Reality

2K 238 14
                                    

Status Hanzo dan Danzo masih menjadi buronan beberapa negara akibat apa yang telah mereka lakukan. Saat ini seluruh negara yang terlibat di perbatasan mengerahkan kemampuan untuk memburu mereka berdua dan antek-anteknya.

Surat kabar lokal maupan nonlokal memberitakan tentang ini. Dengan ini mereka berharap dapat segera menemukan titik terang dan meringkus kedua pria paruh baya yang sekarang tidak diketahui keberadaannya.

"Mereka gencar mencari keberadaan kita."

"Hm ... Bahkan aku tidak bisa membeli minuman di luar dengan santai," gumam Danzo sambil memainkan es batu di dalam cangkir bening yang berisi vodka, "Apa rencana selanjutnya?"

Hanzo menyandar di punggung kursi, "Kepalang tanggung. Sudah kotor lebih baik bercebur sekalian ke kubangan."

Danzo terkekeh kecil. Ia mengambil botol di sampingnya dan menuangnya lagi ke dalam cangkir yang telah terisi es yang baru.

"Aku tidak menyangka, ternyata kau punya tujuan lain selain untuk menguasai Taki."

"Itu bukan tujuan, tapi pembalasan dendam!" desis Hanzo.

Danzo menelan cairan yang mampu membuat tenggorokannya terasa terbakar. Ia mengernyit sebelum berkata, "Intinya sama saja, kan? Sama-sama kehancuran."

"Ya. Itu salahnya, sudah berani menabuh genderang perang padaku!"

Danzo terdiam memikirkan ucapan Hanzo. Hanzo belum menceritakan sepenuhnya tentang apa yang terjadi bertahun-tahun silam sehingga dirinya begitu membenci pria itu.

"Apa ini ada kaitannya dengan kematian istri dan anakmu?"

Hanzo menggeram. Ia mencengkram lengan kursi dengan kuat sampai buku tangannya memutih. Matanya memancarkan kegelapan dan luka di saat bersamaan. Ia marah dan hancur. Tapi topeng keji telah menutupi kesedihan terpendam selama ini.

"Ya," sahutnya pelan, "Pria bajingan itu memanipulasi kematian istriku seakan murni karena penyakitnya," Hanzo tidak bisa menahan rasa yang membakar di dadanya ketika teringat semua itu.

"Kau harus memilih. Putramu atau istrimu? Kami tidak bisa menyelamatkan keduanya," jelas tabib Orochi.

Hanzo menunduk sedih. Ia mencengkram erat selembar kertas yang sebelumnya sudah ia baca sehingga kusut, "Apakah separah itu?"

"Ya. Andai saja kau lebih cepat membawanya ke sini. Mungkin ini tidak akan terjadi."

"Bagaimana jika aku memilih istriku?" Hanzo mendongak untuk meminta keterangan dan diagnosis dari tabib Orochi.

"Istrimu akan selamat meskipun kemungkinannya hanya 50%. Tapi kemungkinan besar dia tidak bisa hamil lagi karena rahimnya rusak parah."

Hanzo berjengit terkejut, "Kenapa?"

"Penyakit itu seperti parasit yang memakan seluruh bagian tubuh penderitanya. Ia akan memekan bagian tubuh yang paling banyak menerima nutrisi. Selama kehamilan istrimu tentu saja dirinya memberi nutrisi terbaik untuk anakmu, oleh karena itu parasit tersebut lebih aktif di bagian rahim."

Hanzo tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia menginginkan keduanya untuk selamat. Jika ia menyelamatkan putranya, maka dirinya akan kehilangan istri yang sangat ia cintai. Dan jika ia memilih istrinya maka dirinya akan kehilangan putra yang selama ini ia harapkan dan ia nanti-nanti kehadirannya. Sedangkan istrinya didiagnosa tidak bisa hamil kembali jikapun dia selamat. Apa yang harus ia lakukan?

"Ka-kalau begitu, istriku saja."

"Kau yakin?"

Hanzo kembali merenung memikirkan keputusannya. Apakah ia sudah benar? Atau keputusan yang ia ambil itu salah? Keluarganya begitu menuntut Hanzo memiliki keturunan untuk menjadi penerus keluarga karena hanya dirinyalah yang bisa, sebab ia anak tunggal. Awal pernikahannyapun penuh kontroversi akibat tidak mendapat restu, karena istrinya dari kalangan bawah, namun Hanzo tetap bersikeras menikahi wanita yang ia cintai itu dan berjanji memberi keturunan yang diidamkan orang tuanya. Jika ia tidak bisa menepati janji, maka orang tuanya akan semakin membeci istrinya.

My Army (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang