Tujuh

224 27 35
                                    

Artha tidak bisa merasa tenang dalam tidurnya kali ini. Berkali-kali ia mencari posisi ternyaman agar bisa terlelap secepat mungkin. Tetapi, usahanya sia-sia. Salahkan sekaleng vodka yang ia tenggak dua jam sebelum waktu tidurnya.

Entahlah. Artha hanya sedang ingin meminum minuman terlarang itu.

Menatap langit-langat kamarnya, wajah cantik Anyelir mendadak mendatangi lamunannya. Kira-kira sedang apa wanita itu sekarang? Pasti sedang bersama suaminya. Kiranya, itu adalah argumen dari batin Artha. Jelas Artha tidak suka memikirkan itu belum lagi jika ternyata di sana, wanita yang ia harapkan malah bercumbu dengan pria sialan itu. Tapi apa daya, status mereka sudah sah di mata agama dan hukum. Sementara ia? Ia hanya orang baru yang datang ke kehidupan Anyelir baru-baru ini.

Menyerobot ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Jemari Artha bergerak lincah menari di atas layar lima inch tersebut. Fitur pertama yang ia buka bukanlah aplikasi percakapan, melainkan galeri.

Tersenyum samar, Artha membuka sebuah album yang ia beri nama Fairy. Entah apa alasan mendasar yang menguatkan Artha untuk memberi nama album tersebut dengan julukan itu. Tapi percayalah, di sana terdapat banyak sekali potret Anyelir yang ia ambil diam-diam.

"Seandainya aku datang lebih awal, apa aku yang akan menjadi suaminya." Artha mulai bermonolog sendiri.

Persetan dengan fakta yang mengatakan bahwa usia mereka memiliki rentan lima tahun. Tetapi, kita tidak bisa memaksakan kepada siapa kita akan jatuh cinta bukan?

Sayup-sayup, hawa mengantuk mulai mendominasi Artha. Ternyata hanya dengan memikirkan Anyelir bisa juga membuat kedua matanya terasa berat. Perlahan tapi pasti, Artha mulai terlarut di alam bawah sadarnya.

*

Anyelir terkejut bukan main saat melihat sudah jam berapa sekarang ini. Menyugar surainya, ia menggigit bagian bawah bibirnya. Melirik sekilas ke sampingnya. Ada Alden yang masih terlelap dalam posisi tengkurap, dengan satu lengan kekarnya yang memeluk erat tubuh Anyelir.

Oh, haruskah Anyelir mengatakan apa yang terjadi semalam?

Baiklah, Anyelir akan mengatakan bahwa ia sudah berdamai suaminya. Seusai acara perayaan sederhana tentang hari jadi pernikahan mereka yang ketiga. Ya, bisa kalian tebak apa yang terjadi di antara mereka sebagai pasangan yang sudah sah. Sah, catat itu!

Menggeser lengan kekar Alden perlahan, tidak mau mengganggu tidur pria itu. Anyelir meringis tertahan. Begini ya efek digulat semalaman.

"Kau sudah bangun?"

Suara Alden kentara sekali bahwa ia belum sepenuhnya terbangun. Menggaruk jakunnya, Alden menyipitkan matanya melihat Anyelir hendak menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar mereka.

"Kau akan tetap ke kafe hari ini?" tanyanya setengah minat.

"Tentu. Aku sudah memiliki karyawan sekarang, Al." Anyelir tiba-tiba saja berubah antusias.

Dahi Alden berkerut. Namun, detik berikutnya ia hanya mengangguk kecil. Kemudian kembali berebah, menaikkan selimut mereka sampai menutupi tubuh bagian atasnya yang tidak tertutupi apapun.

Anyelir mengerucutkan bibirnya melihat reaksi Alden yang hanya begitu. Ia kira, suaminya akan merasa kagum atau apa itu. Tetapi, ia memang bukanlah seorang penebak yang handal.

Seperkian sekon hanya bergeming dan memandangi bekas gigitan Alden di sekitar lehernya membuat Anyelir mengembuskan napas panjang. Menggigit bagian bawah bibirnya seraya menyentuh bercak keunguan di sekitar lehernya. Anyelir melirik melalui ekor matanya. Memandang Alden yang berusaha kembali tertidur.

Cappucino LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang