Kawinan Mantan

6.4K 636 34
                                    

Hadir ke kondangan adalah salah satu hal yang belakangan ini gue benci banget selain minum obat.

Waktu masih sama Edwin, dateng kondangan itu jadi sebuah momen menyenangkan, karena kami akan pakai baju couple, berdua di satu venue menikmati romansa, dan suasana yang bikin happy-nya si empunya acara nular ke para tamu (termasuk kami), itu rasanya bahkan addicted banget. Ketemu sama relasi dan bisa ngenalin "Ini Edwin (calon suami gue -red)" itu sebuah statement.

Tapi bagaikan mimpi buruk, yang bahkan memimpikan untuk mimpi aja gue ngeri, dan sekarang kejadian. Gue harus hadir di suatu acara, sendiri, dan itu adalah pernikahan Edwin, orang yang selalu gue banggakan sebagai calon suami gue, dan kali ini bakal jadi suami orang. Rasanya mungkin seperti terpidana mati yang siap di eksekusi dengan cara yang menyakitkan dan pelan-pelan. Ya Tuhan, sebaik apapun penampilan gue, gue hanya akan jadi pecundang di sana.

look at me

Betapapun kerennya lo berpakaian, seberapa tebal bedak yang lo pakai, nggak akan bisa menutupi kesedihan hati lo. Karena mata lo tetap nggak bisa bohong.

Mata bengkak gue, senyum yang sering gue umbar menguap entah kemana, dan rasanya kaki gue berubah menjadi jeli, tak bertulang. Bahkan untuk menopang diri gue tetap berdiri saja rasanya sulit. Gue turun dari grab car yang gue tumpangi, sengaja nggak pinjem mobil kakak gue karena gue takut nggak bisa bawa pulang in case terjadi sesuatu sama gue di tempat ini.

***

Mata gue terpana begitu gue tiba di venue, nuansa off white, musik jazz lembut, ornamen mawar putih, lengkap dengan bunga bunga atrifisial senada yang menjuntai, such as gue lagi ada di alam pernikahan impian gue. Ini adalah konsep yang pernah kami bahas berdua, dan Edwin mengaplikasikannya di pernikahannya dengan wanita lain. Oh Gosh

Gedung sebesar ini mendadak terasa sempit dan gue bahkan merasa kekurangan oksigen di tempat ini. Beberapa kali gue menarik nafas dalam, dan memegangi dada gue, bahkan sempat terhuyung dan harus berpegangan pada sebuah tiang penyangga bunga.

"Are you ok?" Tanya seorang pria yang dengan cekatan menopang gue.

Tatapan gue mendadak menjadi sedikit kabur, em . . . remang, gue bahkan harus membuka menutup mata beberapa kali, baru kemudian gue bisa menemukan kesadaran gue secara penuh dan kembali berdiri, berusaha menyeimbangkan diri dengan kedua kaki gue.

"I'm good." Gue tersenyum, berusaha terlihat baik-baik saja.

"Ok." Dia melepaskan tangannya meski matanya masih tampak siaga menatap ke arah gue.

"I think you need some water."

"No thanks." Gue sudah bersumpah, nggak akan menyentuh makanan di sini. Demi sakit hati gue yang belum kering.

"You're sweaty. Kamu keringetan banget, kita cari tempat duduk." Katanya sambil mengulurkan tangan dan gue memang merasa keringat dingin mengucur deras di sekujur tubuh gue, biasanya ini adalah gejala awal sebelum gue pingsan. Dan bakalan nggak lucu banget kalau gue pingsan di kawinan mantan. Jadi ikut dengan pria ini adalah pilihan terbaik saat ini. Gue menerima uluran tangannya dan dia membawa gue ke sudut venue, semacam balkon di mana gue bisa menghirup udara segar yang melegakan.

"Drink." Dia menyodorkan segelas air mineral ke gue.

"Thanks." Gue mengambil gelas itu dan mengamatinya beberapa saat.

"Air mineral aman di minum ketika tidak keruh, tidak berbau, tidak ada rasa aneh." Dia tersenyum ke arah gue, dan dengan ragu-ragu gue meneguk isi gelas itu.

My New Boss #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang