya. Rasanya ia ingin menampar Lily dan berkata bahwa semua ini salahnya. Tapi sulit, otak dan tubuhnya mempunyai arah hidup yang berbeda. Ketika otaknya menolak, justru tubuhnya malah bergerak memeluk Lily. Berusaha menenangkan Lily yang sedang terisak.

Salsha, Aldi dan Ryzki—yang masih ada di samping mereka, jika kau lupa—mematung mendengar penjelasan Lily. Tidak terbayang di pikiran mereka bahwa penjelasan Lily dulu, berbeda dengan penjelasan sekarang. Penjelasan kali ini terdengar jauh lebih jujur.

Empat orang tadi—Aldi, Bastian, Ryzki, Salsha—memang kaget. Bahkan sampai mematung saking kagetnya. Tapi, ada satu orang yang jauh lebih kaget dan tak menyangka daripada empat orang tadi, dan satu orang di sampingnya.

Annalyne Feirth.

*

a.n

jIAHAHAHAHA, HAI. 

Ini jam berapa coba, duh. aku update-nya malem banget lul. biar deh ya, aku baru dapet ide malem-malem begini. maap kalo late update. sibuk sama cerita baru wqwq. ehya, aku gatau deh ini endingnya di part berapa soalnya, ini cerita bukannya selesai konfliknya malah bertambah lol. tapi emang seharusnya gini, tapi ntar jadi panjang. tapi kalo gak gini jadi gantung. tapi... ah sudahlah, kalian gabakal mau tau ini heee. 

vomment ya, mate. 

nulis itu sulit, bruh. idenya mempet-mempet.

belajarlah hargai karya orang, cukup klik bintang tuh tuh disitu, mudah kan? aku lebih ngerasa dihargain kalau gitu :) thanks. 

9/1/2015

10:03 pm 

NEAR • bbs (SU)Where stories live. Discover now