June#12

48.6K 3.6K 127
                                    

Agam mengepalkan tangannya erat. Raut wajah laki-laki berubah menjadi dingin, hingga sebuah tangan mendarat pada bahunya, membuat Agam menoleh dengan tatapan tajam yang menyertai.

Marga meringis melihatnya, tatapan Agam cukup menghunus keberaniannya. Serem banget anjir, kaya mau makan orang.

"Mau ngantin kaga lo?" tanya Marga hati-hati. Takut-takut bila Agam berubah menjadi binatang buas. Canda buas.

Laki-laki itu kemudian meneguk salivanya, dikala Agam masih saja terdiam. Sepupunya itu memang susah sekali ditebak akal bulusnya.

"Rooftop."

Hanya satu kata singkat saja, Agam kemudian berlalu pergi begitu saja, yang mau tak mau harus diikuti oleh Marga.

Dia tak ingin saja jika Agam akan kembali melakukan hal nekat lagi jika dia sendiri. Bisa jadi kan kalau cowok itu akan lompat dari sana karena merasa emosi, dih amit-amit.

***

Setelah berlalu meninggalkan Agam, kini tujuan Della bukan lagi untuk bertemu pembina OSIS, gadis itu malah berbelok memasuki bilik toilet yang tengah sepi.

Tak peduli akan pemberitahuan Deeva barusan.

Ia menyalakan keran wastafel dan membasuh wajahnya, kemudian mendongak menatap pantulan wajahnya yang telah dihiasi lingkaran hitam dibawah mata.

Sejenak Della terdiam. Memikirkan bagaimana akhir-akhir ini emosinya gampang tersulut dan tak terkendali. Dia begitu emosional.

Della memejamkan mata, mencoba meredakan bara emosi didalam tubuhnya, hingga sebuah tepukan pada bahu, membuatnya kembali membuka mata.

Tatapannya memandang lurus kearah cermin, yang menampilkan pantulan sosok Deeva yang berada dibelakangnya, sebelum kemudian beralih menjadi kesampingnya.

Della sama sekali tidak sedikitpun mengeluarkan suara.

"Gue tau lo keinget dia lagi kan?"

Tak ada respon yang berarti dari gadis itu, membuat Deeva menganggukan kepalanya pertanda mengerti, bahwa tebakannya memang benar.

Ia cukup peka untuk dapat menebak gelagat dan sikap Della.

Deeva melirik sebentar kearah gadis itu sebelum kembali berkata. "Jangan gini terus la, sekarang hidup lo itu udah ada agam, dia yang sekarang butuh lo, jadi jangan ngecewain dia hanya karena lo terus terjebak dengan masa lalu."

Della mengepalkan tangannya, menatap tajam Deeva. "Lo gak ngerti!"

"Apa yang enggak gue mengerti Della?! Apa?! Dia bahkan lebih memilih pergi ninggalin lo dan menyerah begitu saja tanpa sedikitpun mikirin gimana nantinya lo bertahan! Lo bilang gue gak mengerti?! Disini Lo yang gak mengerti kalo dia itu udah pergi!! Dan lo masih egois, gak pernah mau buat relain dia!" Sentak Deeva.

Nafasnya tampak memburu dengan mata yang sudah berkaca-kaca, ia mendongakan kepala guna menghalau air matanya yang akan jatuh.

Dia pun tak akan bisa untuk tidak terbawa emosi kalau sudah menyangkut perihal ini. Deeva akan selalu terbawa perasaan.

Sudah berulang kali ia selalu menasehati Della seperti ini yang berujung hanya dirinyalah yang menangis.

Sejujurnya, ia tak sanggup melihat sahabatnya itu terus terpuruk karena kejadian itu, dirinya pun merasa terpuruk tetapi tidak sejatuh Della.

Segitu berartinya orang itu untuk Della, hingga menjadi salah satu faktor terbesar penyebab mengapa sikap gadis itu menjadi dingin dan datar sekarang.

Deeva mengusap pundak Della yang menatap kosong. "Besok ulang tahun dia, gue yakin kado terbaik yang dia mau, lo relain dia, dan mulai hidup lo kembali dengan bahagia." jelas Deeva, dia menghela nafas sejenak.

Just ONe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang