TUJUH

1.5K 154 0
                                    

Chapter 7

LADY’S HOUSE 

                Nama itu tercetak besar didepan halaman rumah bertingkat dua dengan halaman sederhana. Ada banyak anak kecil berumur tujuh sampai lima belas disana, bermain, berlari, berlompat. Yah, Lady’s house sebuah tempat yang sering dikatakan panti asuhan. Sebuah rumah bertingkat dua yang dipenuhi dengan anak anak yatim piatu.

                Aku mengerutkan kening heran ketika audy hitam milik Stefan berhenti didepan halaman Lady’s House ini. Eh, bukankah dia akan membawaku ketempat trek? Yang seharusnya berhenti diarena balap yang begitu memicu adrenalin? Bukan didepan sebuah rumah sederhana ini.

                “Kau pikir aku akan membawamu kearena trek. Huh?” Katanya yang membuatku langsung memalingkan mataku menatapnya yang kini tengah menyeringai. Aku mengangguk masih dengan kening yang berkerut merasa heran tentu saja mengingat Stefan tadi mengatakan jika akan mengajakku trek. Walau sejujurnya aku tidak ingin kesana mengingat jika Mom tahu jika aku pergi kearena liar seperti itu mungkin aku akan digantung olehnya.

                “Well aku pikir kita akan benar-benar kesana” Aku menjawab sambil mengangkat kedua bahuku mencoba acuh dan tidak mempermasalahkan hal ini.

                 Dia terkekeh. “Tidak. Aku tidak mungkin mengajak gadis manja sepertimu kesana mengingat bagaimana sikap ibu-mu” aku mendegus ketika mendengar dia mengatakan aku gadis manja. Hai, aku tidak manja hanya saja Mom terlalu begitu menyayangiku.

                “Aku tidak manja! Akankah kau tahu?!” kataku mencoba mengoreksi. Dia mengangguk acuh seakan tidak percaya dengan ucapanku.

                “Yeah, terserahlah. Cepat turun!” Katanya. Turun? Aku kembali menatapnya bingung yang seketika membuat Stefan mendegus.

                “Apa kau serius mengajakku kesini Stef?”

                “Apa kau tak suka. Huh?” Tanyanya dengan ketus. Aku menggeleng cepat. Tidak, bukan itu maksudku, tapi aku hanya heran bagaimana bisa seorang Stefan William yang notabene laki-laki yang bisa dikatakan tertampan di Carlo’s memiliki sifat dingin yang ketus serta sorot pandang datar memiliki sisi hati mulia… bukankah itu aneh? Well, walau sejujurnya aku lebih suka hal ini.

                Sudut sudut bibirku tertarik hingga membuat sebuah cekungan senyum lebar yang bersemangat. Yah, aku begitu bersemangat ketika melihat seorang anak kecil yang bisa aku anggap menjadi adikku sendiri. “Tidak, aku suka ini” setelah itu aku langsung menarik handle pintu audy hitam Stefan dan keluar dari audy-nya dengan aura semangat yang berkobar-kobar. Stefan tercengang lantas sebuah cekungan manis terukir diwajah tampannya.

                Aku berdiri disisi pintu audy hitam Stefan menunggu laki-laki itu keluar dari mobilnya. Semua pasang mata milik anak-anak panti yang berkumpul ditengah halaman itu langsung tertuju kearahku. Tidak, maksudku kearah Stefan yang kini berdiri disamping tengah tersenyum hangat kearah segerombolan anak-anak yang kini berlari penuh semangat mendekati kami berdua. Aku tercengang ketika untuk pertama kalinya aku melihat senyuman hangat Stefan. Uh, aku tahu sekarang ternyata dibalik sifat dingin ketusnya Stefan laki-laki itu memiliki sebuah hati yang hangat. Satu point yang harus aku catat dalam buku diary-ku nanti.

                Aku kembali menarik senyum tipis ketika melihat bagaimana keakraban Stefan dengan anak-anak panti itu. Apakah sebelumnya Stefan pernah kesini sebelumnya? Lihatlah ini benar-benar hal yang harus aku catat dibuku diary-ku. Sikap Stefan benar-benar berbeda berbanding 90® berbeda dengan sifatnya ketika disekolah. Dingin, datar, ketus dan seolah dia punya sebuah dinding besar yang kokoh untuk menutup sikap hangatnya.

MY GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang