Live as Demigod

25 3 0
                                    

Panik bukan kepalang. Bagaimana bisa kabut itu menyeret Astor ke dalam? Apa yang ada di dalamnya? Berbagai macam pertanyaan mengisi kepala mereka. Rasa cemas, gelisah, dan khawatir mulai menghantui mereka.

"Apa yang harus kita lakukan? Ini sangat berbahaya! "Ucap Ryu frustrasi sambil mondar-mandir.

"Jalan satu-satunya, ialah masuk ke dalamnya. "Usul Dylan yang berpikir keras.

"Apa kau yakin? Kita tak tahu apapun yang ada di dalamnya. "Andrea meyakinkan.

"Bagaimanapun juga, dia teman kita, tim kita. "Kay menimpali.

"Kay benar, kita harus menyelamatkan Astor, "Cia menyetujuinya.

"Sekarang yang terpenting adalah keselamatan, "Kara tersenyum penuh keyakinan.

"Dan untuk urusan misi itu, kita pikirkan saja nanti. "Rani mendekati Kara.

"Tapi, kita juga tak boleh lengah mengenai misi itu. Bisa jadi, ada petunjuk di dalam sana, "Roy angkat bicara.

"Ya, bisa jadi ada petunjuk di dalam sana, "Dylan seperti tahu apa yang dipikirkan Roy.

"Tunggu apa lagi? Ayo kita susul Astor!" Zani berseru semangat.

"Ayo!" Balas semuanya serentak.

Kara menyambar tangan Cia dan Rani, "Bagaimana pun aku tak mau kita terpisah nantinya. Berpegangan!"

Semua orang mengangguk setuju. Bergandengan satu sama lain. Mulai menghitung mundur bersama kemudian melangkah masuk dengan mata terlepejam erat.

Tak ada rasanya. Hanya tertarik dengan keras pada awalnya. Mereka masih merasa memijak tanah.

"Kalian mau kemana? Gandengan kaya semut aja."

Mendengar suara yang mereka kenal dalam nada menyebalkan membuat mereka sontak membuka mata. Prima orang pertama yang melepas gandengan. Berjalan cepat menuju orang menyebalkan itu lalu menendang kakinya.

"Astor! Dasar! Menyebalkan! Harusnya kau hati-hati! Jangan gegabah seperti itu! Bagaimana jika kau mati?! Masih untung jika matinya di depan kami! Akan kami kuburkan! Kalau di mulut binatang buas bagaimana, ha?!"

Semua orang terdiam. Masih mengagumi cara bicara Prima yang sangat cepat dan mirip rapper terkenal.

"Baiklah, maaf aku salah." Astor mengalah, "Lihatlah ruangan ini. Bagus sekali bukan?"

Benar juga. Mereka baru menyadari kalau mereka berada di dalam ruangan luas bernuansa putih. Jika diperhatikan lebih teliti, maka akan nampak ornamen bangsa Yunani menghiasinya. Misalnya, beberapa pilar silinder yang bermotif menjaga ruangan ini tetap berdiri.

"Kita dimana?" Kay menatap sekitar. Di ujung sana ada pintu besar berwarna putih. Dia melangkah kesana mencoba membuka pintu dan mengabaikan rombongannya yang sibuk melihat-lihat.

"Wah, ada kolam disana!" Rani berseru, dia menunjuk pada kolam yang ia lihat melalui jendela. "Disana ada taman, indah sekali."

Zani mengernyit. Ia menatap sebuah buku yang terbuka di atas nakas pojok ruangan. Itu mirip buku sejarah yang ada di perpustakaan sekolahnya dulu. Ia memberanikan diri untuk membukanya. Sesaat kemudian ia sudah hanyut dengan bacaannya.

Andrea menghela napas pasrah. Kembali terlontar ketempat asing memang menyusahkan. Selain karena ia harus mencari tahu ia juga harus berbaur lagi. Yang lebih menyusahkan adalah menjalani peran berbeda. Huh, dia lelah sekali.

Andrea berjalan sempoyongan menuju salah satu kursi yang mengelilingi meja marmer yang lagi-lagi berwarna putih. Menarik pelan kursi itu.

BRAK!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pahlawan Kastel TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang