"Percaya sama gue, dia bukan yang terbaik buat elo."
*
*
*
*
*
Harusnya Rosa segera pergi begitu Jefri memergokinya di tengah menatapnya di ambang pintu. Setidaknya Rosa bisa bersembunyi agar Jefri tidak melihat keberadaan Rosa di sana. Namun tubuh cewek itu seolah mati rasa. Kakinya sulit sekali digerakkan sama seperti matanya yang tidak mampu berpindah dari pemandangan di hadapannya.
Jefri segera menyambar kemeja yang ada di dekat tasnya dan memakainya terburu-buru. Ia berjalan menghampiri Rosa yang masih dalam posisi awalnya – berdiri di ambang pintu dengan bola mata membesar dan wajah yang mulai bersemu kemerahan. Cowok itu mencolek lengan Rosa sehingga membuat cewek itu tersadar dan langsung menatap Jefri, dengan bola mata yang membesar dua kali lipat dari sebelumnya.
"Ngapain di sini, Ros? Katanya ada tugas kelompok?" Tanyanya sekali lagi karena pertanyaannya yang sebelumnya tidak dijawab oleh cewek itu.
Rosa melihat seluruh isi ruangan dan tidak menemukan siapapun di sana kecuali Jefri dan dirinya. Ia menghembuskan nafasnya legas. Setidaknya hanya Jefri yang memergokinya dan tidak ada orang lain. Jika dengan Jefri saja ia sudah malu, bagaimana jika ada orang lain juga di sana? Ia pasti akan langsung menutup wajahnya dengan plastik hitam yang digunakan untuk membungkus pakaian yang hendak dikembalikannya.
"Anu.. itu.." Rosa tidak bisa menjawab dengan benar. Ia terlalu gugup dan terkejut di waktu yang bersamaan. Matanya menatap bungkusan plastik hitam yang berhasil ia letakkan di atas meja seolah menunjukkan pada Jefri apa maksud kedatangannya ke sini. Jefri yang sepertinya mengerti mengikuti arah pandangan Rosa dan mengangguk perlahan.
"Ini apa?" Tanya Jefri sembari mengambil bungkusan plastik hitam itu. Ia membuka ikatan talinya dan ber-oh ria saat mengetahui isinya. "Kan gue udah bilang, nggak dikembaliin hari ini juga nggak apa-apa, Ros. Lagian Yossi belum nanyain kok." Ucapnya sambil meletakkan kembali bungkusan itu ke atas meja.
Mendengar Jefri menyebut nama cewek membuat Rosa sedikit merasa – entah bagaimana ia harus menjelaskannya. Sangat tidak biasa. Jefri belum pernah menyebutkan nama cewek selain dirinya – khususnya selama ia mengenal Jefri yang baru saja ia kenal sebulan terakhir ini.
"Yossi siapa, Jef?" Rosa mencoba mengorek informasi.
Jefri menipiskan bibirnya dan berjalan ke dalam ruangan, "Adik tingkat. Dia anak Mapala sama kayak temen gue, Jonny." Terangnya. Rosa hanya menganggukkan kepalanya. "Oh masuk dulu, Ros."
"Nggak usah, Jef. Habis ini gue juga mau langsung pulang." Tolak Rosa secepat kilat. Tentu saja ia tidak mau berduaan dengan Jefri di ruangan ini lagi. Khususnya setelah ia melihat pemandangan yang membuat darahnya berdesir kepanasan.
Jefri menarik tangan Rosa dan memaksa cewek itu untuk duduk di sofa yang ada di tengah ruangan, seketika ingatan Rosa langsung kembali pada sekitar tiga minggu yang lalu.
"Nih diminum dulu." Jefri menyodorkan sebotol minuman yang berisi bulir jeruk asli dan masih dingin, seperti baru saja dikeluarkan dari lemari pendingin.
"Gue mau langsung pulang." Rosa menegaskan sekali lagi namun tangannya mengambil botol minuman itu. Kata Rosa, nggak enak kalau menolak rezeki. Hehe.
"Iya pulang bareng sama gue aja. Lantai lima udah sepi lho." Jefri mengingatkan membuat Rosa yang hendak meminumnya langsung menghentikan kegiatannya.
"Tapi gue bawa motor." Ucapnya dan melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, meminumnya hingga habis dalam sekali tenggak.
Ros, Ros, sepertinya kamu haus sekali ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl Must Dating with Good Boy | Jaerose [END]
Teen FictionCeweknya play girl, genit dan boros. Cowoknya alim, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Kalau mereka pacaran, kira-kira akan seperti apa jadinya? . . . . Kalau kata orang, Jefri itu ibaratnya pangeran tampan yang keluar dari buku dongeng. O...