Delapan

173 24 21
                                    


Sudah sekitar dua jam lamanya Artha berdiri di depan Amore Kafe macam orang bodoh seperti ini. Ya, ini memang akhir pekan. Tetapi, setahunya kafe yang dikelola Anyelir hanya tutup di hari Minggu. Lalu, kenapa Anyelir tidak juga menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan datang di siang ini?

Melirik arlojinya, Artha mengembuskan napas panjang. Percuma saja ia menunggu lebih lama lagi jika Anyelir tidak memberikannya kepastian.

"Kau menunggu Nona Anya?"

Artha sedikit terkesiap kala mendengar suara yang tiba-tiba muncul dari belakangnya.

Sudah ada supir pribadi Anyelir dengan pakaian bukan dinasnya berdiri angkuh di sana. Menyimpan rapi satu tangannya di saku celana dan juga mengenggam sebotol minuman ringan di tangan kanannya. Harus diakui oleh Artha bahwa pria yang berstatus sebagai bawahan Anyelir tersebut cukup mempesona.

"Bukankah kau yang tempo hari makan siang bersama kami?"

"Ya."

"Untuk apa kau kemari, juga, dimana Anyelir?"

"Kau mencarinya seakan dia adalah mahasiswi lajang saja."

"Maksudmu?"

Ifan mengangkat sudut bibirnya. Serta mengedikkan bahunya acuh. Malas sekali harus meladeni pertanyaan dari seorang bocah macam Artha ini.

Artha celingukan. Mencari-cari keberadaan Anyelir.

"Nona tidak akan membuka kafe hari ini, suaminya bilang semua pegawainya bisa libur untuk hari ini." Ifan menenggak minumannya sampai tandas. "Padahal pegawainya hanya kau saja."

Untuk sejenak, Ifan mengembuskan napas pendeknya. Melempar kaleng sodanya yang telah kosong ke tempat sampah yang jaraknya sekitar satu meter di belakang Artha.

"Seharusnya kau mengerti wanita yang sudah menikah kegiatannya selalu dibatasi."

Satu pelipis Artha terangkat ke atas. Agak tidak mengerti sebenarnya.

"Tapi kenapa kau mengatakan hal itu padaku?" Artha menggerutu.

"Kau masih belum mengerti juga?"

Menggeleng pelan. Artha terlihat terlampau polos jika sudah seperti ini. Macam remaja yang masih duduk di bangku SMA dan diberi pertanyaan sederhana yang tidak bisa dipecahkan.

"Heol. Kau pikir aku tidak tahu kau menyukai Nona-ku."

"Nona-ku?"

Tawa sumbang Ifan menguar. Membuat tulang pipinya kian kelihatan jika ia tertawa. Namun, hal itu justru membuat Artha kian tidak mengerti. Nona-ku? Itu terdengar seperti Anyelir adalah miliknya.

"Aku menyebutnya Nona karena dia istri Tuanku. Dia terlalu muda untuk disebut Nyonya," cuapnya.

Menyimpan rapi kedua tangannya ke dalam saku. Memberi kesan cool pada pria yang memiliki tinggi semampai tersebut. Artha hanya mengangguk pelan. Terserah apa kata Ifan. Tetapi yang namanya perasaan tidak bisa dipaksakan bukan?

Artha menyukai Anyelir sejak pandangan pertama. Meskipun ia sendiri tahu, kehadirannya tidak akan pernah bisa menggantika posisi pria yang berhasil mengikat wanita itu dalam ikatan suci pernikahan. Tetapi sekali lagi, kita tidak tahu kepada siapa kita akan jatuh cinta. Termasuk orang yang sudah berpasangan sekalipun.

*

Destinasi pertama yang dikunjungi kedua insan tersebut adalah pusat perbelanjaan ternama di kota ini. Anyelir hanya bisa mengekor di belakang Alden macam asisten saja.

Cappucino LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang