"Perjalanan ke perbatasan mempunyai jarak tempuh yang lumayan panjang, semuanya harus diatur serapi mungkin."
Pria hampir lima puluhan itu mengangguk-angguk. Ia memfokuskan pandangannya pada peta yang berukuran sebesar meja berbentuk persegi di ruangan itu. Sudah ada beberapa wilayah yang mereka tandai dengan spidol merah untuk tempat yang belum bisa mereka kuasai, dan beberapa tanda berspidol biru menandakan tempat yang telah menjadi milik mereka.
"Tepat saat semua pasukan berkumpul di titik ini," pria bernama Hanzo itu menunjuk titik yang diberi tanda x merah, "Jatuhkan bomnya!"
Danzo --pria dengan beberapa perban di kepalanya-- menoleh cepat.
"Kau bodoh atau apa? Di sana semua pasukan akan berkumpul, bahkan pasukan dari Ame!"
"Aku tidak peduli. Kita harus membasmi sebanyak mungkin pasukan lawan. Mereka pasti menurunkan banyak pasukan yang kuat di medan perang."
"Termasuk membunuh pasukanmu sendiri?"
"Ya! Kenapa tidak? Aku bisa mendapatkan yang lebih kuat dari mereka jika sudah menguasai seluruh wilayah Taki. Kau tentu tau rahasia yang dimiliki Taki selama ini, mereka menyimpan banyak kekuatan tak terduga."
Danzo menyandarkan tubuhnya pada meja kerja Hanzo yang menghadap pintu masuk.
"Kau sedikit sinting, tapi aku suka rencanamu. Di sana juga akan banyak pasukan Konoha, yang aku dengar Fugaku mengerahkan seluruh prajurit terbaik yang dia miliki."
"Hmm ... Bukankah itu bagus! Setelah banyak prajurit terbaik yang mati di medan perang kau bisa menggeser posisi Fugaku."
"Bagaimana dengan Kizashi? Dia salah satu bawahanmu yang sangat tangguh, apa kau akan mengirimnya ke perbatasan juga?"
Hanzo menyeringai, "Ya, dia terlalu banyak mengetahui rahasiaku. Penghianat itu harus mati di sana."
Kizashi bersembunyi di balik dinding. Ia sejak tadi mendengarkan pembicaraan Hanzo pemimpin pasukan negara Ame dan Danzo yang posisinya cukup penting di Konoha. Sudah sejak lama ia mencium kebusukan keduanya, tapi dirinya tidak memiliki bukti yang kuat untuk melengserkan kekuasaan keduanya.
"Berapa jangkawan bom itu?"
Hanzo membuka salah satu map yang ada di atas mejanya, "Kurang lebih 150 meter. Cukup untuk melumpuhkan ratusan nyawa, bahkan ribuan jika kita beruntung."
"Apa skala itu tidak terlalu kecil?"
Hanzo terkekeh. Ia berjalan memutari meja dan memandang ke luar jendela yang ada di ruangannya.
"Kau tenang saja, Danzo ... Mereka akan berkumpul di satu titik. Itu memudahkan kita."
Kizashi mengepalkan tangannya erat. Ia tidak percaya jika selama ini diperdaya oleh mereka berdua yang hatinya sangat busuk. Mereka itu hanya orang yang tamak dan serakah tidak pernah puas dengan posisi mereka sekarang. Ia harus pergi secepat mungkin ke perbatasan menyusul pasukan yang telah berangkat sore semalam, kemungkinan mereka sudah sampai dan membangun tenda darurat di sana. Ia harus memberitahukan rencana Hanzo dan menggagalkannya, tapi ... Menuju ke perbatasan memerlukan waktu yang tidak sebentar, perlu waktu satu hari lebih sedangkan dia tidak memiliki waktu lebih banyak lagi.
Kizashi pergi diam-diam dari sana. Padahal niatnya bertandang ke sana adalah untuk melaporkan perkembangan terakhir di perbatasan sebelum dilakukannya eksekusi habis-habisan besok pagi.
Dia tidak perlu menutupi apapun lagi. Hanzo sudah mengibarkan bendera perang padanya dan Kizashi dengan senang hati menyambutnya.
Kizashi pergi ke tempat penyimpanan senjata dan segala keperluan perang. Ia melihat bom rakitan itu di sana ada beberapa buah. Kizashi tidak bisa membayangkan jika semua bom itu dijatuhkan di perbatasan besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Army (Complete)
Fantasi__cerita keenam__ Cinta tak dapat ditebak kapan datangnya, dan hati tak bisa memilih kepada siapa dia jatuh cinta. Semua berawal dari kerusuhan itu, yang membawa sang Dara ke pelukan sang Penjaga.