Suasana rumah Agam terasa sangat menegangkan, tak sehangat seperti sebelumnya.
Semua orang berkumpul dalam kamar Agam, termasuk juga orang tua Della. Mereka langsung meninggalkan pekerjaan nya begitu tau Agam celaka dikarenakan oleh putri mereka, lagi.
Namun kenyataannya, mereka semua tak ada artinya dan tidak lebih penting dibandingkan seorang yang kehadiran kini sangat berarti. Della. Gadis itu menghilang entah kemana. Mereka bertambah gelisah.
"Marga, gimana? Della sudah dapat dihubungi?" Sila menatap kearah Marga dan Agam secara bergantian.
Marga menggeleng. "Hp Della gak aktif, Tan." Ia menjauhkan ponselnya dari telinga. Tidak ada pertanda kalau Della akan mengangkat.
Kedua orang tua Della menghembuskan nafasnya frustasi. Mengapa disaat seperti ini Della malah tak dapat dihubungi?
Apa gadis itu tak sadar, kehadirannya sangat penting bagi Agam? Baru beberapa jam tanpa Della saja Agam sudah seperti ini.
Agam dipergoki ingin mengakhiri hidupnya dengan berlari ke arah laut yang gelombang arusnya sangat deras, namun beruntung saja Marga menemukannya sebelum laki-laki itu tenggelam lebih dalam.
Nekat memang, hanya karena tak bertemu Della selama disekolah dan diabaikan gadis itu, membuat Agam hilang akal. Ralat Agam memang selalu tempramen jika menyangkut tentang Della.
Itulah banyak yang bilang cinta memang terkadang bisa membuat orang hilang akal, lucu sekali. Padahal bukan seperti itu jalan kerja sebenarnya.
Mereka yang berusaha keras mendapat apa yang diinginkan hingga sampai rela melakukan segala cara, bukan yang dapat dinamakan cinta, melainkan obsesi. Tapi banyak sekali yang membuat alasan terkait kasih sayang dan mengedepankan atas nama cinta. Miris.
Wajah pucat Agam yang masih terlelap, membuat Sila menatapnya khawatir. Laki-laki itu terbaring lemah dengan selang infus yang tertancap di punggung tangan kirinya.
Sudah lama sejak Dokter yang menangani Agam undur diri, namun laki-laki itu masih belum juga membuka matanya.
Agam memiliki kebencian terhadap bau obat-obatan rumah sakit, oleh sebab itu Sila lebih memilih memanggil dokter yang terbiasa menangani keluarga mereka, dibanding membawa Agam ketempat yang dianggap Agam horor itu. Dia nanti akan mengamuk.
Lenguhan dari bibir pucat Agam, mengalihkan perhatian mereka dari pikiran masing-masing. Melihat Agam dengan perasaan harap cemas.
Senang dengan dia yang tersadar, tapi juga merasa risau dikala nanti Agam akan mencari keberadaan Della tapi gadis itu malah tidak ada. Bahaya.
Sila yang posisinya duduk disampingnya, mengelus kepala putranya itu dengan khawatir. "Kenapa sayang? Ada yang sakit?"
Mata Agam terbuka Pelan, mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk menyapa retinanya, sebelum mengedarkan pandang guna menemukan orang yang ia cari.
Agam kembali memejamkan mata sejenak. "Ella." Panggilnya.
"Kamu mau apa? Biar mama ambilin."
"Ella." Ulang Agam berusaha duduk dibantu oleh Sila. Tak menghiraukan tawaran dari mamanya.
"Della lagi pergi beli obat tadi." itu bukan suara Sila, melainkan Marga yang kini menatap Agam dengan cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just ONe [END]
Teen FictionTak terhitung disetiap hembusan nafasnya Della harus selalu sabar menghadapi tingkah kekanakan Agam. Laki-laki itu tak akan mau melepaskannya meskipun dalam mimpi sekalipun. Agam bahkan dengan senang hati menyakiti dirinya sendiri hanya untuk menda...