(A)E : 29. Keramahan Matahari

326 37 1
                                    

Budayakan vote 🌟


(A)bout EL: 29. Keramahan Matahari








Berbeda sekali dengan Kalyca. Jika disana istana dibangun layaknya kastil yang megah, Alenta lebih tepat dikatakan dengan sebutan sederhana. Unsur kayu-kayuan dan keasrian begitu dijaga disini. Beberapa bulan mengarungi samudra, membuatnya hampir lupa matahari didaratan ternyata sehangat ini. Badannya yang berdiri di jendela, mempertegas kedudukannya. Tapi, putra sulung Kalyca kali ini harus memutar otaknya untuk menangani adik kesayangan yang tengah mengabaikannya disana.

"Nah, adikku." Pangeran Vargas berbalik untuk melihat Catalya yang duduk dengan cemberut di tempat tidur, "Tidakkah kau ingin menyudahi sandiwara ini?"

Catalya yang biasanya cerewet langsung menampilkan ekspresi yang berbeda. Tidak ada kehangatan disana selain senyum licik yang keluar, "aku tahu Ayah tidak mungkin repot-repot mengirimmu kemari. Bukan begitu, Yang Mulia?"

Vargas membalasnya dengan sorot humor, "aku hanya ingin menyampaikan kabar baik padamu."

Senyum Catalya luntur seketika, sosok itu berdiri dan mendekati kakaknya, "setelah pionmu kau jadikan Raja di Kalyca. Apalagi yang membuatmu tertarik kemari?"

Vargas menyentuh bahu Catalya dan menunduk untuk berbisik, "Jangan pura-pura tidak tahu. Dari awal kita memang tidak memiliki orangtua. Wajahnya yang ramah sangat berguna memikat rakyat. Aku susah payah mengaturnya, setidaknya kau harus melihat hasil kerja kerasku."

Kedua tangan Catalya mengetat, ditatapnya bola mata Vargas. "Leluhur Kalyca akan mengutukmu!"

"Bukankah kau sendiri setuju akan hal itu?"

Catalya membuang muka tidak menyangkal, mereka telah merencanakan sesuatu yang benar-benar diluar dugaan manusia. Dengan sang kakak---Vargas yang menjadi dalangnya.

Vargas kembali bicara, "Mereka tidak pantas disebut orangtua. Oleh karena itu, aku menyingkirkannya. Mereka tidak berguna, lagipula Kalyca hanya butuh Raja bukan? Aku berusaha menempatkan orang baik disana."

Baik untuk dikendalikan. Tidak perlu menjelaskan karena Catalya tahu hal itu. Dan fakta yang tidak bisa disangkal bahwa orang tua mereka memang benar tidak berguna. "Jika kau mengenakan mahkotanya, aku yakin dirimu tidak perlu kerja keras seperti ini."

Vargas menjentikkan jarinya dan menjauh, senyum terbit dari kedua sudut bibirnya. "Tidak, tidak. Aku tidak seambisius itu kau tahu? Lagipula, aku orang yang bebas."

"Kebebasanmu menjerat orang-orang sekelilingmu, Vargas."

"Oh ya? Dimana sapaan hormat darimu, Catalya?"

"Kenapa kau kemari?" Tanya Catalya.

Vargas duduk dipinggiran jendela, "Kau sendiri? Seekor rubah seharusnya berada di alam liar."

"Bukan urusanmu," jawab Catalya.

Vargas tidak dapat menahan tawa melihat sikap adiknya. Ayah yang dijadikan alasan oleh Catalya sudah tiada, apa yang sebenarnya Catalya inginkan ditempat ini. "Rumah ini terlalu indah untuk kau nodai."

Catalya sebenarnya enggan menimpali tapi dirinya harus membuat Vargas mengerti, "Aku masih ada urusan disini. Aku tidak akan pergi. Jadi, aku akan mengabaikanmu asal kau tidak mengganguku."

"Sebenarnya aku bosan dan mencari hal menarik disini." Mata Vargas bersinar setelah menemukan mainan baru, "kau ingin rajanya bukan? Kalau begitu, bagaimana kalau aku mendapatkan ratunya?"

Membulatkan matanya terkejut, Catalya tidak akan bisa menghentikan kakaknya yang begitu tertarik dengan mainan barunya. Meskipun sudah sering, tapi ia masih tidak bisa bersikap biasa menanggapi ide gila kakaknya.

(A)bout EL √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang