(A)E: Kenangan

486 58 13
                                    

Budayakan vote 🌟

AN: Bab kenangan adalah bab flashback, tidak ada nomor yg tertulis dijudul part, so...jika ada part yg tidak bernomor, bisa disimpulkan bahwa itu adalah flashback, saya masih tdk tahu part flashback ini akan jadi brp part. Tetap ikuti terus cerita ini! Enjoy!


(A)boutEL: Kenangan



Sepuluh tahun yang lalu...













Istana dan segala bentuk kemewahannya. Terkadang rasa bosan itu hadir, seberapapun kenikmatan duniawi yang ditawarkan, tidak sebanding dengan bentangan langit luas. Ada benteng yang tidak boleh dilangkahi karena katanya didalam istana segala bentuk kebutuhan sudah ada, tapi sayangnya langit luas tidak dapat dijumpai disana.

Dia hanya ingin keluar dan menghirup yang namanya kebebasan, dan beberapa tahun belakangan ia diberi kesempatan untuk itu. Angin sepoi memainkan rambutnya, matanya terpejam menikmati kedamaian ini sambil bersender dipohon.

"NATA! NATA!"


Langkah kaki terburu terdengar, pemuda ini membuka mata, melihat seseorang berlari kearahnya.

"Kita berhasil! Berkat rencanamu, kediaman Bangsawan Jered dapat kita kuasai. Astaga! Aku tidak menyangka pria tua itu menyimpan banyak harta dirumahnya."

Pemuda yang baru datang tampak bersemangat membuat Nata tersenyum kecil, "Aku hanya memberi informasi yang aku tahu. Kau turut andil dalam keberhasilan ini, Thranos."

Thranos tidak dapat menyembunyikan deretan giginya yang tersenyum rapi, "Selanjutnya kita kemana? Ketua sudah mempercayakan semuanya kepadamu."

Nata memandang langit luas, warna birunya yang khas membuat matanya segar, dan kemampuan otaknya bertambah saat berfikir, "Bangsawan Vardo, dia mempunyai hubungan dengan bangsawan Jerd, mau tidak mau kita harus membungkamnya."

"Vardo? Aku tidak pernah mendengarnya."

"Dia tidak tinggal di ibukota." Jelas Nata.

"Dimana dia?"

"Perbatasan."

Thranos hanya mengikuti seseorang yang pantas untuk diikuti, dan rencana yang tersirat ditatapan Nata adalah sebaik-baiknya rencana yang dirinya ikuti sampai sekarang. Selalu tepat dan cerdas, buktinya pihak istana sampai sekarang belum bisa menangkap Sullybor yang sudah masuk daftar hitam di Alenta.

"Kaisar pasti semakin murka denganmu." Ucap Thranos tiba-tiba.

Nata menoleh, "Aku tidak bisa menggapainya, kita lihat berapa lama dia bisa menangkapku dan menyeretku kembali ke istana. Aku tidak akan kembali sampai aku bisa memberikan hadiah yang pantas untuknya."

"Kau sudah membuat kerusuhan dimana-mana." balas Thranos.

Nata menarik pedangnya dan ia acungkan ke udara, cahaya matahari terpantul dari pedang itu membuatnya matanya menyipit karena silau, "Itu tidak pantas disebut hadiah."

Thranos tertawa dengan keras, "Kau benar-benar anak durhaka!"

Nata sudah terbiasa dengan Thranos yang berada disisinya, sikap Thranos terkadang membuatnya ingat tentang teman bangsawannya di istana. Teman-teman yang ia tinggalkan.

Terkadang terselip rindu disana, didalam hatinya tentang orang-orang yang biasanya mengelilinginya di istana. Tapi, setiap tapakan kakinya membuatnya dapat mengikis kerinduan itu. Bau hutan sudah membuatnya terbiasa, akan alam bebas yang sekarang ia tinggali.

Di setiap perjalanannya tidak jarang dia bertemu orang-orang baru, orang yang sangat mustahil dapat berinteraksi dengannya di istana, dan tidak jarang ada beberapa diantara mereka yang membuatnya tertarik.

Tidak terkecuali dia, satu-satunya orang yang membuatnya terdiam dan begitu tertarik dengan apa yang sedang dilakukan orang itu sekarang. Menaiki pohon dengan tubuh sependek itu, tidak lumrah karena yang melakukannya seorang perempuan, ditambah dengan rok yang mengembang, membuat Nata hanya bisa menggelengkan kepala.

Kaki gadis itu terpeleset di pijakan membuat Nata tanpa ragu berlari kesana dan menangkapnya di bawah.

Teriakan kecil itu berhenti, gadis kecil itu terkejut dengan jantung yang berdegup kencang. Tatapan takut-takut dengan bola mata yang indah berhasil membuat dunia Nata seolah berhenti, seketika sebuah senyuman tertarik dari bibir Nata, "Hati-hati gadis kecil."

"Ma...maaf," suara itu mencicit.

Nata menurunkan gadis ini dengan hati-hati, saat menginjak tanah gadis ini langsung mundur beberapa langkah darinya sambil menundukkan kepala. Saat Nata mendekat, gadis itu kembali mundur. Tampak geli, Nata mengulanginya lagi.

"Ma...maaf." Ucap gadis ini dengan takut dan menjalin tangannya.

Nata menghentikan tingkahnya menggoda gadis kecil ini dan terkekeh pelan, "Terimakasih, itu yang seharusnya kau ucapkan."

"Eh?" Mendengar nada ramah Nata, gadis ini langsung mendongak menatap Nata, jernih, dan menggemaskan. Gadis kecil ini kembali menunduk saat Nata membalas tatapannya, "Terimakasih."

"Apa?"

"Terimakasih." Jawabnya pelan.

"Aku tidak mendengarmu. Lagipula, jika berbicara tataplah lawan bicaramu." Sahut Nata.

Gadis ini kembali menatap Nata, tiba-tiba sebuah tangan kecil terulur membuat Nata bingung, sebelum gadis ini berucap, "Ayo bersalaman."

Nata kembali dibuat tersenyum dibuatnya dan menyambut tangan itu, kecil dan lembut khas anak-anak umur delapan atau mungkin sepuluh tahun.

"Apa yang kau lakukan dihutan ini?"

"Mengambil buah," jawab gadis kecil ini singkat dan kembali menjalin tangannya, mungkin belum terbiasa berbicara dengan orang asing.

"Dimana ibumu?"

"Disungai, mencari ikan."

Nata tidak terkejut mendapati perempuan dari rakyat biasa berusaha bekerja untuk mencari makan. "Rumahmu didekat sini?"

Gadis ini menggeleng, "Tidak, jauh sekali dari sini."

Nata mengangkat tangannya dan mengelus puncak kepala gadis ini, gadis kecil ini mengangkat kepalanya dan menatap tidak mengerti kearah Nata.

"Apa kau ingin tinggal diistana?" Tanya Nata tiba-tiba. Hidup gadis kecil ini pasti tidaklah mudah, ibunya berjuang keras sampai-sampai mencari ikan disungai, dan gadis kecil ini memanjat pohon untuk mencari buah. Entah kenapa, Nata terbesit hal itu untuk ditanyakan.

"Is...tana? Bangunan yang besar bukan?" Tanya gadis ini dan diangguki Nata, gadis ini tersenyum dan mengganguk senang, "Aku ingin ke istana! Ayah Via juga tinggal di istana. Besaaaarrr.....besarrrr sekali!"

Nata tidak terlalu mengerti dengan maksud gadis itu. Tapi, tunggu. Via? Nama gadis kecil ini Via? Manis sekali terdengar. "Ayahmu diistana? Kau tidak ikut?"

Via menggeleng dan mulai akrab dengan Nata, nampak tidak malu-malu lagi berucap, "Tidak boleh. Via tidak boleh kesana."

"Via..." Nata senang sekali saat menyebutnya, seolah ada perasaan hangat yang merayapinya. Nata berjongkok menyamakan tingginya dengan Via,sebelum tersenyum hangat. "Aku akan membawamu ke istana. Kau boleh kesana kapanpun kau mau, akan ku bangun tempat khusus untukmu disana."

"Benarkah?" Tanya Via dengan mata berbinar.

Nata menggangguk dan tangan gadis kecil itu langsung merangkul lehernya erat dengan mulut yang terus-menerus berterimakasih, "Terimakasih. Terimakasih."

Entah kenapa, Nata dibuat senang karenanya, "Istanamu akan berbeda. Akan kubuat kau bisa melihat langit luas dari sana."















***
Tbc

Vommment yaaa!!! Nih yg kemarin minta adegan Alvin-Sivia 😆
See u next part!keep support me yass!

Danke
Nuri Apori

(A)bout EL √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang