Seperti pagi biasanya. Hari ini, Rayon kembali menjemput Erin. Jalanan jakarta pagi hari ini tidak bergitu ramai. Mungkin karena masih sangat pagi.
“Lusa kamu ada lomba ya?” tanya Erin membuka suara setelah sekian lama bungkam.
Rayon menoleh sebentar sebelum kembali menatap ke depan “Iya,”
“Olimpiade apa?”
“Matematika.”
“Oh,”
Keadaan kembali hening, sebelum Erin kembali membuka suara.
“Bentar pulang sekolah ada rapat osis lagi?”
Rayon mengagguk “Iya. Abis itu ada latihan basket,”
“Latihan basket?”
Rayon mengagguk lagi “Soalnya minggu depan ada lomba,”
Erin mengagguk pelan. Kehabisan kata-kata, Erin lebih memilih untuk menatap keluar jendela saja. Bahkan sampai mereka sudah tiba di parkiran sekolah SMA Gentara yang begitu luas.
“Makasih ya,” ucap Erin disertai senyuman. Tangannya bergerak, melepas seatbelt.
Saat hendak membuka pintu, tangannya di cekal oleh tangan besar orang disampingnya. Erin menoleh, menatap binggung Rayon.
“Kenapa?”
Rayon tak menjawab. Ia menyodongkan badannya, sehingga membuat jarak diantara keduanya semakin tipis. Sementara Erin yang mulai was-was pun dengan refleks memundurkan badannya hingga menabrak pintu mobil.
Erin memejamkan mata ketika merasakan wajah Rayon semakin dekat dengan wajahnya.“Pengen banget ya aku cium?”
Erin sontak langsung membuka matanya ketika mendengar suara berat Rayon yang langsung terbahak. Mata Erin membulat ketika menyadari bahwa ia telah dikerjain oleh Rayon.
“Ihhhh, nyebelinnnn!” ucap Erin kesal dengan tangan yang mencubit keras pinggang Rayon.
Seketika itu juga Rayon langsung menghentikan tawanya “Awww, sakit sayang,”
“Apasih! Udah ah!” kata Erin yang sudah keluar mobil. Tak lupa dengan membanting pintu mobil.
Rayon terkekeh geli. Membuka pintu mobil, sebelum akhirnya berjalan menyusul Erin. Erin hanya diam saat seseorang berdiri di sampingnya, tanpa menoleh pun ia sudah tau siapa orang itu.
“Hey,” panggil Rayon tapi tidak mendapat respon. Erin hanya diam, seolah ia sedang berjalan sendiri. Tidak memperdulihkan Rayon yang terus saja memperhatikannya.
Erin berhenti di depan kelasnya sehingga hampir saja membuat Rayon menabraknya kalau saja cowok tersebut tidak langsung mundur beberapa langkah.
Erin membalik badannya, menatap Rayon galak “Ngapain masih disini?! Udah sana pergi!” ucap Erin, ketus.
Rayon tekekeh geli “Cuma mau nganterin pacar aja,” balasnya.
Erin berdecak sebal sembari membuang muka. Rayon tersenyum sangat tipis, menyempatkan diri terlebih dahulu untuk mengacak-acak sebentar puncak kepala Erin sebelum berlalu. Erin tidak menoleh, masih setia membuang muka. Namun sejujurnya ia berusaha menahan senyuman yang hendak mengembang.
°°°
“Kamu pulang aja, nggak usah nungguin. Rapatnya bakalan lama, abis itu juga ada latihan basket sampe malam paling. Nggak papa kan?” ucap Rayon kepada gadis didepannya, sebetulnya ia merasa tidak enak hati kepada Erin sekarang. Beberapa minggu belakangan ini, ia selalu saja sibuk dan jarang pulang bersama Erin karena harus mengikuti Rapat osis, belum lagi latihan basket yang mengharuskan untuk pulang malam.
Erin menghela napas. Kalau boleh jujur, ia ingin sekali pulang bersama Rayon untuk saat ini. Tapi, apa daya. Ia tidak bisa melarang Rayon yang memang ekstra sibuk akhir-akhir ini. Ya walaupun mereka selalu berangkat sekolah bersama. Tapi, berangkat sekolah tidak lebih baik dari pulang bersama.
“Iya nggak papa. Aku ngerti kok. Yaudah aku pulang dulu ya, abis latihan langsung pulang. Jangan keluyuran.” gadis tersebut berlalu dengan senyum yang dipaksakan.
Erin berjalan keluar sekolah dan berhenti di depan halte, menunggu bus atau taksi yang akan lewat. Biasanya, jika ia tidak pulang bersama Rayon maka ia akan pulang bersama Gandy. Tapi, hari ini ia harus pulang sendiri karena abangnya tersebut harus mengikuti latihan basket, sama seperti Rayon.
Sudah hampir setengah jam Erin berdiri di sini. Tapi tidak ada satupun bus ataupun taksi yang lewat. Kakinya pun sudah mulai pegal. Erin melirik arloji putih yang melingkar di pergelangan kirinya, waktu menunjukan pukul empat lebih dua puluh menit. Ia mulai khawatir. Pasalnya, sekarang langit sudah mendung dan siap menumpahkan bebannya.
Pip pip.
Klason mobil yang dibunyikan dua kali, membuat Erin menoleh, mendapati mobil berwarna merah terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri. Erin mengernyit, merasa asing dengan mobil tersebut.
Seolah paham, kaca mobil tersebut secara perlahan terbuka (nggak tau mau nulis apa lagi selain 'terbuka') menampilkan sosok gadis dengan rambut hitam yang teruai yang sedang tersenyum kearahnya.
Erin mengangkat satu alisnya, merasa familiar dengan sosok gadis tersebut.
“Ayo masuk,” ucap gadis tersebut. Erin sebenarnya merasa ragu, tapi setelah memikirkan keadaan sekarang yang sudah mulai turun hujan juga tidak ada satupun bus maupun taksi yang lewat, akhirnya Erin memilih untuk menuruti perintah gadis tersebut.
Setelah Erin sudah masuk, gadis tersebut melajukan mobilnya membela jalanan kota jakarta yang ramai. Setelah berfikir cukup lama, Erin akhirnya mengingat siapa gadis di sampingnya ini. Ia membelalak. Secepat mungkin ia menoleh.
“Ranaya?”
Ranaya menoleh “Ya?”
“Lo... Ranaya kan?” Ranaya mengagguk, mengiyakan.
“Gue pikir lo udah lupa sama gue,” Ranaya terkekeh, kembali menginggat kali pertama pertemuannya dengan Erin di toko buku waktu itu. Yang disebabkan oleh adik sialan, Rayon.
Erin ikut tertawa “Tadinya sih gue lupa, cuma pas gue ingat-ingat lagi ternyata inget,”
“Beneran lupa ternyata,” cibir Ranaya yang di akhiri dengan tawa. Akhirnya, mereka berdua terlarut dalam obrolan seru yang membahas berbagai macam topik. Mulai dari sekolah, cita-cita, sampai fasion.
~~~
An: wkwk. Penasaran nggak sama part selanjutnya? Di part selanjutnya bakal ada kejutan loh. Juga ini udah mulai mendekati konflik. Semoga aja kalian nggak bosan nunggu lapak ini up, makhlumlah author suka malas nulis. Hehe..
Jangan lupa vote kalau mau juga kalian bisa komen. Biar author tambah semangat nulisnya. Buat yang udah vote, thanks banget.
Yaudah ya, bye..
Salam author
Lulungodu♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl Vs Cool Boy [Slow Update]
Fiksi RemajaErinna Gisella Kamelo. Seorang bad dan primadona sekolah. Ia tidak percaya apa itu cinta hingga suatu saat Ia merasakannya Rayon Leondra. Most wanted sekolah yang dingin dan cool. Ia sulit sekali beradaptasi dengan makhluk bernam manusia itu di kare...