chapter tiga;

14 1 0
                                    

Karena jika kamu cinta, kamu tidak akan memiliki waktu untuk membuatku terluka dengan cara harus menunggumu yang mulai tak jelas.

Aku masih bingung karena Jingga tidak terlihat batang hidungnya. Setelah menemukan dia berada disamping seorang lelaki yang kutau bernama Fajar, Jingga tak lagi terlihat.

Aku tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi pada Jingga. Perempuan itu menutup mulutnya dengan amat rapat ketika aku bertanya. Dan aku kehabisan ide untuk mengorek informasi darinya.

Fajar yang kutau bekerja dikantor seberang, memang berteman baik dengan Mbak Tyra dan juga Mas Andra. Lelaki itu bekerja sebagai kepala divisi keuangan dikantor seberang. Entah apa nama kantornya, tapi yang kutahu kantor tempat lelaki itu bekerja bergerak dibidang Jasa dan Pelayanan.

"Rain, lo jomblo kan ya sekarang? Sama Fajar aja deh. Dia juga lagi jomblo tuh." Ujar Mbak Tyra saat ia melewati kubikel tempatku.

Aku yang sedang meminum air pun tersedak, astaga mbak tyra! Bisa bisanya dia punya pikiran seperti itu.

"bukannya mas Fajar mau nikah ya Mbak?" Amhyra menyahut dari balik kubikelnya.

Mbak Tyra mengangguk tipis, "awalnya iya. Tapi enam bulan lalu pacarnya hilang gitu aja. Kasian deh."

"duh, gosip makin lancar ya kalo udah sama mbak Tyra." selorohku sambil tertawa kecil.

"bukan gosip, rain, tapi fakta. Fajar itu udah mantap banget lho, mapan iya, ganteng iya. Bisa banget jadi imam yang tepat buat lo. Daripada si Dewa," sungut Mbak Tyra.

"nggak ah mbak, pacarnya mas Fajar itu kan baru hilang. Nanti kalo misalnya balik lagi terus mas Fajar belum move on, aku patah hati lagi deh." ujarku dengan kekehan pelan.

Aku betul-betul mencari Jingga, biasanya dengan memikirkan perempuan itu, Jingga akan langsung muncul. Kadang membuat beberapa teman kantorku bertanya-tanya.

Tapi kali ini tidak, Jingga tidak memperlihatkan dirinya. Aku jadi khawatir jika sesuatu terjadi padanya.

Eh tapi memangnya hantu bisa celaka ya? Aku kemudian terkekeh sendiri dengan pemikiranku.

"ketawa aja rey, mikirin mas Fajar lo ya?" suara Amhyra memecah pemikiranku.

Aku mendengus pelan, "enak aja lo. Jangan sebar gosip sembarangan gitu. Mbak Tyra dengar kelar deh gue."

"apa nih bawa-bawa nama gue?" Mbak Tyra muncul dibalik kubikelnya. Aku mengeluh pelan.

"Rain mikirin mas Fajar mbak, senyum-senyum sendiri dia." celetuk Amhyra.

Aku melempar tatapan tajam kearahnya, "enak aja! Asal ngomong si Mhyra aja itu mah. Bilang aja dia yang naksir sama mas Fajar."

"dih, enak aja. Gue udah punya Bintang kali." Amhyra memamerkan cincin jemari kirinya.

Aku mendengus, Amhyra memang sebentar lagi akan menikah. Yah, harapanku pun kalau bisa tahun ini menikah juga. Hanya saja, orang yang kuharapkan mendadak tak lagi kuinginkan.

"beneran mau gue kenalin nggak Rain? Sekalian lah gue mau ke kantornya dia nanti." ujar mbak tyra.

"enggak mbak. Terimakasih banyak." kataku menutup pembicaraan, sedangkan Amhyra dan mbak Tyra sibuk tertawa.

*** ** **

Aku berulang kali mengintip kearah balkon, berharap sosok Jingga datang. Sudah sejak tadi aku mencarinya, bahkan keseluruh isi rumah. Jingga tidak pernah seperti ini sebelumnya, jikapun ia pergi itu hanya sebentar dan ketika aku pulang kerja, ia pasti sudah duduk diatas meja riasku.

kemana sih dia? sejujurnya aku cemas. Meskipun tidak ada yang tau tentang Jingga, tapi aku serius menjadikannya temanku.

Mungkin akan aneh untuk diterima logika ketika dirimu berteman dengan makhluk tak kasat mata. Tapi, bersama Jingga aku bisa mendapat keuntungan lain, yaitu tidak mendapat gangguan dari makhluk lainnya.

Bisa dibilang, Jingga menjagaku dari gangguan lain. Katanya, hanya dia yang berhak menggangguku.

Saat pertama kali aku bertemu dengan Jingga, aku melihat perempuan itu duduk dipinggiran taman kompleks perumahanku. Kufikir dia adalah perempuan yang kesasar dan tidak bisa pulang.

Aku belum sadar jika Jingga adalah satu dari sekian banyak makhluk tak kasat mata yang bisa kulihat. Penampilannya terlalu manusia untuk seorang hantu.

Sampai akhirnya kuajak dia kerumahku, karena aku kasihan dengan posisinya yang menyedihkan sore itu.

Dan ketika kusadar bahwa Mama tidak melihat sosok Jingga, aku baru tahu dia adalah seorang hantu.

Kaget? Jelas saja! Tapi Jingga memohon agar aku bisa memberikannya tempat, dia tidak ingin tinggal dimanapun yang sudah memiliki penghuni lain. Dan dengan berat hati, akhirnya aku menerima kehadirannya.

Tentu saja dengan syarat. Dia harus berperilaku seperti manusia normal. Dan yah, pertemanan kami masih terjalin sampai sekarang.

Senja & Fajar [ on hold ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang