Brakk..
Agam menutup pintu mobil Marga dengan kasar, membuat pemiliknya terkejut dan mengelus dadanya. Tanpa rasa bersalah Agam langsung ngacir pergi.
Marga rasanya ingin mengutuk laki-laki itu. "Untung Lo saudara gue." gumamnya memijat pangkal hidung.
Rasanya kepala ganteng Marga ini ingin sekali pecah sekarang juga, menghadapi sikap Agam sedari tadi, nyatanya banyak membutuhkan tenaga dan kesabaran ekstra, sampai migrain ia dibuatnya.
Sungguh, Della sangat kejam padanya, menumpahkan tugas menghadapi Agam yang nyebelinnya minta ditotok. Lama-lama berdampak juga membuat rambutnya memutih dengan cepat. Padahal dulu Agam tidak seperti ini, heran.
Berbicara perihal Della, ia jadi teringat soal pesan gadis itu yang menyuruhnya jangan pernah meninggalkan Agam sendiri disaat cowok itu tengah emosi.
Marga menepuk jidatnya. "Kan jadi lupa." Ia segera keluar dari mobilnya berlari menuju arah yang tadi dilalui Agam. Marga harap, semoga saja belum ada korban yang menjadi sasaran emosi laki-laki itu karena marah pada Della.
Beruntung saja tadi matanya sempat melihat arah kemana Agam berjalan pergi, jadi, mudah saja dirinya mengikuti jejak cowok menyebalkan itu yang sayangnya berstatus sebagai sepupunya.
Pandangan Marga menyusuri setiap lorong koridor yang telah diisi oleh sebagian dari beberapa siswa yang telah datang.
Marga menggaruk pipinya ketika sama sekali tidak menemukan wujud seseorang yang ia cari. Tak pernah menduga, ekspetasinya ternyata salah.
Entah jurus seribu bayangan atau apa yang Agam gunakan hingga cepat sekali menghilang.
Laki-laki itu mengacak rambutnya asal, membuat beberapa cewek disana diam-diam memperhatikan tingkah Marga yang tampak lucu dimata mereka.
Hingga aktivitas laki-laki itu terhenti dikala manik matanya menangkap siluet seorang gadis berambut sebahu yang berjalan tanpa ada beban melewati nya.
"Ehh pendek." panggilnya mencekal tangan gadis itu.
Seseorang yang dipanggil itu menoleh, dahinya tampak mengernyit tak suka. "GUE UDAH BILANG JANGAN PANGGIL GUE PENDEK!"
Marga terhenyak merasa hantaman pada gendang telinga, ia terdiam cukup lama, mencoba menetralkan telinganya yang berdengung akibat teriakan gadis didepannya ini. Hebat sekali volumenya.
Gadis itu mengernyit bingung saat tak ada respon dari Marga, tanpa pikir panjang ia kemudian melenggang pergi meninggalkan Marga yang tampak masih seperti patung.
Setelah tiga langkah gadis itu melangkah, Marga tersadar dari rasa terkejutnya dan kembali mengejar gadis itu.
"Ehh Dev, gue mau ngomong elah." ucap Marga mencekal tangan Deeva.
"Yaudah sih kalo mau ngomong, ngomong ajh gak usah pegang-pegang segala." ucap Deeva sinis melirik tangan Marga yang masih bergantung ditangannya.
Sadar yang dibicarakan gadis itu, segera ia melepaskan tangannya. Marga berdecih. "Ckk, Gak usah ge-er lo, gue juga gak mau pegang tangan lo kalo bukan masalah darurat."
"Darurat kenapa? Lo dikejar lagi sama tante girang?"
"Bukan itu, astatang."
"Terus?"
"Agam hilang."
"Hilang gimana? Dia kan udah gede mana mungkin ilang didaerahnya sendiri?"
"Iya juga sih." Marga menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Tapi bukan itu masalahnya. Pokoknya lo bantu gue cari Agam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just ONe [END]
Teen FictionTak terhitung disetiap hembusan nafasnya Della harus selalu sabar menghadapi tingkah kekanakan Agam. Laki-laki itu tak akan mau melepaskannya meskipun dalam mimpi sekalipun. Agam bahkan dengan senang hati menyakiti dirinya sendiri hanya untuk menda...