Satu malam ini aku mengurung diri dikamarku. Aku tidak berselera makan. Untuk keluar kamar saja, aku tidak ingin. Mama dan Papa menanyakan keadaanku. Aku hanya menganggukkan kepala memberi tanda bahwa aku baik-baik saja. Aku berakting bahwa aku tetap ceria, tepatnya pura-pura tersenyum menyembunyikan kesedihanku.
Saat aku sendiri dikamar, aku memegangi ponselku. Aku ingin menelpon seseorang tapi aku tidak tahu siapa yang harus kuhubungi. Teman-temanku, aku yakin mereka sekarang sedang sibuk mengurusi perpindahan mereka untuk mendaftar ke perguruan tinggi. Aku sendiri tidak berselera mengingat bagaimana aku kuliah nanti. Yang ada dipikiranku hanya ‘Rizky’. Aku ingin bertemu dengannya. Apakah dia sekarang sudah bersiap-siap pergi ke Jerman?
Aku hanya dapat menatap layar ponselku. Kulihat fotoku dan dia. Foto saat kami sama-sama mengajari Daniel. Foto kami bertiga. Yang menjadi fokusku adalah Rizky, bukan Daniel. Aku tidak tahu bagaimana keadaan Daniel sekarang, tapi aku lebih tidak tahu kenapa dengan Rizky?
Aku tersadar dan mengusap air mataku setelah melihat ada panggilan masuk di ponselku. Kania.
“hallo Kania. Ada apa?” tanya ku malas tidak bersemangat
“La, keluar sebentar. Aku ada di depan rumahmu”
“apa? Ini sudah malam Kania. Ngapain kamu disitu?” tanyaku heran
“ini penting La, cepat”
Aku langsung turun dan bergegas untuk keluar. Tidak tahu, tapi firasatku mengatakan ada yang tidak beres. Untuk apa Kania datang ke rumahku malam-malam begini. Bahkan pintu rumahku juga sudah ditutup. Ini alasan kenapa Kania ada di depan dan tidak masuk kerumah.
“Lala, mau kemana? Kenapa berlari seperti itu?” kulihat Papa menghentikanku, ternyata mereka belum tidur dan masih menonton TV.
“Lala pergi keluar sebentar Pa. Ini penting”
Tidak perduli lagi dengan omongan Papa, aku bergegas keluar. Kutahu, Papa ikut berlari mengejarku ke depan rumah.
“Kania, ada apa? Ini sudah malam. Dengan siapa kamu kesini?” tanyaku setelah aku membuka pintu gerbangku.
“La, ada hal penting yang harus kamu tahu. Aku tidak masuk karena aku tahu ini sudah malam bahkan pintumu sudah ditutup.”
“hal penting apa?” tanyaku heran
“sebentar”
Kulihat Kania sibuk dengan ponselnya. Tidak lama dia berbicara dengan seseorang yang ternyata adalah Deni.
‘’Deni, dimana posisimu? Aku sudah bersama Lala. Cepat kerumah Lala”.
Ponsel ditutup. Aku heran apa maksudnya, kenapa Kania menelpon Deni? Ada apa dengan mereka?
Tidak lama Deni datang membawa mobil Papanya. Dia bergegas turun dan berlari menemuiku.
“ada apa? Apa yang terjadi? Kenapa kalian seperti ini?” tanyaku heran lagi.
“La, kamu harus ikut denganku ke Bandara”
Kali ini Deni nyaris menarik tanganku untuk membawaku ke mobilnya. Aku berhenti dan mengelak
“untuk apa? Ini sudah malam.”
“kamu nanti akan tahu”
Lgi-lagi Deni manarikku dan diikuti oleh Kania. Aku menurut saja. Namun tiba-tiba kulihat Papa dan Mamaku menyusul.
“mau kemana kalian? Ini sudah malam? Lala.” Tanya Papa.
Kami saling berpandangan. Lalu Deni menghampiri Papa dan berbisik sesuatu kepadanya. Aku tidak tahu apa yang jelas Papa langsung mengatakan,
KAMU SEDANG MEMBACA
MUNGKIN, AKU ISTIMEWA
RomanceNasyala Annisa, yang biasa dipanggil Lala sudah 5 tahun lamanya tidak bertemu dengan Rizky Adikesuma. Teman sekelasnya saat SMA. Seseorang yang juga sangat ia rindukan. Seseorang yang membuatnya menjadi istimewa. Tiba-tiba sebuah pekerjaan memperte...