Pada sebuah cerita yang tak berjudul. Hampir saja kutuliskan cinta sebelum nanar menjadi gusar. Semusim yang hilang dan hanya menyisakan kenang, takkan kutulis sesal sebagai penutup paragraf.
Pada semusim yang telah hilang, akhirnya kutahu bahwa membuat friksi adalah bakat terbaikmu. Sama sepertimu yang membiarkanku menulis fiksi, aku pun akan demikian. Yang kulakukan hanya membiarkanmu. Terserah, imaji siapa lagi yang kelak kau bubuhi friksi.
Semusim yang telah hilang menjadi hibernasi bagi hati yang telanjur basi. Dengan alasan yang tak kutahu, kau jadikan aku penghangat. Membuat hatimu hidup sekali lagi. Di saat kau utuh, kau buat diriku runtuh hanya dengan segala acuhmu.
Sayang, aku salah menerka. Aku terlalu mudah untuk percaya. Bahwa yang kau beri seutuhnya adalah cinta.
Kini, aku tak tahu dengan siapa aku dapat berjalan tanpa tertatih setelah kau tiada. Aku teringat bagaimana caramu membuatku bangkit saat aku terjatuh. Sungguh, aku yang kau papah tak pernah berkesiap untuk patah.
Mengapa?
Dengannya, kau berbagi suka. Denganku, kau membagi luka. Dengannya kau tuliskan harap dengan tinta. Denganku kau dongengkan harap yang menyaru air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOVEMBER (Prosa)
RomanceSebab waktu di sepanjang November yang basah, menggeliatkan rindu yang resah. Dan hujan adalah lorong waktu bagi para penjelajah amygdala.