Mid - Night

5K 740 31
                                    

Kasak kusuk ngga bisa tidur, karena gue masih sempat mendengar langkah-langkah kaki masuk ke ruangan ini. Gue nggak bisa ngebayangin gimana shock-nya bokap sama nyokap gue kalau sampai tahu bauwa gue tidur di satu ruangan dengan pria asing.

Akhirnya yang bisa gue lakukan hanya berpura-pura tidur walau sebenernya gue bahkan ngga memejamkan mata gue sama sekali.

Tiba-tiba dia duduk di sisi sofa dan spontan gue menarik posisi gue menjadi siaga dengan tangan mendekap dada dan lutut menekuk, tentu saja dilengkapi dengan tatapan waspada.

"Saya tau kamu belum tidur." Katanya sambil menatap gue, dan gue, hanya bisa menelan ludah.

"Edwin ada di bawah, mungkin kamu bisa selesaikan masalah kamu sama dia malam ini." Katanya.

"Edwin?" Mata gue melotot menatapnya.

"Dia menghubungi saya, dan minta waktu bertemu kamu. Saya bilang  no  tapi dia udah ada di depan pintu, jadi saya buka pintunya."

"Tapi saya nggak ngerti harus ngomong apa ke dia." Tolak gue.

"Jangan berpikir, bicara saja langsung. Kamu bisa cari tahu apa yang sebenarnya dia inginkan dari kamu."

Dia mengulurkan tangannya dan gue menyambut uluran tangan itu. Kami berjalan menyusuri anak tangga dan sesaat sebelum dia melepaskan tangan gue di anak tangga terakhir, gue merasa genggamannya menguat sekilas dan tatapannya solah ingin memberi gue kekuatan.

Gue berjalan ragu dan setelah beberapa langkah menoleh ke arahnya, dia masih berada di posisi itu, terdiam, melipat tangan di dada sementara matanya ketat mengawasi gue yang berjalan menuju tepat Edwin berdiri.

"Hei." Edwin menyapa gue dan gue memilih berdiri menjaga jarak tanpa menjawab sapaannya.

"Saya mau bicara." Katanya.

"Soal apa lagi?" Tanya gue sinis.

"Saya mau meluruskan soal kita."

"Nggak ada lagi yang harus diluruskan diantara kita, saya sudah bisa menerima semuanya. Lagipula kita sudah berakhir sebulan sebelum kamu nikah." Jawab gue.

"Saya tahu, tapi saya nggak tahu gimana Ferdinand bisa kenal kamu dan dia bilang ke kamu juga ke wina kalau saya selama ini bermain dengan kalian berdua."

Mendengar nama itu gue jadi paham, asal muasal semua masalah ini adalah Ferdinand. Gue juga nggak habis pikir, kenapa dia bisa se "ember" itu. Lagipula setelah tahu status gue sudah berakhir sengan Edwin, nggak seharusnya juga dia mengadu domba antara kami bertiga. Oh God, kapan gue bisa hidup tenang.

"Jadi ini soal sepupu Wina?" Tanya gue enggan.

"Ya, apa yang kamu katakan ke dia itu fatal sekali."

"Saya bahkan baru mengenal Ferdinand."

"Saya nggak ngerti kamu ngomong apa ke dia dan karena omongan kamu itu, Wina juga marah besar sama saya. Dia bahkan kembali ke rumah orang tuanya dan nggak mau ketemu saya."

"Jadi?" Mendengar penjelasan itu gue jadi bingung.

"Saya mau kamu jelasin ke Wina bahwa kita sudah berakhir, dan sekarang hubungan kita hanya sebatas rekan kerja satu kantor."

Dropp, kebayang nggak sih jadi gue. Ketika mantan lo berantem dengan bininya dan lo di minta jadi penengah? Memangnya yang punya perasaan di sini cuman mereka? Gue di anggap apa?

"Itu urusan rumahtangga kamu, terserah kamu gimana menyelesaikannya. Saya nggak mau ikut campur." Tolak gue.

"Tapi semua masalahnya bersumber dari kamu."

"Aku?!" Bentak gue kasar.

"Iya, kalau kamu nggak muncul, dan nggak ngomong macem-macem ke Ferdinand semua ini nggak akan terjadi."

"Percuma kita bicara, . . . kamu nggak pernah berubah!" Dia selalu hanya memikirkan dirinya sendiri. Kenapa kami akhirnya bubar juga karena dia selalu menuntut, over protektif, dan ingin menang sendiri.

"Kamu yang berubah, sejak kapan kamu bebas tidur dengan laki-laki asing?" Tanyanya ketus.

"Jaga bicara kamu!"

"Kenapa? Karena dia banyak duit kan?"

"Kamu akan nyesel udah menilai aku begitu." Gue jelas nggak terima dia menuduh gue silau dengan harta.

"Dibayar berapa kamu semalam?!" Dia tersenyum miring, sangat merendahkan gue.

"Jangan pernah muncul lagi di hadapan gue!" Desis gue kesal.

Sumpah gue nggak pernah menyangka pikiran Edwin soal gue akan sejahat itu. Ok, gue akui bahwa tidak ada hubungan yang tetap baik-baik saja setelah pecah kongsi, termasuk hubungan pria dan wanita.

Gue berbalik dan langsung berlari tanpa mempedulikan sekitar, bahkan bos gue yang menatap gue heran ketika gue langsung naik ke lantai dua. Gue juga nggak tahu kapan dan bagaimana Edwin pergi.

***

Gue duduk termangu, meratapi nasib gue dalam deraian air mata gue yang membanjir. Dia yang selama lima tahun gue cintai tega menuduh gue sebagai perempuan murahan. Dan saat ini nggak ada yang tersisa dadi diri gue.

"Minum." Bos gue menyodorkan segelas air mineral ke gue.

"Thanks." Gue mendongak dan mengambil gelas itu lalu meneguk beberapa teguk.

"Saya heran, kenapa kamu bisa sebodoh itu." Dia menekankan kalimat pada kata "bodoh"

"He's not deserve to you."

"As a man, dia nggak worth untuk di tangisi. Karena setelah dia meninggalkan kamu, harusnya dia nggak melibatkan kamu lagi diurusan rumahtangganya."

Gue cuman bisa manggut-manggut sambil terus menghapus air mata gue.

"Saya mau balik ke hotel." Bisik gue.

"This is after midnight, kamu ngapain balik ke hotel?"

"Saya nggak mau dia beranggapan macem-macem soal saya."

"Kenapa kamu masih peduli soal opininya?"

"Bukan opininya, tapi dia punya akses ke orangtua saya. Dia bisa ngomong apa saja ke mereka soal saya, dan saya nggak mau itu terjadi."

"Saya akan tanggung jawab kalau dia sampai lapor macem-macem ke orang tua kamu. Sekarang kamu, istirahat." Katanya menenangkan.

"Saya juga udah ngantuk." Imbuhnya.

"Ok." gue mengalah dan memilih untuk merebahkan diri gue di sofa.

"Tidur aja di tempat tidur."

"Saya di sini aja."

Dia mengangguk dan berjalan menuju tempat tidur, mengambil selimut lalu memberikannya ke gue.

"Pakai ini." Katanya.

"Thanks."

Kami meringkuk di tempat masing-masing, gue meringkuk dan dia menopang kepalanya dengan satu tangan, sementara tangan satunya di lipat di atas dada dan matanya terpejam. Sementara gue, nggak bisa tidur samasekali. Sepanjang sisa malam gue terjaga, mengawasi dia, gue nggak mau dia berbuat yang aneh-aneh, meski gue yakin dia nggak akan berbuat aneh-aneh. Gue nggak masuk standard penilaian dia soalnya.

Buat semua beloved reader, makasih banyak ya, berkat kalian rankingnya naik dari 30 ke 17.
.
Yuk bantu vote terus biar rankingnya makin naik yaaa, pleaseeee
.
Jangan lupa komentarnya ya!!!
Votenya juga ya pleaseeeee

Thank you so much

My New Boss #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang