Pria itu mengusap nisan di depannya dengan sayang. Tulisannya sudah memudar dan batu nisan itu hampir tenggelam ke dalam tanah.
Sabaku Rasa
Adiknya yang telah lama pergi meninggalkan dirinya. Mereka sama-sama berjuang di garis depan. Mereka hanya berdua. Dirinya, dan Rasa sudah menjadi yatim piatu sejak kecil. Hanya Rasa yang ia punya di dunia ini, namun ketika tubuh yang dulunya sering ia peluk itu bersimbah luka dan darah dirinya seakan runtuh dalam dan dadanya bergemuruh mendung merasakan sengatan panas di dadanya menyaksikan kematian sang adik yang nahas.
Kizashi meremas sedikit porselen hitam dengan pahatan nama sang adik yang memudar. Ia memandang dalam dan sendu. Mengenang segala memori masa lalu mereka yang terbilang singkat.
"Rasa," gumamnya. Posisinya yang berjongkok dan membelakangi Jugo membuat ekspresi yang dipasangnya tidak terlihat oleh orang lain.
Pria itu mengusap sedikit ujung matanya yang basah. Ia tidak ingin orang lain melihatnya dalam keadaan lemah begitu. Ia merasa imejnya harus tetap dijaga meskipun dalam keadaan terendah sekalipun.
Jugo mengedarkan tatapannya ke sekeliling pemakaman. Tidak ada orang di sana selain mereka. Daun menumpuk memenuhi jalan setapak menuju area pemakaman umum tersebut, tepat di sebelahnya pemakaman khusus untuk para prajurit yang gugur ketika berjuang.
Banyak pohon beringin yang tumbuh besar di sana. Membuat susana suram yang sangat terkenal di kuburan tercipta dengan sendirinya. Desauan angin berhembus lembut. Daun-daun hijau melambai tertiup angin, bahkan sebagian daun yang menua jatuh dan melayang-layang di udara sebelum menyentuh permukaan tanah.
Kizashi beranjak dari sana. Ia menatap sekali lagi makam sang adik dengan sendu dan merindu. Ia berharap akan berkumpul lagi suatu saat nanti.
"Aku pergi dulu," gumamnya sangat pelan.
Pria itu mengangguk pada Jugo. Pria muda itu ikut mengangguk dan pergi bersamanya dengan langkah mengiringi di belakang pria itu.
Kizashi berhenti melangkah membuat Jugo mau tidak mau menghentikan langkahnya pula.
"Ada apa?" tanyanya. Ia mengangkat pandangan mengikuti arah tatapan Kizashi.
"Karura?"
Wanita itu membekap mulutnya. Merasa terkejut dan senang sekaligus.
"Kizashi?!"
Karura melangkah dengan cepat dan memeluk pria itu erat. Setelahnya ia melepaskan dengan sedikit kekehan dan mata yang berkaca-kaca.
"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini."
Kizashi tersenyum tipis. Ia membawa wanita itu untuk duduk di bangku yang ada di sekitar sana.
"Pergilah duluan. Nanti aku menyusul," ucapnya pada pria muda di belakangnya.
Jugo mengangguk dan menjauhi keduanya. Ia cukup sadar diri untuk tidak mengganggu dua orang itu.
Kizashi dan Karura duduk pada bangku tua yang ada di bawah pohon besar nan rindang. Mereka berdua terdiam cukup lama, bingung memulai pembicaraan.
"Bagaimana kabarmu?" ucap Karura memulai.
Kizashi melirik, "Baik. Kau sendiri?" sahutnya tetap memandang ke depan.
"Aku juga baik."
Kesenyapan kembali terjadi. Mereka tidak terlalu akrap namun karena benang takdir yang terjalin membuat Karura mau tak mau harus mengenali kakak iparnya sendiri lebih dalam lagi.
"Kudengar kau menikah lagi?" tanya Kizashi.
Wanita itu menunduk seakan merasa bersalah dan ketakutan karena ketahuan selingkuh. Ia meremas ujung bajunya yang terjuntai di pangkuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Army (Complete)
Fantasy__cerita keenam__ Cinta tak dapat ditebak kapan datangnya, dan hati tak bisa memilih kepada siapa dia jatuh cinta. Semua berawal dari kerusuhan itu, yang membawa sang Dara ke pelukan sang Penjaga.