(A)E: 37. Rumit (2)

382 38 6
                                    

Budayakan vote 🌟




(A)bout EL: 37. Rumit (2)








Sore sudah menghampiri, tak ayal matahari kini mulai perlahan bergerak untuk bersembunyi. Menyisakan udara sejuk dan suara gemerisik pohon. Catalya bersender di tiang yang menyangga istana Rose, gadis itu bersedekap tanpa bersuara. Menatap kepada satu-satunya fokus, seseorang yang duduk di teras istana sembari terdiam menyaksikan bunga yang belum mekar.

Tertutup kerahasian apakah bunga itu akan cantik jika sudah menunjukkan diri. Dirinya tak tahu, sama seperti ketidaktahuannya kepada jalan fikir Vargas. Kakaknya telah kembali sebelum pesta pernikahan selesai, dirinya yang memilih tidak hadir, tidak terkejut lagi dengan kemungkinan ini.

Vargas kembali dengan pukulan kekalahan yang telak. Simpati? Sepertinya tidak, karena Catalya secara langsung terlibat dengan rencana ini.

"Apa kau sudah selesai?" Tanya Vargas tanpa berbalik.

"Kau marah padaku?" Catalya balik bertanya.

"Aku menunggumu selesai berfikir. Sudahkah kau menemukan kalimat yang tepat untuk menjelaskannya padaku?"

Menghela nafas, kepala Catalya bersender pada tiang, "aku hanya melakukan apa yang menurutku benar."

Tersenyum miring Vargas menjawab, "Kebenaran yang kau maksud membuatmu berpaling dari kakakmu. Apa yang mereka tawarkan padamu?"

Catalya terdiam sejenak, bibirnya bergerak dengan suara pelan, "masa depan yang mungkin bisa menjatuhkanmu."

Vargas tertawa, merasa tertarik pemuda itu menoleh, "kau masih memikirkannya ya?"

"Dari dulu sampai sekarang keinginanku tidak pernah berubah. Menghentikanmu satu-satunya tujuanku."

"Kalau begitu," Vargas menimang kalimatnya, mulutnya tersenyum dengan mata menatap dingin, tanpa kemarahan yang meledak-ledak, tapi menimbulkan peringatan keras untuk Catalya, "Untuk rencanaku yang gagal ini, bisakah kau menjelaskannya padaku?"

"Kenapa tidak kau tanyakan pada mereka?" Tanya balik Catalya.

"Jangan bermain-main denganku, Catalya." Vargas berdiri, pemuda ini kembali menatap depan, "Kaisar itu...wajahnya terus menerus mengejekku, seolah langkahnya berada jauh didepan. Kau fikir dia akan berbicara baik-baik setelah kemenangan ini? Dia berada dalam rasa kepercayaan diri yang baik."

"Ini kali pertama aku bisa mengalahkanmu."

"Maksudmu...bekerja sama untuk mengalahkanku?"

Tak lagi memandangi Vargas, Catalya mendongak untuk melihat langit yang begitu luas, mulutnya dengan lancar bercerita, "Rencananya benar-benar dimulai setelah Sivia pingsan. Waktu itu...."

Beberapa hari lalu...

"Aku harap kau mengerti, Sivia." Catalya menatap khawatir dengan kondisi Sivia, perempuan yang berada di tempat tidur itu masih menunjukkan raut ketidaksukaan, "aku menginap karena Al...maksudku Kaisar menyuruhku melakukannya."

"Dengan tidur dikediamannya?" Mata sayu itu menatapanya dengan dingin, seolah enggan mendengar penjelasan. "Aku tahu kami tidak memiliki hubungan apapun, kalian bebas melakukan apa saja."

Catalya masih menjaga jarak tidak berniat mendekat, "aku sendiri bahkan ragu tidur atau tidak malam itu."

Sivia melempar pandangannya, "kau pasti tidak bisa tidur."

"Ak--"

Seseorang menoleh kepadanya, secara tidak langsung menyuruhnya untuk diam. Dia Kaisar Alvin yang tengah mendekat ke peraduan, duduk ditepi tempat tidur menatap Sivia yang sama sekali tidak mau melihatnya.

(A)bout EL √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang