Dua hari telah terlewati, setelah dimana pertengkaran nya dengan Agam. Gadis itu tak ada kabar ataupun menampakkan dirinya disekolah.
Sama sekali tidak tampak, seolah wujudnya hilang bak ditelan bumi. Deeva pun bahkan tidak mengetahui dimana keberadaan sahabatnya tersebut.
Tak dapat dideskripsikan lagi bagaimana keadaan Agam selama dua hari itu. Laki-laki itu sudah seperti hewan liar yang tidak dapat diusik oleh siapapun. Dan barang siapa yang berani menganggunya, sudah pasti langsung diterkamnya.
Keadaannya terlihat kacau, Agam tidak pernah menyentuh piring makanan yang diantar ke kamarnya. Laki-laki itu terlihat seperti patung yang diberi nyawa, hanya terus terdiam dengan tatapan kosong.
Hatinya terus berharap kalau Della akan datang dan meminta maaf padanya, namun harapannya itu hanya angan belaka saja, mengetahui gadis itu tak pernah lagi memunculkan diri.
Agam merasa cukup terguncang dengan fakta yang ia terima, hingga sulit baginya untuk mengendalikan perasaan.
Laki-laki itu menjadi lebih banyak melamun dan tiba-tiba saja berteriak frustasi. Sampai Sila dibuat khawatir sekaligus bingung dengan kondisi Agam. Putranya itu tidak bercerita apapun padanya.
Agam sangat kecewa dan marah, tapi yang membuatnya tak habis pikir adalah perasaan itu tak jauh lebih besar dibandingkan dengan keinginan yang ingin Della selalu disisinya.
Bodoh memang, kendati membencinya, Agam malah menumpuk rasa rindu pada gadis itu. Begitulah cinta, terkadang dia mampu mengalahkan segalanya, termasuk logika.
Agam ingin sekali menghubungi Della, mengatakan bahwa ia sangat begitu tersiksa karena merindukan gadis itu. Tapi ego dan amarahnya menang dari rasa inginnya.
Hati laki-laki itu terus berteriak, memberi peringatan. Kalau sebelum Della yang lebih dulu menghubunginya dan meminta maaf, dia tidak akan menghubungi cewek itu.
Beberapa kali pintu kamarnya diketuk namun tak dihiraukan, Agam masih betah memandang lurus kedepan dari balkon kamarnya.
Sudah dapat dia perkirakan kalau orang yang akan datang adalah mamanya, jika tidak, berarti marga yang datang.
Tebakannya tidak pernah meleset.
Marga muncul dibalik pintu dan berjalan menghampiri Agam menuju balkon. Laki-laki itu terlihat masih mengenakan seragam, itu berarti, Marga belum pulang dan langsung bergegas menuju kemari.
Dia mendudukkan diri disamping kursi sebelah Agam yang tidak sedikitpun melirik kearahnya. Marga menghela nafas.
"Sampe kapan lo bakal kaya gini?"
Bukan menjawab, Agam malah menyodorkan sebuah foto kearah laki-laki itu, hingga mampu membuat Marga mengernyit bingung.
Bukan tanpa alasan Agam lakukan hal itu, mengingat dulu Marga pernah mengatakan kalau dia pernah satu sekolah dengan Della saat SMP. Ia yakin cowok itu juga mengetahui sosok yang berada dalam potret itu, melihat seragam yang dipakai orang itu khas anak SMP.
"Tau siapa?"
Marga mengerjap melihat foto itu, mengambil alih dari tangan Agam, menatap lekat pada gambar itu. Alisnya berkerut seperti tengah berpikir
"Darimana Lo dapat foto ini?" Tanya Marga namun matanya masih memandang kearah gambar itu.
"Itu gak penting." Jawab Agam sedikit ketus. "Dia siapa?" Lanjutnya.
"Gue gak terlalu yakin sih, tapi kalo gak salah nama dia Delon. Kelasnya dulu sebelahan sama kelas gue." ucap Marga.
"Ada hubungan sama Della?" Tanya Agam. Sebenarnya pertanyaan itu sangat takut dia lontarkan, ada semacam rasanya nyeri dalam dadanya. Tapi dia penasaran dengan itu.
Marga menghembuskan nafas nya berat. "Sebenarnya gue gak tau apa hubungan keduanya, tapi diinget lagi, mereka kelihatan dekat banget."
"Lo gak lagi bohongkan?" Ucap Agam memicingkan matanya
"Heh, lo kira gue bohong? Gak ada kerjaan banget." Marga tak terima.
Agam berdecak kesal, hatinya mulai merasa resah. "Terus lo tau sekarang dia kemana?"
"Ya gak taulah bege, setelah kenaikan kelas 3 aja dia sama sekali gak pernah muncul, dan setelah itu gue gak pernah liat dia lagi sama Della, soalnya Della lebih sering sama Deeva. Gue tau cuman sebatas itu."
Pikiran Agam mulai berputar memikirkan spekulasi yang mungkin bisa saja terjadi terhadap sosok Delon ini.
Apakah lelaki itu pindah keluar negeri ataukah keluar kota dan masih berhubungan dengan Della? Jika itu benar, kemungkinan besar dia adalah rival terberat Agam.
Cowok itu bisa saja merenggut Della darinya. Tidak, itu tidak bisa terjadi, meski dirinya merasa marah pada Della, sampai kapanpun ia tidak akan pernah mau melepaskan gadis itu. Della adalah miliknya.
Marga memilin bibirnya menaruh foto itu diatas meja dan menatap Agam sekilas. Sebenarnya dia ingin mengatakan sesuatu, namun sepertinya lebih baik dia harus diam, takut nanti malah lebih memancing emosi cowok itu.
Agam terlalu takut dengan pikirannya, jika suatu saat nanti laki-laki bernama Delon itu kembali, besar kemungkinan jika Della bisa saja akan meninggalkannya.
Oke itu terlalu jauh. Namun itu bisa saja terjadi bukan?
Mengambil contoh kemungkinan terdekatnya saja. Bagaimana nanti kalau Della akan membagi perhatiannya dengan lelaki itu? sedangkan Agam merupakan tipikal orang yang egois, yang tak ingin berbagi.
Karena menurutnya perhatian Della hanya boleh untuknya, tidak boleh ada yang mengambilnya. Tanpa terkecuali bagi semua orang.
"Jangan pikirin yang aneh-aneh." ucapan Marga membuyarkan lamunan Agam.
"Mungkinkan kalo Della bisa aja ninggalin gue." Ucap Agam menatap Marga dengan cemas.
Marga mendengus. "Asumsi lo terlalu jauh tau gak? bisa gak sih lo tenang dan berpikir positif sebentar aja? gue yakin kok Della gak akan sejahat itu sama lo. Dia gak seperti apa yang lo pikirin, jadi jangan berpikir buruk dulu oke?"
"Udahlah mending lo pikirin aja tuh sekolah, minggu depan ulangan juga jarang berangkat lu." cibir Marga.
Ada benarnya juga perkataan Marga, dia tak seharusnya berpikir buruk terhadap Della. Namun entah kenapa perasaannya merasa tak enak, seolah akan ada sesuatu hal yang besar terjadi.
Tapi semoga itu hanya perasaannya saja.
***
Hellow, ada yang kangen aku? Hehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Just ONe [END]
Teen FictionTak terhitung disetiap hembusan nafasnya Della harus selalu sabar menghadapi tingkah kekanakan Agam. Laki-laki itu tak akan mau melepaskannya meskipun dalam mimpi sekalipun. Agam bahkan dengan senang hati menyakiti dirinya sendiri hanya untuk menda...