Tiga

200 33 19
                                    


"Aku penasaran dengan usiamu."

Celetukan itu berasal dari Artha. Saat ini, ia menyempatkan diri di dalam kafe milik Anyelir. Berakhir dengan keduanya yang terjebak dalam hujan deras yang mengguyur kota.

Sebenarnya, ini sudah waktunya untuk Anyelir menutup kafe dan pulang. Tapi, Artha masih terjebak dalam hujan sendirian. Lalu, seperti orang bingung yang berdiri di teras kafe tanpa pakaian yang hangat berhasil membuat Anyelir merasa iba. Alhasil, kedua manusia tersebut memilih menunggu hujan di dalam sini.

Anyelir meletakkan cangkirnya. "Kenapa kau harus penasaran?"

Menyesap kopinya sedikit. Artha menatap Anyelir. "Kau terlihat seperti mahasiswi yang sedang mengikuti koas."

Gelak tawa renyah Anyelir menguar. "Aku sudah lulus Master lima tahun yang lalu."

"Jadi?"

"Aku baru duapuluh tujuh tahun. Ada yang salah?"

"Woah, hebat! Tapi kau benar-benar cantik dan ... mengagumkan."

Ada maksud tersirat di dalam ucapan Artha. Siapapun tahu bahwa seorang Anyelir Ardhana memang sangat cantik. Terlampau cantik malah. Dengan mata bulat yang berhasil memukau siapapun yang berdekatan dengannya.

"Kau sedang mengejekku?"

Satu pelipis Artha terangkat. "Aku berbicara jujur, Nona."

Anyelir mengalihkan pandangannya ke arah luar. Matahari sudah digantikan dengan gelapnya langit karena hujan yang begitu deras. Sial! Musim ini adalah penghujan. Alhasil, mau tidak mau, Anyelir harus menghabiskan waktunya untuk menunggu hujan mereda.

"Kau adalah orang kesekian yang mengatakan hal itu padaku."

"Ah, benarkah?"

Artha mengulas senyum tipisnya. Wanita yang duduk berseberangan di depannya itu terlampau sayang untuk dianggurkan. Artha tidak peduli, berapa kali ia mengatakan kalimat pujian untuk seorang Anyelir dalam hati. Orang tidak waras saja pasti akan mengakui kecantikan wanita itu.

Keheningan melanda beberapa saat. Sebelum Anyelir beranjak dari duduknya. Pintu yang terbuat dari kaca tersebut mengayun seiring dengan seseorang yang masuk ke dalam kafe ini. Keadaan pria yang memiliki usia lebih tua dari Anyelir berhasil membuatnya menyengir miris.

"Nona, sudah saatnya Anda pulang."

Ifan Rayendra.

Supir pribadi Anyelir yang seharusnya sudah mengantarnya pulang sejak dua jam yang lalu. Tapi yang terjadi sekarang adalah, Anyelir dan Artha sama-sama terjebak di dalam kafe sembari menikmati kopi hangat masing-masing. Sementara Ifan, ia harus rela menunggu macam orang bodoh di dalam mobil demi menunggu keluarnya sang majikan.

Namun, penantian selama dua jam tidak membuahkan hasil begitu saja jika ia tidak nekad menembus hujan demi menemui Anyelir.

"Tunggu sebentar, aku akan menutup kafe terlebih dahulu."

Artha yang sedari tadi hanya sebagai penonton pun akhirnya turun tangan saat mendapati Anyelir sibuk memasukkan alat-alatnya ke dalam set-bar yang ada di dapur. Diikuti Ifan yang mulai sibuk menutup kan tirai-tirai bambu di dalam kafe tersebut.

Cappucino LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang