(A)E: 5. Pertemuan

617 71 12
                                    

Jangan lupa vote 🌟









(A)bout EL: 5. Pertemuan





















Tidak ada pesan yang dikirimkan Kawekas membuatnya kembali berfikir. Sudah seharusnya pesan itu sampai kepadanya beberapa hari yang lalu, tapi melihat keadaan saat ini pasti ada sesuatu yang terjadi.


Di tengah perjalanannya ke tempat persembunyian yang sudah Kawekas dan ia setujui, dirinya tidak sengaja melihat Zennto. Entah apa yang membuatnya lebih tertarik mengikuti pria itu, tidak biasanya Zennto repot-repot keluar dari kediamannya kecuali jika ada keadaan mendesak. Semua kebutuhan pria itu selalu terpenuhi entah bagaimana caranya, dan menemukan Zennto diantara penduduk tanpa ada misi yang dilimpahkan kepada pria itu membuat Kaisar tertarik.

Dan begitulah cerita bagaimana ia bisa terjebak dalam kondisi ini. Dirinya ada saat gadis itu membuka mata, tapi langkah kaki yang terdengar membuatnya harus bersembunyi dari pantauan Zennto.




"Adakah yang ingin Anda jelaskan kepada saya, Yang Mulia?" suara Sivia kembali terdengar.



"Bagaimana keadaanmu?" Kaisar tampak tenang saat mengatakannya. Sosok itu berhenti melangkah dan tidak berniat mendekati Sivia lebih jauh.


"Saya bahkan tidak tahu berapa lama saya tertidur. Sudahkah itu menjelaskan semuanya?"


"Kau marah padaku." Balas Kaisar.



"Saya kecewa dengan perbuatan Ksatria Andryos."



"Andryos melakukannya atas perintahku."


Sivia menatap dingin dan berdiri dari posisi duduknya dengan susah payah. Langkah kakinya terseret mendekati Kaisar, sebelum melangkah lebih jauh kaki Sivia tidak kuat menopang bobot tubuhnya dan langsung terjatuh jika saja Kaisar tidak sigap menahannya.


Sivia terdiam dalam pelukan Kaisar, wajahnya tersembunyi dalam dada bidang itu. Matanya terpejam menikmati aroma khas yang sangat dikenalinya, tanpa terasa setetes air mata jatuh, diikuti oleh tetes-tetes berikutnya sebelum berubah menjadi isakan keras. "A...anda masih hidup. Seharusnya saya marah, tapi...tapi melihat Anda disini dalam kondisi baik-baik saja membuat saya lega. Saya...saya lega, Yang Mulia."



Kaisar menarik Sivia lebih jauh kedalam pelukannya. "Entah aku harus takut atau bahagia karena hormon hamilmu, Sivia. Semenjak hamil kau mudah sekali menangis."


"Tidak! Saya tidak menangis!" Sivia membantah dengan sedikit keras, tapi tingkahnya yang menyembunyikan air matanya dengan bersembunyi dipelukan Kaisar malah menjelaskan sebaliknya.


"Semoga ucapanmu benar." Kaisar tidak membantah sama sekali, entah kenapa Kaisar mengikuti apa yang gadis itu inginkan. "Tapi, pelankan suaramu. Aku tidak ingin Zen ataupun yang lainnya mengetahui kehadiranku."



Sivia melepaskan pelukannya, dibantu Kaisar gadis itu kembali duduk di tempat tidur dengan tenang, Kaisar menyusul disebelahnya. "Pria itu? Anda mengenalnya?"


"Dia temanku." Jawab Kaisar.




"Berarti dia orang baik," sahut Sivia. "Saya sedikit merasa bersalah sudah menanggapinya dengan dingin tadi."



Kaisar melihat Sivia yang masih pucat, tangannya bergerak menyelipkan rambut Sivia yang berantakan kebelakang telinga gadis itu, "Sepertinya ada perubahan rencana."



Sivia menyatukan alis tidak mengerti.




"Untuk saat ini aku tidak bisa membawamu ke istana. Jadi, menitipkanmu kepada Zen sepertinya bukan hal buruk."



"Apa terjadi sesuatu diistana?"




"Tyroon sedang menghukumku. Itulah sebabnya aku tidak bisa menunjukkan kehadiranku kepada siapapun selain dirimu." Kaisar tampak santai berbicara setelah mendapat sesuatu yang tersusun rapi didalam otaknya.



"Apakah saya harus percaya kepada, Zen?" Tanya Sivia.



Kaisar tidak akan menjawab ya atau tidak seolah dia hanya mempunyai dua kemungkinan. "Setidaknya dalam waktu dekat ini dia tidak akan membunuhmu."



Baiklah. Sekarang semakin banyak pertanyaan yang bersarang di otak Sivia. "Membunuh?"



"Aku lupa mengatakan bahwa Zen salah satu anggota Tyroon," Kaisar mengatakannya dengan mudah seolah tanpa beban. Berbeda dengan Sivia yang terdiam karena terkejut. "Dia juga yang berhasil melukaiku, bersama Morris tentu saja."



Sivia bahkan tidak sanggup menelan ludah mendengar kabar mengejutkan ini. "Kenapa Anda mempercayakan saya kepadanya?"



"Karena tempat berlindung paling aman dari musuh adalah sarang musuh itu sendiri. Rumah ini ada dalam perlindungan Zen. Tidak ada yang bisa menyentuhmu ditempat ini, Sivia. Entah Morris atau yang lainnya."



"Bagaimana dengan Zen?" Sivia tidak yakin salah satu anggota Tyroon itu mempunyai pengendalian nafsu yang baik untuk tidak membunuhnya.



Kaisar memilih melemparkan pandangannya keluar jendela. "Kau tidak tahu hal apa yang dapat dilakukan pria itu saat sesuatu membuatnya penasaran. Menurutmu kenapa dia memilih menyelamatkanmu alih-alih membunuhmu?"




"Karena..." Sivia ragu untuk mengucapkanya. "Karena dia penasaran kepada saya?"





Kaisar mengoreksi, "Lebih tepatnya tentang alasanku begitu gigih mempertahankanmu. Tyroon adalah hidupnya dan ada aku didalamnya."






























***
Tbc

2 part loohhh hari ini 😁 Jadi buat silent readers dan benar2 readers jangan lupa buat vomment yaaa 😅😅

Typo dll mohon dikoreksi

See u next part!! Itupun kalo kalian masih nunggu cerita gaje ini 😂

Danke
Nuri Apori

(A)bout EL √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang