Universitas Cambridge, 1999
Ada yang berbeda saat menginjakkan kaki pada Tanah Britania Raya di bulan Oktober. Saat dimana angin bertiup lembut sehingga menggugurkan dedaunan yang mulai berubah warna. Begitu teduh dan hangat meresapi hati siapa saja yang sedang berada disana. Tak terkecuali para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang asik bercengkaram pada Taman Kampus yang begitu asri, dengan pemandangan sepanjang sungai Cam yang jernih mengalir serta rumput-rumput dan pepohonan yang terpangkas rapih pada kiri dan kanan kontruksi bangunan megah bergaya abad pertengahan tersebut.
Disaat mahasiswa dan mahasiswi lain begitu antusias dengan aktivitas luar mereka, hanya ada beberapa mahasiswa yang memilih meringkuk didalam kamar asrama mereka. Entah karena saat itu mereka sedang kurang sehat, menikmati kemesraan dengan pasangan, sampai dengan memutar otak mencari celah untuk menang dalam sebuah permainan yang sedang berlangsung.
“ Straight!” seru Alex sambil berjingkat riang dengan mengangkat satu telunjuknya keatas. “kali ini aku pasti menang!” desisnya penuh semangat.
Mendengar ucapan Alex, Mike bersendawa dengan keras. Perutnya kembung, matanya berkunang-kunang. Pria itu terlihat berusaha keras untuk membaca deretan buah pada kartu yang sedang dipegangnya. “Ah sial! itulah kenapa aku benci permainan ini dan lebih menyukai koleksi bukuku!” gerutunya pelan. “ aku lewat!” ucapnya lagi.
Melirik Mike yang tampak pasrah. John memutar matanya sambil tersenyum penuh percaya diri. Lalu dalam satu kali gerakan cepat ia melemparkan lima buah kartunya keatas meja, dua kartu diantara dengan angka yang kembar, sedangkan tiga kartu lainnya dengan angka berurutan dalam buah yang sama. “Full house!” desisnya berapi-api.
Mike kembali bersendawa dengan keras, sementara mata sipit Alex mebelalak takjub. Mereka berdua seolah sudah menemukan siapa pemenang dari permainan mereka yang kesekian kalinya hari ini.
Detik demi detik penuh ketegangan akhirnya terlewati, sambil menghela nafas Mike segera meraih gelas Bir berukuran besar untuk segera di teguknya sebagai hukuman atas kekalahannya yang kesekian kalinya. Jika di total, Mike telah menghabiskan tiga gelas bir, sementara Alex menghabiskan dua gelas bir, John satu gelas bir, sedangkan Dave si Raja Minum justru belum meminum setetes pun, pertanda pria itu belum pernah kalah.
“ okee sudaahh bubar-bubar! Kita sudah menemukan siapa pemenangnya! Sekarang waktunya mencari wanitaaa!” seru Alex mulai merapihkan kartu-kartu yang berserakan diatas meja.
“ memang kalian tidak ada yang tertarik dengan kartuku?” Dave menyerinyit
“ Dave sudahlah, cukup aku menjadi pecundang dalam permainan ini. Biarkan John menang, dan selesai! Kita cari kegiatan lain!” tandas Mike sambil berusaha meminum gelas Bir-nya dengan susah payah dikarenakan perutnya yang kembung.
“ Mickey benar! Jelas-jelas John tadi full house, itu saja sudah sulit dikalahkan!” Alex menimpali
“ Yes! Akhirnya aku berhasil mengalahkan si tengik ini!” John semakin sumringah
Dave pun akhirnya memutuskan untuk berdiri dari tempat duduknya, dengan wajah pilu seolah ia baru saja mengalami kesedihan yang mendalam. Lalu pria itu mulai melempar kartunya satu per satu ke atas meja. Para sahabatnya terlihat tak memedulikan tingkahnya, karena masih sibuk bercengkrama satu sama lain.
“ 10!” bisik Dave mengawali lemparan kartu pertamanya, sebuah kartu dengan gambar 10 hati.
“ Jack!” bisik pria itu lagi, melempar kartu kedua miliknya, sebuah kartu dengan lambang J hati.
Barulah ketiga sahabatnya itu mulai memperhatikan tingkah Dave yang menurut mereka aneh. Ketika tak lama kemudian Dave kembali melemparkan kartu ketiganya. Berbeda dengan raut wajahnya yang sedih pada saat melempar dua kartu sebelumnya, kali ini Dave mulai tersenyum. Begitu tampan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy 4 You Happy 4ever
RomanceTidak ada manusia yang sempurna, pepatah itulah yang akhirnya membuat saya menciptakan empat karakter berbeda dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka masing-masing. Sekali lagi, mereka berempat tidak sempurna dan tidak akan pernah menjadi semp...