Amygdala

84 7 0
                                    

"Hai, masa lalu" sapaku kepada tiap-tiap wajah yang kutemui dalam perjalanan menuju amygdala. Satu per satu wajah kutatap dengan saksama. Bersamaan dengan itu, bergulirlah adegan demi adegan dramatis.

Aku menangis saat kulihat kejadian di mana aku tak dapat mengenali diriku sendiri. Saat aku dibungkam oleh cinta yang memilih bersemayam hingga menjadi cerita kelam.

Kemudian aku melangkah kembali. Ada banyak manusia yang tampak usang. Mereka terpenjara dalam frame-frame yang tergantung di dinding amygdala. Setiapnya tertulis keterangan. Ada yang manis nan puitis, ironis, melankolis, liris bahkan tragis.

Beberapa dari mereka melambaikan tangan. Menawarkanku segelas cappucino dan buku-buku fiksi kesukaanku. Mereka berharap aku singgah--sekali lagi.

Aku tersenyum kepadanya. Meski mereka hanya bagian dari amygdala, aku tak ingin membuat mereka bersedih. Aku tahu bagaimana pernah dibuat perih oleh mereka. Dan aku pun ingat betapa pernah terpingkal-pingkal hingga tak ingat waktu bersama mereka.

Aku tersenyum sekali lagi. Hidupku ada di depan mata. Hidupku tidak lagi tentang mereka. Jika suatu hari hujan bulan November membukakan jalan menuju amygdala, aku akan bersedia masuk. Menikmati perjalanan untuk menengok mereka. Sebatas itu. Apa yang terjadi kemarin, tak lagi pantas kujadikan penyesalan. Meski di dalam amygdala menawarkan kebahagiaan, aku takkan memilih berpindah--meninggalkan kenyataan.

Sampai jumpa, Masa Lalu...

NOVEMBER (Prosa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang