Luv

20 8 42
                                    

Seven's makin kalang kabut setelah pingsannya Zani, sekarang Buaya Gila itu sudah menyayunkan kembali ekornya. Menggeram marah.

Debu dimana-mana. Banyak rumput yang terbawa kesana kemari,melambung diudara. Pekikan tertahan bersahutan. Burung burung sudah meninggalkan tempat ini sejak tadi.

Keadaan tak begitu baik bagi Kara. Kakinya terkilir. Posisinya yang paling dekat dengan buaya gila itu. Mukanya pucat pasi, ketakutan. Baru kali ini ia merasakan ketakutan yang sesungguhnya.

'Ini yang dinamakan takut...keadaan yang selalu dirasakan orang ketika berhadapan denganku. Oh Tuhan, rasa ini begitu menyiksa. Maafkan diri ini yang membuat kalian ketakutan,' Kara memejamkan matanya, cairan bening menggantung di ujung matanya.

'Aku begitu lemah Tuhan...tolong tolong aku, aku aku takut dan a-ku MENYESAL' Kara menangis dalam diam, tangannya bergerak memukul-mukul dadanya. Sesak, rasa bersalah itu sangat besar.

Beberapa meter dari Kara, Seven's mati matian melindunginya. Berkali kali tubuh mereka sendiri menjadi korban. Namun setelah semua itu Buaya Gila itu belum juga nampak lelah. Sementara luka sudah banyak terukir di tubuh Seven's.

"Arghh!!" Roy kembali terpelanting kebelakang, tubuhnya kembali mencium tanah.

Roy melompat menghindar ketika Buaya Gila itu menjadikannya sasaran. Dia berlari mensejajarkan langkahnya dengan Ryu yang sedang berlar terus menghindar.

"Gimana rencana lo?" Roy langsung bertanya ketika sudah dekat. 

"Gue kira bakal ada orang yang denger pas pohonnya jatuh, tus nolongin kita. Tapi kayaknya impossible de-"

"HEI BINATANG HILANG!!" seseorang berseru memanggil Buaya Gila itu. Orang itu berperawakan jakung dengan jubah coklat membalut tubuhnya, yang sepertinya berisi. Jangan tanyakan bagaimana rupanya karena sedari tadi ia memunggungi Seven's. 

"Huh?!" buaya gila itu menghentikan serangannya seketika.

"Aku tau kau terkejut," orang itu terkekeh pelan. "Pergilah atau aku akan menghancurkan kepalamu seka-"

"Aku akan pergi, tapi jangan kira aku takut padamu. Aku hanya sedang malas mencari masalah, apalagi dengan orang sepertimu." Buaya Gila itu mulai menjauhi arena pertarungan.

Orang kitu berseru, "BENARKAH YANG KAU KATAKAN ITU. AKU TIDAK PERCAYA!!"

Buaya itu hanya mengacuhkannya. Seolah menulikan telingnya, dia tetap berjalan menjauh.

'Aneh, kenapa gak marah?' Dylan mengerutkan kening. 'Padahal tadi marah banget?'

Orang itu juga tak terlalu peduli. Ia berbalik menghadadp kepada Seven's karena sedari tadi ia memunggungi mereka. 

"Hai anak anak," sapanya ramah. 

"Ha..hai juga, Pak" hanya Rani yang membalas sapaan itu, karena yang lain masih mematung dan hanya dia yang pandai dalam hal komunikasi selain Kara.

Ryu langsung berlari kearah Kara, memeriksa keadaannya. Dia kembali kedekat Rani sambil memapah Kara. Tangan Kara diselampirkannya kebahunya. 

Sebelum berjalan Ryu berhenti sejenak menatap wajah Kara yang senantiasa menunduk. Diangkatnya dagu kara dengan jarinya agar Kara menatapnya. Ryu sedikit terkejut ketika melihat mata sembab milik Kara, tak ada senyuman dan tak ada tatapan hangat seperti biasanya.

Dengan perlahan Ryu mengusap pipi Kara untuk menghilangkan jejak airmata yang belum mengering. Ryu tersenyum simpul. Tak lupa ia menggunakan kedua jari telunjunya untuk membuat sebuah senyuman diwajah Kara.

Pahlawan Kastel TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang