Satu Hari di Bulan November

134 9 0
                                    

: Untuk Pemilik Senyum Puisi

Pasal 1
Aku bisa menuliskan cerita romantis layaknya kisah Yusuf dan Zulaikha; diperankan oleh aku dan kau, si lelaki pemilik senyum puisi. Namun aku takut jika kenyataannya, cerita itu justru diperankan oleh aku dan bayangmu saja.

Pasal 2
Aku juga bisa menuliskan cerita tragis yang membuat pembaca merasa miris. Seperti tragedi kehilangan dan sengaja dihilangkan. Ah sayang, sekadar bermimpi, aku tak pernah. Apalagi jika melibatkan aku dan kau, inginku hanya menulis persoalan di pasal satu, kalimat pertama.

Pada satu hari di bulan November semesta menulis kisah tentang pertemuanku denganmu. Entah apa maksud semesta. Aku tak begitu peduli pada hal itu. Aku hanya bersyukur karenanya. Yang kutahu, sejak hari itu kau menjadi perangsang lahirnya kata-kata dari rahim sajak. Kau bahkan bisa menjadi warna di langit yang buminya kupijak.

Sejak ada dirimu, tak ada hari-hari kelabu meski November mengguyurkan hujan berkali-kali. Sejak ada dirimu, hujan menjadi areal untuk merindu. Tak pernah ada mimpi buruk yang menyasar tidurku. Senyum puisimu mampu menghalau mimpi buruk layaknya dream catcher.

Namun, barangkali hal itu hanyalah anganku semata. Ada yang kuketahui tentang hatimu yang tak mendukung untuk aku miliki seutuhnya. Aku menyukaimu sebagaimana kau mencintai--mantan--kekasihmu. Aku mendamba dirimu sementara kau menambatkan hati untuk tetap tinggal di masa lalu tanpa aku.

Sebelum Tuhan menyadarkanku perihal takdir. Sebelum aku luluh lantak sebab harapan yang melebur. Izinkan aku bersaksi bahwa di mataku tiada lelaki pemilik senyum puisi selain engkau. Dan tulisan ini terlahir dari sebuah kesungguhan.

NOVEMBER (Prosa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang