5. I'm Not Crazy, Ky

42 7 0
                                    

Kali ini Rizky menagih janjiku. Sebentar, janji apa ya? Aku tidak merasa pernah memberikan janji kepadanya. Tapi tiga hari yang lalu setelah makan bersama dari rumah Bu Rosa, Rizky mendatangiku di halte dan menanyakan perihal aku yang ingin mengajari adiknya. Masih ingat kan?

Siang itu di halte saat lagi-lagi aku pulang sendiri Rizky mengajakku untuk kerumahnya. Jelas saja aku langsung menerimanya setelah berdebat dengannya. Catat, perdebatan itu sebenarnya tidak akan pernah terjadi jika aku tidak mencari alasan untuk menolaknya. Begini ni ceritanya,

“Lala, aku kan sudah bilang supaya kamu tunggu aku di depan kelas” katanya menghampiriku

“buat apa aku harus nunggu kamu?”

“Kamu lupa? Kamu kan sudah berjanji untuk mengajari adikku”

“huhh.” Terdengar desahanku “kamu pintar, kamu juga masih berada pada posisi 10 besar, kenapa tidak kamu saja yang mengajarinya. Aku pikir dia akan lebih suka denganmu” tuturku sebenarnya mengelak

“bilang saja kalau sebenarnya kamu tidak mau. Jangan mencari-cari alasan dengan memujiku kalau aku ini pintar” katanya tegas “lagi pula aku juga sudah dari dulu tahu kalau aku memang pintar”

Astaga, narsis amat kan? PD banget dia bilang begitu sama aku.

“ngaku. Yaudah sana ajarin adiknya. Malah nyuru orang lain”

“pokoknya sekarang ikut aku pulang.”

Mau tidak mau, suka tidak suka, aku memang harus ikut karena aku sudah mengiyakan waktu itu. Sebenarnya aku bukan malas mengajari adiknya, hanya saja aku malas jika yang kuajari adalah adiknya. Adik Rizky Adikesuma.  Apa tidak ada orang lain yang menawariku pekerjaan ini? Hehehe.

Aku ikut dibonceng Rizky menuju rumahnya. Jujur, baru kali ini kulihat dia membawa motor. Selama ini kuperhatikan dia selalu naik Bis jika pulang sekolah. Apapun itu, Emang Gue Pikirin? Ngitung-ngitung ngirit ongkos buat transport ke rumahnya yang berbeda arah dengan rumahku. Aku menurut saja la pokoknya.

......

Saat dirumah Rizky Adikesuma.

Sumpah, ini mah istana. Jauh banget sama rumah aku dan Rani. Bu Rosa juga kalah. Asri banget rumahnya. Yang kukagumi adalah halaman belakangnya. Rizky bilang mereka senang bermain dibelakang karena susananya sejuk dari pada di depan yang panas karena pantulan sinar matahari pagi. Sedangkan halaman belakang, mau pagi atau sore tetap saja suasananya sejuk. Aku suka.

Lagi-lagi ada sebuah pondok kecil yang unik. Lebih keren deh dari pondoknya Bu Rosa. Bedanya di tempat Bu Rosa pondoknya terletak di depan kolam ikan dan dikelilingi taman mawar. Pondok di rumah Rizky hanya dikelilingi taman mawar yang tidak ada kolamnya. Mereka kurang suka dengan kolam katanya. Tapi tetap tidak menghilangkan suasana sejuk dan heningnya karena dirimbuni dengan pohon mangga yang cukup tinggi dan rindang. Kalau begini, bisakah aku mengajari adiknya disini saja?

“Ky, aku boleh kesana gak?” tanyaku menunjuk pondok itu

“boleh. aku akan menyusulmu nanti” katanya yang kulihat dia berjalan kedalam lagi.


Tak lama kemudian  Rizky sudah kembali dengan adiknya. Adiknya itu seorang cowok. Kira-kira usianya sekitar 6 tahun. Sebentar lagi dia akan memasuki sekolah dasar. Singkat cerita ni, aku juga berkenalan dengan Mamanya Rizky. Namun tidak dengan Papanya. Rizky berkata Papanya saat ini sedang diluar kota. Tepatnya berada di Surabaya untuk suatu pekerjaan. Papa Rizky adalah seorang pengusaha kelas atas yang baru sukses di tingkat puncak tiga tahun yang lalu. Mereka bilang sebelumnya, mereka hanya pengusaha kelas menengah. Beruntung sekali rezeky Yang Maha Kuasa memberikan keluarga mereka seperti ini.

MUNGKIN, AKU ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang