chapter dua belas;

9 0 0
                                    

Jika kamu merasa kesedihan tengah mempermainkanmu, cukup percaya saja akan ada kebahagiaan nantinya. Percaya akan adanya pelangi setelah hujan.

Mas Fajar mendekat, dengan senyuman khas nya yang membuat jantungku sedikit berdegup lebih cepat. Kualihkan pandanganku, mencari sosok Jingga.

Perempuan itu menatap Mas Fajar dengan ekspresi yang tidak terbaca. Wajahnya benar-benar datar. Aku tidak berani bertanya.

"Kamu sama siapa Nja?" Mas Fajar bertanya ketika posisi kami sudah berhadapan.

"sama temenku mas, tapi kayaknya dia nggak jadi datang deh."

Mas Fajar menganggukkan kepalanya lalu matanya berusaha mengintip tiket yang sedang kupegang.

"Wah, film kita sama. Udah gitu sebelahan juga lagi, takdir atau gimana ya?"

Aku hanya berdecak pelan, berusaha tidak termakan oleh apapun yang mas Fajar ucapkan.

"Kesini sama siapa Mas?" Aku bertanya seraya menuju tempat duduk yang disediakan untuk menunggu.

Mas Fajar mengikuti, ia duduk disebelahku dengan tangan yang juga membawa minuman serta snack.

"Kebetulan sendiri, penasaran sama film ini. Kebetulan teman saya kerja di PH itu."

Mungkin jika orang lain yang mendengar ucapan Mas Fajar seperti sosok yang sedang memamerkan pekerjaan temannya. Tapi saat melihat wajah Mas Fajar, tidak ada kesan angkuh disana. Ia betul-betul mengapresiasi pekerjaan temannya.

Aku mengitari seluruh ruangan, mencari Jingga yang mendadak menghilang ketika Mas Fajar mendekat.

Lalu pandanganku terhenti disatu titik, titik dimana aku melihat sepasang manusia yang kukenal dengan baik sedang mengantre untuk membeli tiket.

Ya. Dewa dan Tasya berada disana. Tepat dimana mataku menatap mereka.

Tangan Dewa sesekali kulihat mengusap rambut atau pipi Tasya. Seakan mereka sedang berkencan dan tak ada seorangpun yang mengenali mereka.

Mataku memanas, lalu akhirnya kualihkan pandanganku segera.

"Itu mantan kamu kan?" Pertanyaan Mas Fajar yang tiba-tiba membuatku menoleh kearahnya.

Tidak menjawab. Hanya sejenak kemudian aku mengalihkan pandanganku. Menatap sepasang sepatuku sepertinya lebih baik.

"Maaf kalau saya kurang sopan, tapi saya sedikit mencari tau tentang kamu ke Tyra. Dan yah Tyra memberikan saya foto kamu dan mantanmu."

Aku berdecak pelan, mbak Tyra memang tidak bisa dipancing sedikit. Jika bertanya soal sesuatu kepadanya, sudah dipastikan semua tentang yang kau inginkan akan langsung ia beri tahu. Seperti mas Fajar yang ingin tau soal pribadiku.

"Lain kali apapun yang Mbak Tyra sampaikan tolong jangan selalu didengar ya Mas. Bukan bermaksud apa-apa, tapi rasanya nggak sopan kan jika mas mencari tau soal aku dan itu mas dapatkan dari orang lain."

Wajah Mas Fajar berubah, ia terlihat merasa bersalah dengan hal itu.

"Sorry, Nja. Bukan begitu maksud saya."

Aku mengulas senyum, kemudian mengangguk. "It's okay, mungkin mas kepo dengan hubungan percintaanku. Tapi lain kali mending mas langsung tanya ke aku aja."

Aku melihat Mas Fajar mengulas senyum lega, ia kemudian ikut mengangguk setuju dengan ucapanku.

"Nja." Suara serak milik Tasya menyapa telingaku, tanpa sadar aku lebih mendekat pada Mas Fajar. Aku kembali teringat percakapan mereka berdua.

