BALI PART III

4.7K 654 11
                                    

Gue terbangun dan mendapati diri gue sudah berada di tempat tidur, setelah mengerjap-ngerjapkan mata, gue mendapati tempat tidur ini berbeda dengan tempat tidur di hotel. Gue terbangun dengan kepala berdenyut-denyut.

"Udah bangun?" Tanyanya ketika tiba-tiba muncul di hadapan gue dan membuat gue kaget setengah mati.

Gue berdehem untuk memastikan "Kita di Vila?" Tanya gue.

"Yep." Angguknya masih dengan tatapan melekat ke gue dan tangan terlipat di depan dada, tapi ekspresinya sungguh tidak terbaca.

"Kita?" Tanya gue meyakinkan "Berdua?"

"Menurut kamu berberapa?" Tanyanya ketus dengan balik bertanya ke gue.

Gue memastikan semua pakaian gue lengkap, tidak ada nyeri di seluruh badan gue kecuali pergelangan tangan gue. Dan dengan kekuatan yang ada gue berusaha bangkit dari tempat tidur itu.

"Saya mau kembali ke hotel." Gue berjalan melintasi dia, dan dia menarik pergelangan tangan gue yang terluka dan gue hanya bias meringis.

"Look at me, I'm your boss!" Bentaknya kesal, dan gue menoleh, sedikit terkejut dengan reaksinya, genggaman tangannya semakin keras.

"Saya tahu." Jawab gue sambal terus berusaha melepaskan tangan gue darinya, tapi bukannya semakin longgar, dia malah semakin mengencangkan genggamannya.

"Lepasin tangan saya." Rintih gue.

"Nggak sampai kamu berjanji nggak akan mengulangi kebodohan kamu itu lagi."

"Kebodohan yang mana?" Tanya gue sambil meringis menahan sakit.

"Menurut kamu dengan menggoda pria asing dan mau dicekokin minuman itu bukan kebodohan?" Tanyanya.

"Itu urusan saya." Dan begitu gue menyelesaikan kalimat gue dia mengibaskan tangan gue.

"Auw . . ." Rintih gue dan dia menatap gue ketika sibuk mengasihani pergelangan tangan gue. Tapi hanya sekilas karena setelah itu dia dengan cepat menuruni anak tangga dan pergi entah kemana.

Gue merosot ke lantai, semakin nggak jelas aja hidup gue. Semakin membingungkan rasanya berada di tempat ini, dalam situasi seperti ini.

***
Entah berapa lama kemudian seseorang naik ke lantai dua dan itu bukan si bos. Gue segera bangkit dan mata kami bertemu dalam keterkejutan.

"Where's Ken?" Tanyanya dengan tatapan aneh, dan gue tertegun dalam keterkejutan   sampai tidak bisa berkata-kata.

"A . . . a . . ." Gue tergagap saat dia menjentikan jarinya di hadapan wajah gue.

"Are you . . .?" Dia seperti menyimpulkan kemudian dan memutar matanya. Tak berapa lama terdengar langkah kaki seseorang dan itu ternyata si bos.

"Amie, what are you doing here?" Si bos tampak kesal sementara wanita itu sedikit terkejut.

"I want to talk." rengek wanita itu, dan gue persis seperti penonton yang sedang nenyaksikan drama korea.

"Leave us alone!" Bentak si bos dan si wanita bernama Amie itu tampak terkejut dengan reaksi si bos, begitu gue. Siapa pigak yang tidak di inginkan disini? itu pasti gue. Gue mundur beberapa langkah, dan bersiap lari begitu gue mencapai anak tangga.

"Bi, stay here. " Bentaknya lagi dan gue spontan menghentikan langkah gue, masih dalam kebingungan yang teramat sangat.

"Siapa sih dia?" Tanya wanita bernama Amie itu menunjuk ke arah gue. "Bilang kalau nggak ada wanita lain selain aku." Katanya lagi dengan aksen kebarat-baratan.

"Please, leave us alone." Nada bicara si bos nelunak "You don't deserve for any explanation" Imbuh si bos dan wanita itu berjalan mendekat ke arahnya, mendaratkan sebuah tamparan di wajah mulus si bos kemudian pergi. Sebelum menuruni anak tangga, dia menyempatkan diri mengucapkan salam perpisahan dengan sorot matanya yang seakan ingin memakan gue mentah-mentah.

"Saya tidak ingin terlibat masalah anda Sir." Gue mundur beberapa langkah lagi dan tinggal satu langkah untuk mencapai anak tangga saat dia berkata "Kamu kesini."

Jantung gue mendadak berdegup sangat kencang. Gue seolah baru nelihat bahwa dibalik kelembutan, kebijaksanaan, kecerdasan, kemahiran dalam mengelola perusahaan ada sifat kasar si bos yang entah mengapa itu sedikit banyak membuat gue berpikir, gimana kalau suatu saat dia juga berteriak ke gue sekasar dan sekeras teriakannya ke wanita itu.

"Saya mau obati luka kamu dulu." Imbuhnya dan itu sedikit melegakan. Meski setelah dia mengatakan alasannya itu gue masih canggung untuk mendekat. Tapi saat posisi kami hanya berjarak tak lebih dari dua langkah dia aegera menarik tangan kiri gue dan menjatuhkan gue di sofa.

"Kenapa nggak bilang dari semalem?" Tanyanya sambil membuka tube salep yang akan dioleskan ke tangan gue.

"Saya bisa oles sendiri." Kata gue dan saat dia menghentikan aktifitasnya untuk menatap gue, akhirnya gue memilih untuk menunduk diam, sedikit meringis menahan sakit ketika dia perlahan-lahan mulai mengoleskan salep itu dan meratakannya dengan telunjuknya. sebelum akhirnya membebat tangan gue dengan kasa.

***
Kami diam tak saling bicara dalam perjalanan kembali ke hotel, mesku gue sangat ingin tahu siapa Amie itu sebenarnya? Dan mengapa si bos begitu kasar ke dia? Apa kesalahan yang Amie perbuat sampai dia nggak berhak atas penjelasan apapun?


My New Boss #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang