PROLOG

353 21 0
                                    

In life, we tend to think that an ending is the ending. But little did we know, that ending lead to new beginning.

-DELLA MARISSA-

"Tuhan... Kenapa ini bisa terjadi." Pria berpotongan rambut pendek teracak dengan sepasang sepatu yang tidak sama dan baju kemeja yang tidak terkancing sempurna itu tersender lemas di dinding.

Stefan Dharmawijaya.

Seorang dokter bedah yang kini hanya dapat duduk lemas di lantai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seorang dokter bedah yang kini hanya dapat duduk lemas di lantai. Mata Stefan terpejam dan berkali-kali ia membenturkan belakang kepalanya ke tembok ruang tunggu. Ia selalu menjadi orang yang ada didalam ruangan operasi tapi kini ia hanya bisa menunggu dan terus mengepalkan tangannya dan mengacak rambut pendeknya.

 Ia selalu menjadi orang yang ada didalam ruangan operasi tapi kini ia hanya bisa menunggu dan terus mengepalkan tangannya dan mengacak rambut pendeknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Stef, calm down!" bentak Gavin. Ia pun sama cemasnya. Sama uring-uringannya. Tapi, perilaku Stefan malah semakin membuat suasana hatinya memburuk. Setelah ia menegur temannya itu ia mengambil ponsel-terus menekan ke nomor yang sama. Penuh harap bahwa pemilik nomor cepat mengangkat telfonnya.

Suara decitan dari adu lantai koridor rumah sakit dengan alas kaki yang tederngar tergesa-gesa membuat Stefan dan Gavin menoleh kearah kanan dimana suara itu muncul

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara decitan dari adu lantai koridor rumah sakit dengan alas kaki yang tederngar tergesa-gesa membuat Stefan dan Gavin menoleh kearah kanan dimana suara itu muncul. Sosok wanita yang memakai kaus biru tosca dengan corak merah muda yang begitu norak dan lusuh terengah-engah dan menatap nanar pada dua pria yang duduk bersebelahan. Matanya melihat Stefan dengan muka merah, penuh air mata dan Gavin yang sudah pasti sibuk menelfon seseorang 'itu'.

"Please... jangan bilang..." suara lirih dari wanita itu membuat Stefan berlari kearahnya. Stefan melingkarkan dua belah tangannya yang panjang dengan sempurna sampai membalut wanita itu dipelukannya. Tangis wanita itu pecah seketika.

"Dia akan baik-baik saja. Semuanya... kita semua-" Stefan mengambil nafas panjang-sangat panjang sehingga ia merasa paru-parunya penuh dengan udara dan aroma dari shampoo wanita yang ada didekapannya ini. "Kita semua akan baik-baik saja," lanjutnya.

Mata Gavin berubah layu. Ia melangkah kearah dua orang yang berpelukan erat dan ikut merengkuh mereka. "Terus berdoa. Hanya itu yang bisa kita lakukan sekarang." Tangannya beralih kearah helaian rambut wanita itu dan mengelusnya pelan-penuh kasih sayang. Wanita itu melihat kearah Gavin dan memaksakan dirinya tersenyum kecil-dengan maksud untuk ikut menenangkan Gavin karena lelaki itu, penting baginya.

Beberapa saat mereka terpaku dalam posisi yang sama sampai pintu ruangan operasi terbuka. Salah satu dokter melepas masker dan matanya penuh keseriusan. Ia menghela nafas sebelum akhirnya menatap mata ketiga orang itu satu-persatu. "Apa salah satu dari kalian ada yang bernama Erick?"

Gavin menoleh kearah dua temannya itu dan menggeleng berat. "Tidak, dok."

Hembusan berat kembali dikeluarkan oleh dokter itu. Stefan menundukkan kepalanya dan mengutuk diri sendiri. Menyalahkan kenapa harus Erick yang dicari olehnya. Kenapa bukan dirinya? Kenapa bukan Gavin?

"Baiklah. Tapi, jika saudara Erick sampai, tolong langsung kabarkan ke nurse station. Biar mereka bisa mengantar saudara Erick untuk masuk." Dokter itu melepaskan sarung tangan bekas pakai kedalam jubah operasinya. "Kondisinya stabil walaupun ia kehilangan banyak darah. Jadi, saya harap kalian tenangkan diri. Jika ada update baru, saya akan langsung mengabari kalian," lanjutnya.

"Dok, kira-kira berapa lama lagi operasinya bisa selesai?" tanya Gavin sambil terus mencuri pandang sekilas kearah ponselnya.

"Saya harap kurang dari dua jam. Tetapi, tolong beritahu saudara Erick bahwa pasien benar-benar ingin bertemu dengannya."

Ketiga orang itu mengangguk secara bersamaan. Mereka sama-sama lemas seperti semua tenaga mereka habis. Tapi, mereka lega karena temannya itu dalam keadaan stabil.

"Vin, Erick udah bisa dihubungin?" tanya Stefan yang mulai dalam keadaan tenang.

Gavin menggeleng, "Mailbox." Ia melangkah mendekati kursi biru dan duduk. gerakan itu langsung diikuti oleh dua orang lainnya. Mereka diam dan mulut mereka terus berdoa.

Belum lama mereka tenang, kini langkah gusar kembali terdengar. Sosok yang daritadi dicari oleh pasien, dokter dan Gavin, muncul dengan kemeja biru laut kusut, rambut berantakan dan dasinya tergeser kesamping. Tangan kanannya membawa tas ala pegawai kantoran yang biasanya dipakai menyelempang dibadan.

"Ma-" suara Erick tidak teratur. Badannya seakan-akan menyerah dan ia terjatuh ke lantai.

Gavin menyenggol Stefan yang langsung sigap akan tindakan temannya itu. Stefan berlari sekuat tenaga kearah nurse station. Stefan berhenti tepat didepan salah satu suster dan jarinya menunjuk kearah telepon yang ada dimeja.

 Stefan berhenti tepat didepan salah satu suster dan jarinya menunjuk kearah telepon yang ada dimeja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ada yang bisa kami bantu, Pak?" sapa suster itu, sopan.

"Itu, erm...itu," Stefan masih mengatur nafasnya. Ia menegakkan badannya dan mengambil nafas panjang. Setelah ia membuat detak jantung dan otaknya tenang ia langsung melanjutkan, "Tolong bilang pada dokter, Erick Hikichi, sudah datang!"

Jangan lupa ya readers, Update akan dilakukan setiap hari Rabu/Kamis!

Mohon ditunggu ya! Kalau ada saran ataupun kritik, aku sangat terbuka. So, hit me up on DMs atau kalian bisa visit IG dmarissawrites ya

Happy Reading All! :)

The Life After Bachelor Party - COMPLETEDWhere stories live. Discover now