Menghela nafas panjang, aku mengulas kembali senyum tanpa masalah diwajahku. Kulihat tangan Dewa sudah tidak berada pada rambut ataupun pipi Tasya.

"Eh, hai Sya." ujarku singkat. "Libur shooting?"

Tasya mengangguk, "Iya. Kebetulan Fardan nggak bisa diajak, jadi ngajak Mas Dewa aja." tatapan Tasya beralih pada sosok Mas Fajar. "Sama siapa Nja?"

"Hi, kalian temennya Senja ya?" Mas Fajar menyodorkan tangannya untuk bertukar sapa, "Iya, saya teman kecilnya Senja. Kebetulan juga Senja sedang butuh ditemani, makanya kami nonton bareng. Lagian, gadis manis seperti Senja kan sayang untuk dilewatkan apalagi dibiarkan sendirian."

Aku rasanya ingin menginjak kaki mas Fajar. Untuk apa dia mengatakan hal itu.

"Studio kami sudah dibuka, duluan ya Sya, Wa." Aku kemudian menarik tangan Mas Fajar. Tetapi aku juga tidak buta untuk tak melihat senyum menyebalkan yang ditunjukan Mas Fajar pada Dewa.

*** // /*/ ***

"Kalian udah berapa lama putus? Kok dia keliatan baik-baik aja, bahkan dia jalan sama perempuan lain." Mas Fajar menyuap potongan sushi sambil bertanya.

Aku mendengus, tidak ada usaha apapun untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Mas Fajar.

"Kamu sengaja diam aja ya? Sengaja atau gimana?" Mas Fajar masih sibuk mencecarku. Aku menelan ramen yang baru saja kukunyah dengan kesal.

"pertama aku memang nggak mau jawab apa-apa, kedua kayaknya ini bukan urusan mas Fajar deh. Bukannya sebelum kesini kita udah bikin kesepakatan?"

Mas Fajar mengulas senyumnya, senyum yang perlahan menggetarkan hatiku.

"Saya memang mengiyakan permintaan kamu, tapi entah kenapa saya ingin kenal kamu lebih jauh. Apakah itu nggak boleh?"

Aku hampir tersedak kuah ramen milikku, kufikir mas Fajar sedang menggodaku. Tapi wajahnya tidak menggambarkan raut bercanda sama sekali.

"Candaannya nggak lucu, mas." kataku mengalihkan pandangan.

Mas Fajar terkekeh pelan, "Saya sama sekali nggak bercanda. Bercanda sama perempuan apalagi soal seperti ini bukan kesukaan saya, Nja."

Aku terdiam, tidak tahu harus merespon apa.

"Nah, jangan dijadikan fikiran. Saya memang seperti ini, straight to the point."

Aku hanya mengulas senyum kikuk, kembali menyibukkan diri pada ramen dimangkuk milikku.

Tidak ada yang berbicara setelahnya. Aku merutuki diriku yang seperti ini, yang terlalu serius dalam menghadapi ucapan Mas Fajar.

Ditambah Jingga yang menghilang. Aku sudah membeli tiket namun dia malah tidak muncul. Kenapa sih hantu seperti dia amat sangat menyebalkan.

"Saya benar-benar serius saat bilang ingin mengenal kamu lebih jauh, dan bukankah kamu lebih suka jika saya langsung mencari tau ke kamu daripada ke Tyra?"

Lemon tea yang baru saja masuk ke tenggorokanku rasanya ingin kusemburkan lagi kearah Mas Fajar. Kenapa sih dia suka sekali mengatakan hal yang tidak-tidak dan juga selalu mendadak.

"Kalaupun aku bilang nggak, kamu akan tetap berusaha kan Mas?"

Mas Fajar mengulas senyum usilnya, membuatku langsung tau apa arti dari senyumannya.

"Fine. Lakukan apa yang kamu mau agar bisa kenal aku lebih dekat."

Mas Fajar terkekeh, sebelum akhirnya ia memangil pelayan untuk meminta bill.

"Sudah? Ayo saya antarkan kamu pulang."

Senja & Fajar [ on hold ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang